http://padangekspres.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=8720&PHPSESSID=c89dabb2a86dc5a650d0e4dd63f0896f
Manusia Sebagai Agen Perubahan Oleh H Nunu Burhanuddin AF Oleh Redaksi Kamis, 28-April-2005, 06:48:32 38 klik SEORANG cendekiawan Muslim asal Al-Jazair, bernama Malik Bennabi, mengatakan bahwa manusia merupakan unsur terpenting untuk membangun suatu peradaban dibandingkan dengan dua unsur lainnya; tanah (at-turâb) dan waktu (al-waqt). Manusia, kata Malik Bennabi, disinyalir akan dapat menentukan arah suatu kebudayaan yang pada gilirannya membawa kepada sebuah perubahan sosial. Suatu perubahan dari kondisi yang tidak baik menjadi kondisi yang lebih baik. Faktanya dapat dilihat dimana manusia mampu menciptakan peradaban canggih, yang tidak dapat dibuat oleh makhluk lain. Dengan kekuatan akal yang diberikan Tuhan, manusia dapat hidup ber-masyarakat dan membangun peradaban, sesuatu yang tidak dapat dilakukan secara sempurna oleh binatang. Manusia adalah rasional being (makhluk berpikir), homo sapiens (makhluk yang berakal), homo creator (makhluk yang berkarya) atau historical being (makhluk yang bersejarah). Manusia berbeda dengan burung atau makhluk lainnya. Burung, misalnya, sejak beribu-ribu tahun yang lalu hingga sekarang tidak mengalami perubahan monumental. Burung adalah hewan yang tidak bersejarah, tidak menyimpan peristiwa, tidak mengakumulasikan pengalaman dan tidak mewarisi pengalaman-pengalaman. Dan dengan demikian, manusia memiliki peran untuk senantiasa berkarya dan berinovasi, sekaligus mempertanggungjawab karya-karyanya di hadapan Tuhan. Umat Islam dan Perubahan Peran manusia yang sedemikian berat ini disebabkan eksistensinya sebagai Khalifah, yakni wakil Tuhan di muka bumi. Menurut Muhammad Iqbal, sebagai khalifah yang bertugas memakmurkan bumi maka manusia adalah tema sentral dari drama penciptaan alam semesta. Jika diibaratkan dengan buku, maka alam semesta merupakan pra-wacana yang mengantarkan kepada isi buku, sedangkan manusia itu sendiri merupakan isi atau kandungan inti dari buku tersebut. Jika setuju dengan kata-kata Iqbal ini, maka siapapun akan memaklumi dan menyadari peran yang dipikul oleh kita sebagai agen perubahan. Lalu, jika demikian halnya, bagaimana dengan peran yang telah dimainkan umat Islam sepanjang sejarah peradaban? Apakah umat Islam mampu menampilkan dirinya sebagai sosok reformer yang senantiasa melakukan perubahan? Dalam konteks perubahan yang dilakukan oleh umat Islam, Malik Bennabi menyajikan fakta-fakta historis yang menggambarkan pasang surut perubahan-perubahan tersebut dalam tiga fase. Pertama, Fase keimanan (marhalat al-iman) yang dimulai sejak awal diturunkannya Al-Quran dan berakhir pada perang Siffin. Pada masa ini, unsur spiritual umat Islam masih begitu kuat, dan baru mulai mengendur setelah peristiwa perang Siffin. Kedua, Fase kebudayaan Islam (marhalat as-saqafah al-Islamiyyah) yang ditandai dengan terjadinya pematangan dalam pemikiran dan pemahaman terhadap Al-Quran dan Al-Hadits sebagai konsep. Keadaan ini disinyalir melahirkan kecemerlangan peradaban yang berakhir dengan runtuhnya dinasti Muwahhidin. Sedang fase ketiga adalah fase keterbelakangan dan kemunduran yang dimulai setelah runtuhnya Dinasti Muwahhidîn. Masyarakat Muslim pada fase pasca Muwahhidîn ini adalah manusia yang qabi li al-isti'mar (imperialable: siap di- jajah), lebih dari sekadar terjajah (musta'mar). Manusia terjajah dan yang siap dijajah Memang, antara al-isti'mar (Imperial: penjajahan) dan qabiliyyat al-isti'mar (imperialability: kondisi siap di-jajah), terdapat perbedaan yang cukup jelas. "Seorang Muslim yang tidak memiliki apa-apa yang ia butuhkan untuk mengembangkan dirinya dan untuk mencapai tujuan-tujuan hidupnya,"kata Malik, adalah seorang Muslim yang terjajah. Ia termasuk mustad'afin (orang-orang lemah) yang mudah-mudahan Allah akan memaafkan kondisi mereka itu. Terkecuali, orang-orang lemah, baik laki-laki, perempuan maupun anak-anak yang tidak menemukan petunjuk dan jalan keluar. Ini sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya, "Kecuali orang-orang yang lemah, baik laki-laki, perempuan maupun anak-anak, yang tidak menemukan jalan keluar dan tidak mendapatkan petunjuk. Mereka itu, semoga Allah akan memafkannya"(QS. 4: 98-99). Akan tetapi, (jika seorang Muslim itu tidak (mau) berfikir untuk menggunakan apa yang ia miliki, mengerahkan segala kemampuannya untuk meningkatkan taraf hidupnya, maka ia adalah Muslim yang siap di-jajah. Ini berarti, sebelum pihak luar datang untuk menjajah, ia sendiri memang sudah berada dalam kondisi terjajah atau siap di-jajah). Dapat kita simpulkan, bahwa faktor intern orang Muslim sendiri itu lebih berperan dalam mengantarkan pada kondisinya yang sekarang. Kesadaran ini sering terlupakan ketika kita mencoba mencari sebab kemunduran masyarakat Muslim, dengan cepat-cepat mengatakan bahwa kondisi itu merupakan akibat penjajahan Barat yang kejam. Sementara apa yang melatar belakangi Barat hingga "bernafsu" menjajah masyarakat Muslim, lebih berada pada masyarakat Muslim itu sendiri, yang sering terlupakan. Analisa ini menjadi semakin berarti ketika kita menyitir ayat Al-Qurn. "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa yang ada pada suatu kaum sebelum mereka sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka" (QS. 13: 11). Menurut para ahli tafsir, kalimat "ma bi qawmin"dalam ayat itu berarti "apa yang ada pada suatu kaum (kelompok masyarakat) berupa kemunduran, kemajuan dan bentuk lahiriah peradaban". Sedangkan kalimat "ma bi anfusihim" yang terdapat dalam ujung ayat, bisa diartikan sebagai "apa yang terdapat pada diri mereka" berupa kesadaran yang terdapat pada umat seperti pemikiran, cara berpikir, mentalitas dan semangat progresivitasnya, atau kalimat "ma bi anfusihim" itu berarti faktor-faktor atau variabel yang terdapat dalam tubuh ummat. Dengan penafsiran manapun dari ayat itu, dapat diambil kesimpulan bahwa untuk dapat mengubah kemunduran peradaban menjadi kemajuan, umat Islam harus terlebih dahulu mengadakan perubahan cara berfikir dan mentalitasnya (sebagai wujud "ma bi anfusihim"). Hal inilah yang belakangan ini menjadi perhatian utama upaya memajukan kembali peradaban Islam yang dilakukan baik oleh perorangan maupun kelompok. *Penulis adalah dosen STAIN Bukittinggi dan mahasiswa UIN Jakarta. [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Has someone you know been affected by illness or disease? Network for Good is THE place to support health awareness efforts! http://us.click.yahoo.com/OCfFmA/UOnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/