http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_c&id=169824
Kamis, 05 Mei 2005,


Hindari McDonaldisasi tanpa Isi



Pasar bebas bidang pendidikan sudah kian dekat. Perguruan tinggi, lembaga 
kursus, serta politeknik asing diperkirakan bakal membanjiri negeri ini. 
Langkah antisipasi apa yang perlu dilakukan? 

MESKI secara resmi pembukaan pasar bebas bidang pendidikan di Indonesia berlaku 
mulai 2006, invasi pendidikan asing sudah lama terasa. Bahkan, makin menggila 
dengan menjamurnya beragam paket pendidikan yang ditawarkan perguruan tinggi 
(PT) asing di Indonesia. Mulai dari program dual degree atau gelar ganda, 
twinning program atau kelas kembar, sampai belajar di luar negeri hanya dalam 
waktu dua tahun untuk program setara S1 (strata satu). 

Pengelolanya ada yang terang-terangan, ada pula yang bermitra dengan institusi 
lokal. Potret ini mempertegas kenyataan bahwa pemerintah terlambat 
mengantisipasi fenomena pendidikan asing di Indonesia. Padahal, lebih dari 
2.300 perguruan tinggi --baik negeri maupun swasta-di tanah air harus siap-siap 
menghadapi itu.

Menurut Guru Besar Emeritus Universitas Negeri Jakarta Prof Dr H. 
A. R. Tilaar, proses globalisasi yang merembet dengan terbukanya pasar bebas di 
dunia pendidikan sudah sangat nyata. Contoh konkret, saat ini program-program 
studi yang sangat laku di pasaran makin bertambah gemuk. Sebaliknya, program 
yang tidak laku dijual semakin kurus. Program-program studi seperti itu sengaja 
didesain untuk kepentingan komersial.

Ironisnya, proses komersialisasi pendidikan ini tidak hanya di 
pendidikan tinggi tapi sudah mulai sejak pendidikan pra sekolah yang 
diembel-embeli produk impor. "Inilah yang saya sebut pendidikan mengikuti ide 
Darwinisme sosial. Pendidikan pun diberikan cepat saji, seperti McDonaldisasi. 
Disajikan cepat namun miskin isi," tandas Tilaar.

Dari kaca mata pakar pendidikan ini, masuknya kekuatan pasar global atau 
liberalisasi, budaya korporasi, dan kekuatan industri memang telah mengarahkan 
misi pendidikan tinggi. Maka tak heran, bila etika dan moral d dunia pendidikan 
tinggi dikuasai oleh etika dan moral bisnis yang berdasarkan mencari keuntungan 
dan efisiensi. Akuntabilitas pendidikan tinggi yang diagung-agungkan adalah 
akuntabilitas dari pemegang modal.

Karena itu, Tilaar mengingatkan bahwa invasi pendidikan tinggi ke Indonesia 
akan berdampak buruk jika tidak diatur untuk dapat memanfaatkan nilai-nilai 
positifnya, serta menghindari nilai-nilai negatifnya.

Hal senada juga disampaikan Rektor Unika Atma Jaya Jakarta Bernadette N. 
Setiadi. Dia menilai, liberalisasi pendidikan ini akan membuka akses bagi 
pemilik modal besar untuk mendiktekan kepentingan dan kebutuhannya kepada 
pendidikan tinggi berikut sumber dayanya (SDM). "Bukan mustahil, ke depan 
pendidikan bisa mengesampingkan pencarian kebenaran (truth) dan upaya 
memanusiakan manusia secara utuh yang menjadi fungsi fundamental pendidikan," 
katanya.


Padahal, harapan masyarakat terhadap pendidikan ini tidak hanya 
menghasilkan SDM yang memiliki keterampilan teknis dan profesional, 
tetapi juga anak didik yang berkembang sebagai manusia yang utuh dan 
memiliki tanggung jawab sosial. "Jadi, tidak hanya memperlakukan anak didik 
sebagai konsumen belaka," kata Bernadette.


Liberalisasi pendidikan, kata dia, mestinya tidak bisa disamakan dengan 
pembebasan sistem perdagangan komoditas barang. Sebab, kesalahan kebijakan pada 
sektor pendidikan akan menimbulkan dampak yang sangat hebat dan panjang. "Bukan 
hanya menyangkut persoalan ekonomi tapi juga masa depan bangsa."

Meski terkesan menyeramkan, perdagangan bebas jasa pendidikan 
harus disikapi lebih arif. Rektor Universitas Gajah Mada Prof Dr Sofian 
Effendi, misalnya. Dia memandang, bila liberalisasi itu dilaksanakan dalam 
kondisi interdependensi simetris antar negara atau lembaga pendidikan memang 
dapat membuka pintu menuju ke pasar kerja global.

"Khususnya ekonomi negara maju yang mampu mengembangkan ekonomi berbasis ilmu 
pengetahuan," katanya.

Harus diakui bahwa angka partisipasi pendidikan tinggi Indonesia tahun 2004 
baru mencapai 14 persen. Jauh di bawah Malaysia dan Filipina yang sudah 
mencapai 38-40 persen. Karena kemampuan keuangan pemerintah terbatas, ekspansi 
dan peningkatan mutu pendidikan Indonesia tidak mungkin mengandalkan sumber 
dana domestik.

"Ekspansi dan peningkatan mutu akademik tampaknya hanya mungkin dilakukan bila 
layanan pendidikan tinggi oleh provider luar negeri dapat dimanfaatkan oleh 
negara berkembang seperti Indonesia,"jawabnya.

Sofian juga memaklumi, salah satu manifestasi globalisasi perguruan tinggi 
adalah berkembangnya pasar tanpa batas. Keterbatasan dana, peningkatan 
permintaan akan pendidikan bermutu, serta kemajuan teknologi informasi menjadi 
faktor pendorong pertumbuhan borderless market dalam pendidikan tinggi. Jadi, 
tak heran bila perguruan tinggi Amersika Serikat dan negara maju lainnya 
menjadi agresif memanfaatkan the new emerging market ini. 

"Sekarang bisa kita lihat pendirian kampus-kampus cabang perguruan tinggi 
asing, waralaba pendidikan, atau kesepakatan twinning dengan perguruan tinggi 
lokal, atau penyediaan e-learning jarak jauh akan makin menjamur," paparnya.

Implikasi jangka panjang dari era pasar bebas ini belum bisa 
diprediksi. Namun, Sofian menyarankan, kebijakan antisipatif harus dirancang 
secermat mungkin agar globalisasi tidak sampai menghancurkan sektor pendidikan 
tinggi nasional seperti yang terjadi dengan globalisasi sektor pertanian. 
(widaningsih)

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
What would our lives be like without music, dance, and theater?
Donate or volunteer in the arts today at Network for Good!
http://us.click.yahoo.com/MCfFmA/SOnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Reply via email to