ini ni ada komentar
----- Original Message -----
From: "Ambon" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <"Undisclosed-Recipient:;"@gethuk.indika.co.id>
Sent: Tuesday, April 26, 2005 11:25 AM
Subject: [ppiindia] Meneguhkan Kembali Gerakan Anti-Poligami


>
> http://islamlib.com/id/index.php?page=article&id=808
>
> Refleksi Hari Kartini
> Meneguhkan Kembali Gerakan Anti-Poligami
> Oleh Faizah SA
> 25/04/2005
> Momentum Hari Kartini sudah sepantasnya dijadikan media refleksi untuk
merenungkan kembali kesahihan poligami yang tersembul dalam UU RI Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan. Di situ diterangkan kebolehan poligami selama
mengantongi ijin istri sebelumnya. Keterangan itu malah dikuatkan UU RI No.
7/1989 pasal 49 yang menugasi Pengadilan Agama untuk menangani poligami.
>
> 21 April 2005, seabad lebih wafatnya RA Kartini. Namun, prosesi
tahunan -apa yang lazim ditahbiskan sebagai Hari Kartini- yang seremonial,
tanpa substansi, justru potensial mereduksi sosok dan ide-ide Kartini.
Kartini dikenal dan disajikan sebagai tokoh teladan bukan dari dirinya
sendiri, melainkan dari pandangan orang lain mengenai dirinya. Tak heran,
jika mitologisasi atas Kartini justru mengurangi kebesaran Kartini itu
sendiri serta menempatkannya dalam dunia dewa-dewa. Semakin kurang
pengetahuan seseorang tentangnya, makin kuat mitologisasi terhadap Kartini.
Gambaran orang tentangnya dengan sendirinya lantas menjadi palsu, karena
kebenaran tidak dibutuhkan, orang hanya menikmati candu mitos. Padahal
Kartini sebenarnya jauh lebih agung daripada total jendral mitos-mitos
tentangnya." (Pramoedya Ananta Toer dalam pengantar Panggil Aku Kartini
Saja, 1997).
> Untuk itu, diperlukan napak tilas Kartini sebagai sosok perempuan yang
terbelenggu tradisi pada jamannya. Ketika itu, Kartini hidup di jaman yang
sama sekali tidak menghargai eksistensi kaum perempuan. Betapa tidak,
Kartini disunting Bupati Rembang, RTAA Djojohadiningrat, sebagai garwa padmi
setelah tiga istri Bupati itu. Ini artinya praktik poligami telah tumbuh
subur pada masa itu. Di manapun sangat sedikit perempuan yang merelakan
dirinya dimadu oleh laki-laki. Kebanyakan mereka menolak jika laki-laki
menjadikan dirinya bukan sebagai istri yang pertama, atau juga tidak
menginginkan laki-laki (suaminya) menyunting perempuan lain setelah dirinya.
Kartinipun sesungguhnya demikian. Hanya saja Kartini tak memiliki cukup
kekuatan untuk melakukan perlawanan mendobrak tradisi yang melecehkan kaum
perempuan itu. Bahkan Kartini sendiri dengan sangat terpaksa harus
memperpanjang matarantai tradisi itu dengan disunting RTAA Djojohadiningrat
sebagai istri keempat.
>
> Dus, Kartini seperti mendaur ulang elegi kehidupan dua perempuan yang
sangat dicintainya di mana sangat menderita karena memperebutkan cinta dan
kasih sayang dari seorang laki-laki. Kedua perempuan itu adalah Ngasirah,
ibunya sendiri, dan RA Sosroningrat, garwa padmi ayahnya yang dinikahi
setelah ibunya sekaligus sebagai pengasuhnya. Bayang-bayang kehidupan dua
perempuan itulah yang memayungi mahligai rumah tangganya. Kepedihan,
kegundahan dan pergolakan batin yang dahsyat tergambar dalam surat-surat
Kartini kepada Ny. Abendanon menjelang pesta perkawinan dilangsungkan. 19
Oktober 1903 ia menulis, "Pakaian pesta bertopeng saya sudah jadi. Roekmini
menyebutnya kain kafan saya...." 22 Oktober 1903, ia menulis lagi, "Ada luka
yang tidak pernah sembuh, ada air mata yang tidak pernah kering...." 3
November 1903 ia lebih eksplisit: "... Hari depan itu tidak pernah saya
harapkan...."
>
> Namun, kematian menjemput Kartini lebih awal, tidak sampai setahun usia
perkawinannya. Bulan ke sepuluh, empat hari setelah melahirkan putranya, RM
Soesalit, Kartini membuka gerbang pembebasan dirinya.
>
>
> ***
>
> BELENGGU tradisi poligami yang melilit Kartini sejatinya masih banyak
dialami kaum perempuan masa kini. Harus diakui, poligami telah menjadi
bagian gaya hidup laki-laki, dan karenanya di lingkungan tertentu praktik
ini telah membudaya. Faktanya poligami telah ada sejak zaman dulu dan terus
terpelihara hingga kini dengan berbagai pembenaran dan legitimasi kultural,
sosial, ekonomi, dan agama. Jauh sebelum Islam datang, praktik poligami
memang telah ada, bahkan jumlah istri bisa membengkak hingga belasan.
>
> Saat Islam datang turun aturan yang membatasi maksimal empat orang saja,
dengan syarat ketat yang bagi sejumlah pemikir muslim tidak mungkin bisa
terpenuhi oleh seorang laki-laki. Asas keadilan tentu bukan sekadar keadilan
kuantitatif semacam pemberian materi atau waktu gilir antar-istri, tapi
mencakup keadilan kualitatif (kasih sayang yang merupakan fondasi dan
filosofi utama kehidupan rumah tangga). Itulah mengapa di ujung ayat yang
sering dijadikan dasar bagi kebolehan (mubahah) praktik poligami Tuhan
mewanti-wanti, "Dan apabila kamu takut tidak bisa berbuat adil, maka
nikahilah seorang saja" [QS. 4:3]. Itu berarti ideal moral yang dicanangkan
al-Quran adalah praktik monogami.
>
> Alasan dibolehkannya poligami di masa awal generasi Islam, seperti yang
diungkap Muhammad Abduh (1849-1905), karena saat itu jumlah laki-laki lebih
sedikit dibandingkan perempuan akibat banyak yang mati di medan pertempuran.
Dengan dalih melindungi dan mengayomi, laki-laki dibolehkan menikahi
perempuan lebih dari satu. Juga dengan begitu penyebaran Islam semakin cepat
dengan terus menambah jumlah pemeluknya. Sebab perempuan yang dinikahi
diharapkan masuk Islam beserta keluarganya. Selain itu, dengan poligami
kemungkinan pecahnya konflik antar-suku dapat dicegah. Saat ini, keadaan
sudah jelas banyak berubah. Poligami, lanjut Abduh, justru melahirkan banyak
persoalan yang mengancam keutuhan bangunan mahligai rumah tangga. Sering
timbul percekcokan. Belum lagi efek domino bagi perkembangan psikologi anak
yang lahir dari pernikahan poligami. Sering mereka merasa kurang
diperhatikan, haus kasih sayang dan, celakanya, secara tidak langsung
dididik dalam suasana yang kedap perselisihan dan percekcokan tersebut.
Karena itulah Abduh jelas-jelas melarang praktik poligami mengingat syarat
adil yang diminta teks tidak mungkin bisa dipenuhi. (Rasyid Ridha, Tafsir
al-Manar IV, tt. h. 347-350).
>
> Tradisi poligami, seperti yang dipahami dalam teks itu, tidak lebih
pantulan realitas sosial yang mengemuka saat itu. Faktanya ialah perempuan
kala itu dalam kondisi terpinggirkan. Dalam hal poligami, Alquran merekam
praktik itu sebab ia adalah realitas sosial masyarakat saat itu. Tak terlalu
salah jika Thaha Husein (1889-1950) dalam Fi Syi'r al-Jahili (tt. h. 25-33),
dengan berani mengambil hipotesa bahwa Alquran pada dasarnya adalah cermin
budaya masyarakat Arab Jahiliyah (pra-Islam). Karena itu, seruan poligami
dalam teks itu harus dipandang sebagai sebuah proses yang belum final dan
masih terbuka bagi "pembacaan lain" sesuai dengan konteks sosial
kontemporer. Jika hipotesa Husein dikembangkan, akan dijumpai pemahaman
bahwa Alquran sesungguhnya adalah respon terhadap berbagai persoalan umat
kala itu. Sebagai respon, tentu saja Alquran menyesuaikan dengan keadaan
setempat yang saat itu dipenuhi dominasi budaya patriarkhi.
>
> Momentum Hari Kartini sudah sepantasnya dijadikan media refleksi untuk
merenungkan kembali kesahihan poligami yang tersembul dalam UU RI Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan. Di situ diterangkan kebolehan poligami selama
mengantongi ijin istri sebelumnya. Keterangan itu malah dikuatkan UU RI No.
7/1989 pasal 49 yang menugasi Pengadilan Agama untuk menangani poligami.
Pemerintah seharusnya memikirkan nasib kaum perempuan yang hak-hak kebebasan
dasarnya terancam oleh tradisi poligami. Sebab sampai saat ini masalah
poligami seolah-olah tidak ditangani serius dan tenggelam dalam gelombang
besar masalah yang silih berganti menerpa bangsa ini. Asumsi melindungi dan
mengayomi sebagai pijakan fungsi sosial poligami sudah sepantasnya dikaji
ulang sekaligus dialihkan pada hal-hal lain yang kebutuhannya lebih
mendesak.
>
> Dengan kata lain, UU anti-poligami mendesak untuk segera direalisasikan
demi melindungi kaum perempuan dari golongan tertentu yang ingin mereguk
keuntungan dengan memelintir seruan teks untuk kepentingan poligami.
Keberanian pemerintah Turki di bawah kepemimpinan Musthafa Kemal Ataturk
mensahkan UU yang melarang poligami di tahun 1926 perlu dijadikan teladan.
Juga pemerintah Tunisia di bawah presiden Bourguiba pada tahun 1956 yang
melakukan hal serupa layak ditiru. Dan di sisi lain, mandat perjuangan
emansipasi dan pemberdayaan perempuan yang menjadi cita-cita agung Kartini,
dengan demikian, akan menemukan titik terang. Dan beginilah sesungguhnya
salah satu aspek substansial untuk menghormati kebesaran Kartini, bukan
dengan retorika semata. []
>
> Faizah SA, staf pengajar di Ponpes Krapyak, aktif sebagai peneliti Lembaga
Studi dan Pengembangan Santri dan Masyarakat (LeSPiM) Yogyakarta
>
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>
>
>
>
>
***************************************************************************
> Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia
yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
>
***************************************************************************
> __________________________________________________________________________
> Mohon Perhatian:
>
> 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
> 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
> 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru;
> 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
> 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
> 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
>
> Yahoo! Groups Links
>
>
>
>
>
>
>
>


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for
anyone who cares about public education!
http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke