http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_c&id=169629

Rabu, 04 Mei 2005,


Pelajaran dari Bank Mandiri


Terungkapnya kasus kredit macet hingga Rp 12,2 triliun di Bank Mandiri 
memberikan banyak pelajaran bagi industri perbankan dan sistem ekonomi kita 
selama ini. Ternyata, apa yang pernah terjadi di masa lalu, yakni bank-bak 
terjerat kredit macet dalam jumlah besar yang memicu ambruknya sistem perbankan 
nasional, belum benar-benar tercerabut dari kehidupan ekonomi di negara ini. 

Sesungguhnya, kondisi sektor perbankan saat ini jauh lebih baik dan sehat 
daripada saat sebelum krisis. Likuidasi dan merger bank-bank nasional memang 
membawa sistem perbankan kita lebih sehat dan tidak rentan terhadap gejolak. 
Rasio kecukupan modal sebagai salah satu indikator kesehatan sebuah bank juga 
berada pada tingkat yang lebih tinggi (baik). Sementara itu, di sisi yang lain, 
Bank Indonesia (BI) sebagai regulator juga meluncurkan berbagai kebijakan baru 
yang mengarah kepada sistem kehati-hatian perbankan (prudential system).

Namun, kasus kredit macet dalam jumlah besar di Bank Mandiri memunculkan 
pertanyaan besar: Titik mana yang masih salah dalam sistem perbankan kita? 
Tentu tidak bijak jika kita serta merta menyalahkan manajemen Bank Mandiri yang 
telah mengucurkan kredit kepada beberapa perusahaan dalam jumlah sangat besar, 
lantas kredit tersebut berpotensi macet. Tentu juga perlu dipahami bagaimana 
proses persetujuan dan pengucuran kredit saat itu, benarkah murni berdasar 
analisis kredit sebagaimana semestinya atau adakah intervensi dari pihak lain 
sehingga kredit tersebut "harus" dikucurkan.

Memang ironis kasus di Bank Mandiri itu. Di saat sektor perbankan masih 
mengalami kesulitan dalam menemukan korporasi yang layak dibiayai kredit, bank 
plat merah itu cukup ekspansif menggelontorkan uang hingga Rp 12,2 triliun, 
namun ternyata kolektibilitasnya tidak cukup baik.

Selama ini fungsi intermediasi perbankan memang belum sepenuhnya jalan. Sebab, 
sektor riil belum juga sepenuhnya pulih. Akhirnya, untuk menghindari likuiditas 
yang menumpuk, bank cenderung melempar dananya ke SBI (Sertifikat Bank 
Indonesia) yang return-nya juga baik dan praktis tanpa risiko. Namun, pola 
aliran dana perbankan yang seperti itu jelas tidak membawa dampak positif bagi 
perkembangan perekonomian nasional.

Mencuatnya kasus Bank Mandiri mengingatkan kita kepada bank-bank lain agar 
tetap berhati-hati dalam ekspansi kredit. Jangan hanya lantaran mengejar angka 
LDR (loan to deposit ratio) yang tinggi, lantas membabi buta dalam melemparkan 
dananya. Prinsip kehati-hatian masih menjadi salah satu paradigma perbankan 
yang tidak bisa dilepaskan.(*)





[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
DonorsChoose. A simple way to provide underprivileged children resources 
often lacking in public schools. Fund a student project in NYC/NC today!
http://us.click.yahoo.com/5F6XtA/.WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke