http://www.kompas.com/kompas-cetak/0505/03/opini/1724873.htm
Guru sebagai Pekerja Budaya Oleh Anita Lie KEMEROSOTAN mutu pendidikan di Indonesia, seperti ditunjukkan dalam berbagai survei internasional-misalnya TIMSS dan Indeks Pembangunan Manusia-tidak lepas dari rendahnya mutu guru. Alasannya, guru mempunyai peran amat penting dan strategis dalam penyelenggaraan pendidikan. Sudah banyak artikel ditulis terkait rendahnya mutu guru. Kurangnya minat kaum muda berkualitas menjadi guru, salah satunya disebabkan oleh minimnya jaminan kesejahteraan guru seiring revolusi material pada era globalisasi (Priyono, 2004). Di tengah keprihatinan terhadap kemerosotan mutu dan status guru, Rancangan Undang Undang Guru (RUU Guru) diluncurkan dengan itikad baik, mengatur dan memberi jamainan terhadap perlindungan, kesejahteraan, dan profesionalisme guru. Berbagai dialog publik perlu digelar agar rancangan undang-undang guru bisa terus berkembang menjadi undang-undang yang memungkinkan para guru meningkatkan profesionalisme dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional. Berbagai tanggapan atas RUU Guru dan Kode Etik Guru sudah muncul. Ini merupakan indikasi positif kepedulian masyarakat atas berbagai persoalan yang terkait profesi guru dan pendidikan. PERSOALAN fundamental dalam sistem pendidikan nasional adalah dehumanisasi pendidikan. Pendidikan seharusnya menghormati dan menghargai martabat manusia berikut segala hak asasinya. Peserta didik seharusnya tumbuh dalam kemanusiaannya sebagai subyek melalui proses pendidikan. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Dalam praktik di sekolah, banyak contoh menunjukkan betapa peserta didik diperlakukan sebagai obyek demi kepentingan ideologi, politik, industri, dan bisnis. Sebagai pendidik, guru tidak mampu mengembangkan kesadaran untuk menghentikan gejala dehumanisasi ini karena para guru sendiri merasa terjebak sebagai obyek dalam sistem pendidikan nasional. Masalah berikut, hanya sebagian kecil dari realita dehumanisasi yang dihadapi guru dan sudah lama disorot. Pertama, dengan gaji dan tunjangan amat tidak memadai, membuat guru terlalu sibuk mencari penghasilan tambahan, sehingga tugas dan tanggung jawab sebagai pendidik terabaikan, tidak dilakukan sepenuh hati. Kedua, terseret mencari penghasilan tambahan, sebagian guru melanggar etika sebagai pendidik dengan memberi les privat bagi peserta didik, bahkan membocorkan soal-soal ulangannya sendiri; ikut menjualkan buku-buku ajar dari penerbit yang memberi komisi memuaskan, atau terlibat aksi tutup mulut atas tindakan manipulasi dan korupsi oleh birokrasi pendidikan atau pengelola sekolah. Ketiga, dengan jam mengajar yang panjang dan tugas administratif yang membebani, guru tidak punya waktu lagi untuk membaca dan mengembangkan diri. Pengetahuan, wawasan, dan kreativitas guru sulit berkembang. Akibatnya, peserta didik mau bertahan duduk di depan guru di dalam kelas karena mereka memang harus bertahan sebelum bel berbunyi dan menyelesaikan satu jenjang untuk mendapatkan ijazah. Keempat, dengan berbagai kepahitan dan kegetiran hidup sebagai obyek dalam sistem pendidikan nasional, sebagian guru belum mampu mengembangkan mekanisme untuk mengelola emosi negatifnya sehingga harus mengumpat di kelas, mengasihani diri sendiri atau memperlakukan peserta didik dengan kasar. Di berbagai daerah, masih banyak guru yang cerdas, cemerlang, dan bernurani. Para guru ini senantiasa bersinar di tengah kesuraman pendidikan. RUU Guru mungkin disusun dengan itikad baik guna memberi perlindungan hukum bagi guru dan profesi keguruan. Ada yang memosisikan guru sebagai pekerja budaya (cultural worker) yang harus mendapat perlindungan hukum atas hak-hak personal dan profesional. Memang selama ini, guru sering diperlakukan semena-mena oleh pemerintah maupun sebagian pengelola sekolah swasta. Sebagai pekerja, guru berhak mendapat kebebasan akademis dan berserikat, rasa aman dan jaminan keselamatan, cuti, tunjangan kesehatan, dan gaji layak seperti diatur dalam RUU Pasal 8 s/d 12. Guru juga berhak memperoleh prosedur pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian yang layak (Pasal 13 s/d 16) serta Pembinaan dan Pengembangan (Pasal 20 dan 21). Mengingat UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 dianggap tidak memuat ketentuan yang mengatur guru, UU Guru diharap bisa memberi perlindungan hukum agar mereka tidak di PHK secara sepihak, dieksploitasi waktu dan tenaganya dengan upah amat tidak memadai serta tidak diberi kesempatan untuk berkembang sebagai seorang profesional. Namun pada sisi lain, guru bukan buruh. Menjadi guru (sejati) merupakan panggilan hati. Bagi seorang guru sejati, tugas utamanya membantu anak didik berkembang menjadi manusia yang lebih utuh (Driyarkara, 1980). Apa pun situasinya, guru pertama-tama tidak berpikir untuk diri sendiri tetapi untuk anak didiknya. Bagi guru yang digerakkan panggilan hati, layanan konseling bagi anak didik yang sedang depresi dan mau bunuh diri, di hari libur resmi pemerintah akan tetap dilakukan meski dia tahu sekolah tidak membayar uang lembur seperti ditetapkan dalam Pasal 27 (2). Betapapun pergumulan guna memperjuangkan tingkat kesejahteraan yang layak bagi guru sebagai pekerja, yang membedakan guru yang sejati dengan yang tidak adalah bagaimana mereka masing-masing memaknai profesi keguruannya. Yang satu menjalani sebagai suatu panggilan hidup, yang lain melakukan pekerjaan untuk mencari nafkah. Di antara kedua model ini tentu ada gradasi dan dinamika pertumbuhan atau kemerosotan. Artikel ini tidak untuk menafikan hak atas kesejahteraan guru atas nama panggilan hati (agar pemerintah dan sebagian pengelola sekolah bisa bertindak semena-mena terhadap guru). Pada ujung lain dari itikad baik para penyusun RUU Guru untuk memberi perlindungan hukum bagi guru adalah kemungkinan penyalahgunaan pasal-pasal dalam undang-undang itu oleh sebagian guru guna menutupi kekurangan kompetensi dan dedikasi. Berbagai kebebasan dalam hak profesional guru seperti diatur dalam Pasal 8, misalnya, akan mudah dimanfaatkan guru yang tidak bertanggung jawab jika pelaksanaan undang-undang ini di tingkat sekolah tidak disertai mekanisme yang jelas. Intinya, jangan sampai undang-undang guru bukannya melindungi para guru yang layak mendapat penghargaan malah menjadi alat bagi beberapa guru pandai memanfaatkan produk hukum untuk kepentingan pribadi. Jika ini terjadi, itikad baik akan menodai dunia pendidikan dan membawa dampak serius bagi proses pendidikan anak karena guru seharusnya masih menjadi figur yang digugu lan ditiru. RUU Guru sudah berusaha memberi perlindungan dan penghargaan yang lebih pantas kepada guru sebagai pekerja. Namun segala upaya untuk menempatkan guru sebagai subyek sebaiknya tidak dilepaskan dari tujuan akhir untuk kepentingan anak didik. Jangan sampai pelaksanaan undang-undang guru-dengan segala itikad baiknya-menempatkan guru yang berhadapan dengan pemerintah atau pengelola sekolah dalam relasi buruh-majikan tanpa ada perhatian memadai terhadap tujuan akhir, yakni memanusiakan anak didik. Anita Lie Dosen FKIP Unika Widya Mandala, Surabaya; Sekjen Dewan Pendidikan Jatim [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> DonorsChoose. A simple way to provide underprivileged children resources often lacking in public schools. Fund a student project in NYC/NC today! http://us.click.yahoo.com/5F6XtA/.WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/