http://www.indomedia.com/bpost/052005/7/opini/opini1.htm
Sabtu, 07 Mei 2005 02:22


Mengenal Dayak Siang Murung Dan Kehidupan Masyarakatnya
Oleh: Soni Amelia

Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa, nyaris tidak ada daerah atau 
propinsi yang tidak memiliki kekhasan etnisitas. Keragaman etnis ini 
membuktikan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Di Pulau Kalimantan terkenal 
dengan banyak suku Dayak, salah satunya Dayak Siang Murung.

Suku Dayak Siang Murung merupakan suku Dayak besar bagian Ot Danum yang 
berada di Kalteng. Mereka menempati DAS Barito kawasan Murung Raya/hulu 
Barito dan pusat kotanya Puruk Cahu (Nila Riwut 2004:89). Sedangkan Tjilik 
Riwut (1993), Ot Danum artinya hulu air atau hulu sungai. Ot artinya hulu, 
Danum artinya air. Dengan sendirinya mereka tinggal di Bi - aju. Artinya, Bi 
= dari, aju = udik, jadi Bi - aju artinya dari udik.

Berbicara tentang Dayak Siang Murung, merupakan topik yang jarang 
didiskusikan. Mungkin salah satunya kesulitan referensi tertulis, berhubung 
budaya Dayak cenderung ke arah bertutur. Apalagi dengan timbulnya persepsi 
di luar Tanah Dayak, citra suku ini bisa dikatakan sama dengan kebiadaban. 
Di Jawa, misalnya, ada istilah ndayak atau ndayak-ndayakan untuk 
menggambarkan seseorang hitam-legam makan ayam atau daging mentah dan hanya 
bercawat.

Di perdesaan Jateng yang disebut Pangeran Dayak, tidak lebih dari seekor 
kelelawar terkenal. Juga di berbagai daerah tanah air, bahwa 'orang Dayak 
pemakan orang', bertaring serta berambut panjang. Buku 'Matahari Terbit' 
bacaan pegangan untuk murid Sekolah Rakyat (SD sekarang), menggambarkan 
orang Dayak itu hitam legam bersenjata panah. Sedangkan di dunia barat, 
orang Dayak dilukiskan sebagai manusia liar atau sauvage. Oleh Barat, 
kebiadaban ini ditujukan juga dengan adanya adat potong kepala atau mengayau 
(Kusni 1994).

Persepsi seperti itu, terkadang membuat orang Dayak menjadi frustasi, malas 
mengaku diri sebagai Dayak. Bagi penulis, sebagai anak manusia yang 
kebetulan bernama Dayak, justru bisa mempunyai dan memperkuat harga diri dan 
makin memantapkan langkah untuk membangun masyarakat manusiawi. Langkah yang 
mungkin bisa dilakukan adalah memperkenalkan bagaimana kehidupan Dayak apa 
adanya. Dalam tulisan ini, fokus penulis kepada masyarakat Dayak Siang 
Murung khususnya di daerah perdesaan.

Desa Dirung Bakung
Desa Dirung Bakung terletak di Kecamatan Tanah Siang, Kabupaten Murung Raya, 
Kalteng. Ada sejak zaman penjajahan Belanda yaitu sekitar 1940-an. Di desa 
ini tinggal suku Dayak yang bernama Siang Murung yang pada masa itu memang 
terbatas/terpisah pada masa itu. Kini mereka menjadi satu.

Orang Murung membuat perkampungan mereka di sepanjang DAS Barito yaitu di 
sisi kanan Sungai Barito, yang disebut dengan Desa Murung (Lebu Murung). 
Sedangkan orang Bakumpai (suku Dayak yang memeluk agama Islam), juga membuat 
perkampungan di sepanjang DAS Barito yaitu di sisi kiri sungai Barito yang 
disebut dengan desa Bakumpai (Lebu Bakumpai) sampai Kota Puruk Cahu.

Puruk Cahu merupakan pusat kota dari Desa Dirung Bakung yang berkaitan 
dengan sejarah desa itu. Desa Dirung Bakung berada di anak Sungai Barito, 
yang dulu tidak ada namanya. Dari muara sungai banyak terdapat pohon bamban 
(tumbuhan hutan) sampai puncak ongkong (batu) bamban. Lalu sungai ini diberi 
nama Bamban atau yang lebih populer disebut Sungai Bumban (dalam Bahasa 
Siang Murung, bamban disebut bumban).

Desa ini dulunya hanya hutan belantara, salah satunya ditumbuhi pohon 
bakung. Dirung artinya teluk, bakung adalah sejenis pohon pisang tetapi 
rendah dan tidak berbuah. Pada masa kayau, masyarakat setempat hanya menanam 
pohon bakung di teluk sungai untuk membuat benteng pertahanan. Teluk 
bakung/teluk sungai berada di Desa Dirung Bakung.

Dalam kehidupan sehari-hari, suatu kebiasaan orang Siang Murung yang 
berjalan seperti orang berbaris/berderet memanjang ke belakang, merupakan 
hal yang aneh bagi kebanyakan orang, tetapi inilah yang terjadi dan nyata 
adanya. Hal itu dikarenakan warga terbiasa berjalan di hutan melewati jalan 
setapak yang hanya bisa di lewati satu orang. Anehnya kalau mereka berjalan 
di jalan yang cukup besar pun, seperti desa mereka sendiri dan bisa dilewati 
banyak orang, mereka tetap berjalan seperti orang berbaris/berderet 
memanjang ke belakang.

Masyarakat Desa Dirung Bakung secara umum sebagai petani, mengingat sekitar 
desa mereka banyak kebun karet. Di samping itu ada yang bekerja sebagai 
petani peladang (berpindah), berkebun, mencari ikan di sungai serta 
mendulang emas dan intan secara tradisional. Sedikit sekali yang bekerja di 
sektor pemerintahan.

Kekayaan Sekaligus Kemiskinan
Pada dasarnya orang Siang kaya dengan berbagai SDA yang tersedianya di 
sekeliling mereka, dan berbagai kekayaan tradisi budaya. Sebaliknya secara 
realitas mereka mengalami kemiskinan, tidak hanya secara struktural juga 
kultural.

Proses kemiskinan terjadi, misalnya, dalam bekerja yang penting hidup 
secukupnya. Uang banyak atau tidak, tidak jadi masalah yang penting dapat 
uang. Artinya, tidak membantu atau menopang taraf hidup, tidak ada 
rangsangan untuk mencapai yang lebih sekadar untuk makan sehingga 
produktivitas tidak optimal. Mereka cenderung menerima hidup apa adanya.

Umumnya masyarakat Desa Dirung Bakung dalam memasarkan hasil kerja mereka 
cenderung terserah pembeli, tidak ada tawar menawar masalah harga antara 
penjual dan pembeli. Ini semua disebabkan harga yang ditawarkan pembeli, 
menurut masyarakat setempat, sudah tinggi. Pengalaman penulis ketika membeli 
buah kelapa muda sebanyak enam butir. Harga pasar satu butir kelapa muda 
Rp2.500, berarti penulis harus membayar Rp15.000. Tapi yang terjadi tidak 
demikian, uang dikembalikan Rp5.000, penjual mengambil hanya Rp10.000. 
Penulis bertanya: "Ome iko mehen orong duit eh? Doko, haju arob eh." 
Artinya, kenapa tidak diambil semua saja uangnya bu? Ibu muda penjual kelapa 
muda itu menjawab: "Tidak apa-apa, ini saja sudah cukup dan banyak."

Faktor yang menyebabkan terjadinya kemiskinan struktural antara lain, 
ketidakadilan sistem ekonomi dan pemerintahan desa. Harga karet atau buah 
ditentukan oleh pembeli secara sepihak, dan tidak terjadi tawar menawar. 
Selain harga, alat timbang karet juga tidak dipermasalahkan. Sedangkan 
sistem pemerintahan desa yang seadanya, bisa dimaklumi karena faktor 
keterisolasian.

Sedangkan yang menyebabkan terjadinya kemiskinan kultural antara lain tidak 
ada target hidup, sikap pasrah terhadap kemiskinan. Seorang petani karet 
mengatakan: "Kaon nako ulun kane bolum jadi melarat, tapi awen malarat dari 
ajuh tatu awen bolum malarat." Artinya, pada dasarnya tidak ada orang yang 
bercita-cita untuk menjadi miskin, tetapi mereka miskin karena memang dari 
pendahulu mereka sudah miskin.

Kebiasaan masyarakat setempat seperti judi, kawin muda dan pendidikan rendah 
menjadi bagian penting terjadinya kemiskinan. Mereka menganggap pembeli 
karet adalah penyelamat mereka. Pendidikan yang rendah, menyebabkan mereka 
dalam memasarkan hasil kerja sering terjadi penipuan oleh pembeli.

Terhadap kenyataan demikian, hal tersebut sesuai yang dikatakan Chambers 
(1988) dalam mengelompokkan sebab kemiskinan: Kelompok ketidakberdayaan 
terhadap kekuatan eksploitatif; Kemiskinan telah melahirkan kemiskinan; 
Kelompok rentan; Terisolasi.

Sementara Usman (dalam Atang, 1999) menyatakan, pada level analisis individu 
ditandai dengan parohial, apatisme, falisme, atau pasrah pada nasib, boros 
dan tergantung pada inferior. Sedangkan pada level keluarga yang besar dan 
masyarakat ditandai oleh tidak terintegrasinya secara efektif dengan 
institusi masyarakat. Mereka sering diperlakuan sebagai objek yang perlu 
digarap, daripada subjek yang diberi peluang untuk berkembang.

Terhadap keadaan demikian, kita dituntut memiliki tanggung jawab sosial 
untuk menuntaskan pengalaman dan kenyataan hidup masyarakat Siang Murung 
juga masyarakat Dayak pada umumnya. Sesungguhnya akan lebih mulia jika 
mereka tidak dijadikan objek, tetapi sebagai subjek. Kemudian muncul dengan 
kebesaran kekayaan SDA dan tradisi etnisitas yang selama ini terpendam.

Alumnus FISIP Unmuh Malang, tinggal di Banjarmasin e-mail: 
[EMAIL PROTECTED]


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Has someone you know been affected by illness or disease?
Network for Good is THE place to support health awareness efforts!
http://us.click.yahoo.com/OCfFmA/UOnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke