http://www.indomedia.com/bpost/042005/25/opini/opini1.htm


Pilkada Dan Kaum Perempuan
Oleh: Mukhtar Sarman



Kalau tidak ada aral melintang, Juni 2005 nanti di Kalsel akan bertarung lima 
pasang calon gubernur/wakil gubernur, tujuh pasang calon walikota/wakil 
walikota, dan 15 pasang calon bupati/wakil bupati; atau total jenderal 54 
orang. Tetapi dari lebih setengah ratus 'orang pilihan' itu ternyata hanya dua 
orang yang berjenis kelamin perempuan, yaitu Dra Hj Murhanawati MM (calon wakil 
walikota Banjarbaru) dan Ir Hj Suryatinah (calon bupati Kotabaru). Kalau 
diprosentase, maka jenis kelamin perempuan hanya 'terwakili' 3,7 persen calon 
kepala daerah yang ada. Apakah ada yang aneh dari angka statistik itu?

Aneh atau tidak, sebenarnya tergantung pada sudut pandang orang yang melihat 
fenomena tersebut. Bagi yang berpikir tradisional, fenomena ini barangkali 
masih dianggap luar biasa positif karena 'untung masih ada calon perempuannya'. 
Tetapi bagi mereka yang melihat proporsi penduduk Kalsel berdasarkan sex ratio 
yang menunjukkan angka sekitar 99 alias sedikit lebih banyak perempuannya, maka 
fenomena tersebut boleh jadi agak bikin masygul: kok perempuan yang tampil 
sebagai calon kepala daerah (cakepda) cuma dua orang? Kok tidak imbang? Apa 
tidak ada lagi perempuan canggih yang berani bertarung melawan hegemoni lelaki? 
Di mana keadilan jender? Kapan lagi perempuan boleh tampil sebagai kepala 
daerah? Dan sejumlah pertanyaan lain yang sifatnya menggugat.

Tetapi, sebenarnya ada yang unik dari kemunculan dua perempuan perkasa yang 
berani tampil sebagai calon kepala daerah tersebut. Murhanawati dan Suryatinah 
tampil sebagai calon justru di saat-saat terakhir masa pencalonan di KPUD. 
Artinya, mereka berdua tidak jauh-jauh hari sebelumnya mendapatkan kepastian 
politik untuk menjadi calon dari partai pendukungnya.

Murhanawati dan Suryatinah muncul menjelang injury time tentu saja bisa 
ditafsirkan macam-macam. Tetapi dari sudut sosiologi politik, posisi mereka 
sebenarnya kurang menguntungkan. Pertama, mereka dirugikan oleh kesempatan yang 
lebih sedikit untuk melakukan persiapan dan sosialisasi. Kedua, masyarakat yang 
merupakan rakyat pemilih boleh jadi terlanjur terkesan pada sejumlah figur lain 
yang jauh-jauh hari running untuk bertarung dalam pilkada. Ketiga, karena dua 
alasan pertama, maka untuk mengejar ketertinggalannya cakepda perempuan ini 
terpaksa harus ekstra keras mempopulerkan diri dan gagasan politiknya kepada 
rakyat pemilih. Hal itu bisa berakibat pada pembengkakan pengeluaran biaya 
politik di luar batas normal.

Lalu, bagaimana peluang cakepda perempuan ini? Karena pilkada polanya merujuk 
pada sistem pemilihan langsung, maka sejumlah keuntungan akan diperoleh dua 
perempuan cakepda ini. Pertama, mereka bisa memanfaatkan isu jender. Dengan 
mengembangkan isu jender ini, seharusnya (baca: mudah-mudahan) kaum perempuan 
di daerah pemilihan akan tergugah hatinya sehingga berlomba dan bersatu tekad 
untuk mendukung cakepda yang juga perempuan. Kalau isu ini efektif dan 
berkorelasi positif, maka hampir dapat dipastikan Murhanawaty dan Suryatinah 
akan memperoleh dukungan lebih dari cukup untuk memenangkan pilkada.

Kedua, mereka bisa memanfaatkan eksklusivitas dirinya. Ketika hanya ada satu 
foto perempuan di antara deretan sembilan foto lelaki, maka tentu saja foto 
perempuan yang sifatnya tunggal itu menjadi unik. Bayangkan, apabila sejumlah 
pemilih justru tergoda untuk mengarahkan coblosannya pada satu foto perempuan 
yang pasti berbeda daripada sejumlah foto yang ada di lembar kertas pemungutan 
suara. Kalau sampai hal itu yang terjadi, maka peluang menang Murhanawati dan 
Suryatinah tentunya sangat besar.

Namun demikian, pengandaian di atas itu sebenarnya harus dengan satu prasyarat: 
rakyat pemilih memang tidak peduli pada kriteria figur cakepda dalam konteks 
ikatan primordial. Padahal dalam pilkada nanti sentimen primordial itu pasti 
akan terjadi.

Secara generik, yang dimaksud dengan sentimen primordial itu adalah perasaan 
dan pengikatan yang dianggap gambaran baik secara fisik, psikologis, maupun 
lingkungan sosial seperti wilayah asal, kekerabatan dan genealogi, yang semua 
isinya menunjukkan identitas perseorangan dan suatu kelompok; adanya perasaan 
memiliki dan percaya memegang peranan penting dalam membawakan sikap senasib 
pada kelompok tersebut.

Sebagai konsep sosiokultural, sentimen primordial adalah pemikiran untuk 
mengutamakan dan menempatkan pada tempat yang pertama kepentingan suatu 
kelompok atau komunitas masyarakat. Pemikiran yang mengandung sikap menonjolkan 
diri itu akan jadi masalah, apabila dalam implementasinya menyebabkan sikap dan 
perilaku massa pemilih yang sudah terkooptasi pada suatu kepentingan politik 
lalu cenderung untuk membatasi dan melecehkan 'pihak lain' -siapa pun itu, 
termasuk kaum perempuan sebagai sebuah entitas sosiokultural yang dalam dunia 
politik memang diskenariokan berbeda dengan lelaki.

Dalam pilkada, bahkan jauh hari sebelum masa kampanye resmi, bisa saja lawan 
politik mengembangkan pola kampanye yang 'memojokkan' lawan politik lainnya. 
Tidak mustahil akan muncul semacam black campaign yang menyuarakan pesan: "Mana 
mungkin perempuan bisa jadi kepala daerah yang baik!", "Coba lihat dulu rumah 
tangganya, bisa jadi ibu rumah tangga yang baik nggak sih?", "Apa tidak ada 
laki-laki yang pintar sampai perempuan jadi kepala daerah?", "Ingat lho, hadist 
shahih menyebutkan ancaman kecelakaan bagi kita kalau memilih pemimpin itu 
jenis kelaminnya perempuan!" dan lain-lain.

Oleh karena itu, ada dua pertanyaan yang relevan. Pertama, sudahkah Murhanawati 
dan Suryatinah 'menggarap' sentimen jender untuk disosialisasikan secara intens 
kepada pemilih dari kubu kaum perempuan? Kedua, sudahkah menyiapkan jawaban 
yang paling logis (baca: bukan emosional) untuk menangkis, mengeliminir, dan 
merekondisikan psikososial massa pemilih yang boleh jadi akan menerima sejumlah 
isu yang mendiskreditkan cakepada perempuan. Kalau sudah, bagus sekali. Kalau 
belum, ya kapan lagi? Go away!

Pemerhati masalah sosial,tinggal di Banjarmasin

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
DonorsChoose. A simple way to provide underprivileged children resources 
often lacking in public schools. Fund a student project in NYC/NC today!
http://us.click.yahoo.com/5F6XtA/.WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke