Heinz Frick,
“Arsitektur dan terutama pembangunan kota
mungkin adalah perusak lingkungan nomor dua “

Reportase dan tulisan   : DANU PRIMANTO

“Permisi Pak, dimana kantor Pak Frick ?”
”Terus saja, lalu turun ke basement. Masuk lalu
sebelah WC ada LMB (Lembaga Pendidikan Lingkungan
Manusia Binaan). Beliau berkantor di sana“.
Sekilas percapakan dengan seorang satpam UNIKA
Soegijopranoto yang di siang terik tersebut bertugas
di bawah kerindangan pohon halaman kampus. 
        Memasuki kantornya yang sederhana, bukan hamburan
teknologi canggih dan AC, melainkan disambut oleh
senyum ramah Pak Frick, puluhan poster, leaflet dan
buku tersebar di seluruh ruangan. Tidak formal, tetapi
informalitas yang ditawarkan oleh sosok yang lahir di
Zurich 15 November 1943 ini. 
        Duduk di sebuah meja oktagonal kayu sederhana,
mulailah wawancara dengan Dr. Ir. Heinz Frick,
dipl.arch. FH / SIA ihwal dunia arsitektur dengan
Bahasa Indonesia fasih berlogat londo (asing).
(Sigma-S, Heinz Frick-H)

S: Selama ini Pak Frick dikenal sebagai arsitek yang
sangat ekologis, pilihan ke ekologis berlatang
belakang apa ?
H: Itu terjadi di Indonesia pada tahun 1983 saat saya
diminta untuk berbicara di suatu seminar tentang
arsitektur ekologis. Saya terima tugas itu seperti
biasanya. Saya tahu tentang  arsitektur ekologis,
tetapi saya belum pernah membaca dan belajar tentang
hal itu. Lalu saya membaca tentang ekologi arsitektur
dan jadi tahu bahwa itu benar. Saya  segera mengubah
tujuan dari studio wiraswasta saat itu ke arsitektur
ekologis. Berarti sebenarnya pilihan arsitektur
ekologis itu muncul dari tugas yang diberikan di
Indonesia.

S: Apakah keuntungan finansial dari pilihan ke
arsitektur ekologis ?
H: Mungkin menguntungkan, karena waktu itu akhir
70-80-an mulai terjadi resesi di Eropa dan tidak
banyak karya arsitektur yang diberikan pada arsitek,
sehingga banyak yang menganggur. Tetapi semua arsitek
yang bergerak di bidang arsitektur ekologis hampir
tenggelam dalam pencarian. Orang yang membangun rumah
mulai sadar pengaruh rumah atas kesehatan mereka. Oleh
karena itu mereka cari orang yang tahu tentang hal
itu. Saya biasa memilih klien yang saya rasa bisa
menjadi sahabat saya. Jika saya melihat ada pandangan
yang berbeda atau orang itu tidak cocok dengan saya,
maka saya akan menunjukkan arsitek lain kepadanya.
Mungkin dari enam tugas yang ditawarkan, saya hanya
menerima satu. Memang di situ saya beruntung, tetapi
di situ pula saya kerja sendiri, berarti juga tidak
punya orang kantor. 
Saya tidak menerima tugas mengerjakan rumah yang
dipatok, misalnya sebuah rumah harus selesai tanggal
30 Oktober. Ini tidak mungkin karena membangun rumah
itu seperti menanam bunga. Jika saya menanam bunga,
saya perintah bunga itu untuk mekar pada tanggal 30
Oktober, semua orang pasti bilang “Ini orang
gila” dan tidak mungkin. Ini tidak wajar.
Seorang arsitek hanya bisa memberi pupuk atau
melindungi dinding itu dari angin dingin dan kencang
supaya pekerjaan itu berjalan terus. Jangan menuntut
hari itu selesai, karena pasti ada kerugian kualitas. 

Dunia pendidikan tinggi ditekuninya setelah
menyelesaikan studi pada Akademi Seni Rupa Zurich,
setelah itu bapak beranak dua ini magang sebagai
tukang kayu di sebuah bengkel kerja. Sebelumnya pada
tahun 1960-1963 magang juga sebagai juru gambar.
Merupakan kombinasi yang tepat antara arsitektur dan
pertukangan karena ilmu arsitektur sendiri tidak jauh
dari pertukangan. 

S: Adakah pengaruh sampai sekarang dari pertukangan
kayu yang didapat waktu kecil ?
H: Saya selalu berdiri di atas dua kaki, waktu saya
masih muda, saya mencari kemungkinan untuk bekerja di
negara  berkembang. Semua orang bilang profesi yang
paling cocok dengan saya adalah bidang bangunan.
Sesudah SMP saya mengikuti sekolah kesenian satu tahun
untuk belajar pertukangan. Kemudian  saya magang, ada
dua profesi yaitu juru gambar dan tukang kayu. Di
samping itu, saya bersekolah malam. Di Eropa bisa juga
studi waktu malam, yang berarti ada kerja sepanjang
hari. Dari pukul 19.00-23.00 masuk sekolah malam
setiap hari. Biasanya sabtu pagi libur kerja, dua
kesempatan ini saya pakai untuk ke sekolah S1. Saya
dapat dua hal sekaligus, belajar arsitektur dan
prakteknya. Untungnya lagi, saya berasal dari keluarga
pembangunan. Ayah saya tukang batu, saya jadi tahu
batu dan beton. Nenek juga ada yang jadi tukang kayu
dan tukang besi. 

        Ketertarikannya terhadap dunia arsitektur, terutama
soal perkayuan, membawa Heinz Frick pergi ke
Kalimantan untuk sebuah proyek di sana pada
tahun1970-1976. Ada beberapa bangunan yang
diselesaikan, antara lain Gereja Kalimantan Evangelis
di Mandomai, STM Kayu dan tiga jembatan browsing
rangka batang yang besar. Latar belakangnya sebagai
seorang guru pada STM Kayu di Swiss pada tahun
1979-1984 turut membantu dalam keterlibatannya di
dunia pendidikan.

S: Kenapa Pak Frick memilih  pergi ke Kalimantan?
H: Itu kebetulan. Waktu selesai dengan pendidikan,
saya mencari lapangan kerja di negara berkembang.
Ternyata  tidak terlalu mudah. Saya mencari dua tahun,
baru ada satu tugas di Kalimantan untuk membangun STM
Kayu. Oleh karena itu saya bisa menggunakan dua
kemampuan saya, arsitektur dan kayu. Dua hal ini saya
gunakan juga untuk mendidik orang Dayak tentang kayu.
Semua pengalaman yang saya dapat  bisa diterapkan di
situ.

S: Pak Frick juga membuat jembatan di sana ?
H: Ya, tapi pertama kali saya membangun sekolah dulu.
Kemudian waktu itu, ada lomba untuk membuat jembatan
baru. Usul saya yang menang, karena saya melontarkan
ide untuk membuat jembatan yang sudah bisa dilalui
oleh mobil, walau waktu itu belum ada kendaraan. Saya
bilang jembatan yang baik tahan 50 tahun dan dalam
tempo 50 tahun itu pasti kendaraan sudah lalu lalang.
Ketika usul saya diterima, pembangunannya saya
laksanakan bersama dengan petani-petani di sana. 

        Minat terhadap arsitektur tradisional yang
berbasiskan material, teknologi dan kearifan lokal
telah mendorong Heinz Frick untuk menempuh pendidikan
pasca sarjana di Universitas Teknik Federal Zurich
(1985-1986). Ia melakukan penelitian mengenai
arsitektur tradisional di pegunungan Kerajaan Nepal.
Tidak puas berhenti di situ, komitmen untuk menggali
keberagaman arsitektur lokal dilanjutkan dengan
disertasi S3 yang diperoleh dari Universitas Teknik
Eindhoven tentang pola struktural dan teknik bangunan
di Indonesia.

S: Kenapa memilih Nepal untuk  program pasca sarjana 
?
H: Itu program yang saya ikuti di Universitas Zurich
untuk belajar tentang “Bantuan di Negara
Berkembang”. Program itu dijadikan studi pasca
sarjana. Orang yang ikut program itu harus tinggal
selama minimal tiga bulan dan bekerja di sana.
Hasilnya dibuat laporan atau semacam karya diploma.
Waktu itu saya diterima lewat program itu, saya harus
tanda tangan untuk bersedia tidak dikirim ke Indonesia
karena dengan pengalaman yang saya dapat, saya tahu
lebih banyak dari professor di sana. Akhirnya saya
dikirim ke Nepal, membuat studi tentang arsitektur
tradisional, dan diakui sebagai S2.

S: Kenapa Pak Frick  belajar arsitektur mulai dari
budaya?
H: Waktu itu tahun 80-an di sini (UNIKA)
diselenggarakan diskusi tentang “Arsitektur
Indonesia”. Sangat hangat. Saya merasa diskusi
itu menarik. Saya sangat tertarik karena banyak usaha
untuk mencapai itu gagal. Banyak penelitian tentang
“Arsitektur Indonesia” berangkat dari
bentuk. Jika kita mau mendefinisikan “Arsitektur
Indonesia” dari bentuk, misalnya dengan memilih
salah satu, kita ambil Arsitektur Jawa adalah yang
benar. Maka “Arsitektur Indonesia” di luar
itu, misalnya rumah panggung, akan dianggap sebagai
arsitektur yang primitif. Sistematika itu tidak bisa
diterima. Oleh karena itu semua gagal. 
Lalu saya mencoba membuat metode baru, yaitu bahasa
arsitektur yang dapat dibicarakan oleh semua orang
Indonesia, “Menuju Arsitektur Indonesia Lewat
Bahasa”. Tapi kemudian muncul pertanyaan, bahasa
arsitektur yang bagaimana? Saya mencoba menjawabnya
dari titik persamaan. Bentuk berbeda, tapi
sambungan-sambungan dan konstruksi sama.
Sambungan-sambungan pada prinsipnya mirip dimana-mana.
Jadi saya berangkat dari situ. Kemudian ada elemen
arsitektural yang linier, batang dan strip bambu, lalu
ada konstruksi bidang. Semua hal itu tidak banyak
berbeda apakah di Papua, Jawa maupun Sumatera. Berarti
memang ada titik persamaan. 
Dari situ, saya bisa membuat yang linier menjadi
struktur dan yang bidang membentuk rumah. Dari sini
sekarang timbul keberagaman. Bisa dibandingkan dengan
bahasa. Satu kata merupakan elemen yang linier.
Bayangkan anda dapatkan satu kelas SD dengan 20 anak,
mereka diberi 200 kata dan diberi tugas membuat suatu
karangan. Dapat 20 karangan yang berbeda, walaupun
semuanya menggunakan 200 kata yang sama. Berarti
kata-kata atau batang itu semua sama, tapi dengan
kata, saya bisa membentuk kalimat. Kalimat merupakan
elemen arsitektural yang datar, konstruksi dinding dan
lantai. Kemudian karangan merupakan rumah atau ruang.
Dari kata yang satu dimensi menjadi kata yang dua
dimensi, lalu menjadi kalimat yang tiga dimensi. Itu
jadi bahan S3 saya. 

S: Bagaimana Pak Frick melihat karya-karya Y.B.
Mangunwijaya?
H: Ya mungkin agak mirip dengan saya karena latar
belakang pendidikannya. Romo Mangun melakukan studi
arsitektur di Jerman, di Barat. Studi arsitektur di
Barat itu berbeda dengan studi arsitektur di
Indonesia. Di Eropa seorang arsitek bertanggung jawab
terhadap segala sesuatu yang terjadi pada bangunan.
Dia mengatur tukang dan memperhatikan kualitas
bangunan, sedangkan orang sipil adalah pembantu dari
arsiteknya. Kalau ada gedung telah selesai, kemudian
ada retak pada dinding atau lantai, pemilik gedung
akan menelpon si arsitek dan membicarakan keluhannya.
Si arsitek tersebut harus bertanggung jawab atas
proyek bangunan tersebut selama lima tahun. 
        Oleh karena itu Romo Mangun selalu mementingkan
kualitas pada bangunan. Dan kualitas bangunan tidak
selalu mirip dengan kecanggihan. Kadang-kadang
asitektur dapat menjadi sederhana, praktis dan
fungsional, tergantung dari kepribadian penghuni. Tapi
sayangnya, di sini arsitek hanya bertangung jawab pada
keindahan. Bagaimana ini ? Karena itu, pencapaian
pengertian arsitektur Romo Mangun dan saya sama sekali
berbeda dengan di sini.

Selain dikenal sebagai seorang arsitek, Heinz Frick
juga mempunyai ketertarikan dengan persoalan tata
kota, terutama dari pandangan ekologis yang menjadi
perhatian khususnya selama beberapa tahun ini. Nada
bicara dan pilihan kata yang cermat ketika berbicara
merupakan cermin atas ketajaman mengupas persoalan
sisi ekologis kota. Dari konsentrasinya pada aspek
bangunan, tahun 1983 Heinz Frick mengikuti kursus tata
kota dan wilayah permukiman pada Sekolah Tinggi Teknik
Arsitektur di Rapperswil (Swiss). Darinya, tersirat
keputusan bervisi jauh ke depan tentang ekologi
arsitektur.

S: Apakah ada pengaruh arsitektur ekologis terhadap
perkembangan kota ?
H: Ada, itu yang makin lama makin penting. Kenapa?
Karena arsitektur dan terutama pembangunan kota
mungkin adalah perusak lingkungan yang nomor dua.
Nomor satunya pertanian.
Kalau kita melihat keadaan kota di Indonesia sekarang,
semua tata kota di sini adalah impor dari Barat karena
pendidikan tata kota dan kurikulum adalah impor.
Pendidikan tata kota tidak berbasis keadaan atau
pengertian kota tradisional Indonesia. Saya sekarang
sedang membimbing mahasiswa S3 di Jerman tentang
sistem tata kota yang baru di Indonesia. Saya berharap
dari karyanya, ada hasil-hasil yang dapat dicapai.
Tata kota yang diterapkan di sini adalah sistem kota
dimana ada bagian industri, pusat perbelanjaan,
pemerintahan, dan sebagainya. 
Sistem itu berdasar pada pertemuan di Athena.
Pernyataan itu dilontarkan, kalau tidak salah tahun
1946 sesudah Perang Dunia II, sebagai sebuah konsep
membangun kembali kota-kota yang sudah rusak dan
hancur karena perang. Tetapi sesudah sekitar satu
generasi, yaitu sekitar tahun 1980-an kita melihat
bahwa sistem itu tidak berfungsi dan mengakibatkan
shock kota, serangan jantung kota. Kenapa? Karena jika
kegiatan di dalam kota terpisah-pisah dari satu tempat
ke tempat lain, setiap orang harus lari-lari dari satu
tempat ke tempat lain. Setiap orang butuh setidaknya
dua mobil karena pertimbangan kerusakan. Mobil
dibutuhkan agar orang selalu bisa ke tempat lain. Ini
mengakibatkan lalu lintas yang bukan main macetnya,
lalu semua sistem tidak berfungsi lagi. 
Sejak itu kita melihat bahwa kota harus tumbuh sebagai
sesuatu yang alami. Kalau misalnya saya mau membangun
pabrik, di sekeliling  pabrik itu harus saya bangun
rumah untuk buruh, supaya buruh tidak jauh ke pabrik,
bisa jalan kaki. Sebaiknya pemilik pabrik juga harus
menghuni di situ, bukan untuk alasan kedekatan jarak,
tapi biar dia menghirup udara dan minum air yang dia
cemari. Dengan begitu, dia pasti menghindari masalah
“lingkungan” karena pada prinsipnya dia
tidak mau menganggu kesehatan diri sendiri. Setelah
pabrik dan permukiman, otomatis muncul toko-toko,
sekolah dan prasarana lain yang nantinya akan tersebar
sebagai sebuah jaringan yang tumbuh.  
Akhirnya ada suatu sistem yang berfungsi karena semua
ini ada di dalam walking distance, berarti kita bisa
berjalan kaki atau bersepeda kalau mau ke gereja,
masjid, pusat perbelanjaan. Jadi tidak perlu banyak
mobil yang merusak lingkungan dan mencemari udara.

S: Apa problematika ekologis kota yang paling dominan
di kota metropolis ?
H: Masalah mobilitas, bagaimana kita mendapatkan suatu
sistem untuk menggeser orang dari titik satu ke titik
kedua. Bila berbicara mobilitas, saya pikir kita harus
melihat sejarah dimana mobil itu diciptakan, terutama
di Amerika. Amerika adalah negara luas dengan sedikit
orang. Di Amerika, kalau saya mau bertemu dengan
kawan, dia 35 km jauhnya, tentu sulit berjalan kaki.
Saya butuh sesuatu, butuh “kendaraan untuk orang
sedikit dengan jarak yang lumayan jauh”, maka
dari itu ada mobil. 
Tapi kenyataannya, sistem ini tidak berfungsi di Jawa.
Terbalik. Pertama, di sini memang padat penduduk.
Kedua, banyak pula orang yang melakukan perpindahan
dari satu tempat ke tempat yang lain. Fenomena ini
terjadi misalnya saat ada upacara kematian. Upacara
itu melibatkan 20-30 mobil besar. Contoh lain, saat
ada kunjungan pemerintah dengan 10 bis besar.
Jumlah-jumlah mobil yang banyak ini membuktikan bahwa
konsep dasar mobilitas tidak tercapai, terbukti dengan
terjadinya macet. 
Berbeda halnya bila kita melihat sistem transportasi
dengan kapal/kereta api, misalnya satu kapal/kereta
api dapat memuat ribuan orang, ini berarti sistemnya
cocok.   

S: Bagaimanakah konsep kota Indonesia yang ideal ?
H: Suatu penelitian yang agak kuno, tapi saya kira
masih berlaku, yaitu penelitian Bariloche. Penelitian
ini membuat suatu model kota dengan lingkaran
inti.Dari titik ini akan ada perkembangan-perkembangan
lain sampai titik puncak yang dinamakan klimaks. Satu
kota tidak boleh melebihi 750 ribu penduduk, tapi itu
model barat. Mungkin karena Indonesia terbiasa dengan
hidup berkerabat, angka itu bisa ditinggikan 1-1,5
juta, asal masih bisa berfungsi dengan bagus. Tapi
sesudah angka itu lebih, kota itu seperti terpecah,
tidak ada fungsinya. Lalu timbul pertanyaan, apakah
tidak sebaiknya suatu kota sesudah tumbuh sampai batas
seperti itu dihindari perkembangannya lagi ? Lebih
baik dimulai satu kota kembar, adanya satu kota lagi
yang tumbuh dan berfungsi otonom.

S: Apakah adopsi konsep sub urban Amerika sama dengan 
kota-kota di Indonesia ?
H: Tentu, bukan diadopsi, tapi ditiru. Karena adopsi
berarti kita melihat sesuatu dan diubah supaya cocok
untuk diri sendiri. Tapi itu tidak terjadi di sini.
Lihatlah arsitektur kontemporer Indonesia, itu adalah
gaya Mediteranian, Inggris dan Spanyol Kolonial.
Inilah arsitektur kontemporer Indonesia !  

        Sejak tahun 1996, Heinz Frick menjadi dosen tetap di
Unika Soegijapranata dalam bidang eco-design dan
struktur bangunan. Perhatian yang besar pada
masalah-masalah ekologi mendorongnya untuk membuat
sebuah wadah dimana orang-orang yang berminat tentang
ekologi bisa saling bertemu, belajar dan
menyebarluaskan gagasan. Pada tahun 2000, Heinz Frick
bersama dengan Djoko Suwarno, Tri Hesti Mulyani, Sri
Gayatri, Christophorus Koesmartadi, Dono Sayoso dan
Yovita Indrayati yang kesemuanya merupakan staf
pengajar UNIKA Soegijapranata mendirikan Lembaga
Pendidikan Lingkungan Manusia Binaan (LMB).

S: Sejak kapan Pak Frick  terlibat di LMB  ? 
H: Kelahiran LMB ini merupakan suatu kelahiran
kebetulan. Saya ditawarkan pada tahun 1995 untuk
datang ke UNIKA untuk mengisi tentang PIP
eco-settlement. Seperti sebuah wadah kosong yang belum
diisi karena kekurangan orang yang ahli tentang hal
itu. Saya lalu datang untuk mengisi dengan mendidik
para dosen dan beberapa kuliah langsung kepada para
mahasiswa. Saya juga menambah beberapa buku teknik dan
tulisan mengenai masalah itu. Saya merasa itu
merupakan tugas yang menarik. Pada awalnya saya mulai
mendidik dengan bantuan dari Selandia Baru dengan
jarak jauh. Ada delapan dosen yang dididik bidang
ekologi. Sesudah mereka selesai dan lulus tahun 2000,
dilaksanakanlah seminar internasional yang pertama di
sini. Dari situ lahir LMB yang akhirnya jadi lembaga
pendidikan di luar struktur universitas. Tidak duduk
di bawah salah satu fakultas, tapi langsung di bawah
rektor. Oleh karena itu, semua dosen dari semua
fakultas bisa ikut dalam LMB ini sehingga kita bisa
betul-betul belajar interdisipliner.

S: LMB punya misi apa ?
H: Pada mulanya kami ingin membuat lembaga pendidikan
yang menjual modul masalah ekologis dan bangunan.
Akhirnya berkembang. Kami mengadakan diskusi, tapi
bukan hanya diskusi tentang pemilihan bahan saja, tapi
juga sampai mengadakan kursus masak. Apa sebab? Karena
tidak berarti ketika kita susah payah membuat rumah
sehat, ada orang yang merokok, dia langsung meracuni
rumah itu lagi. Dengan susah payah dibuat rumah yang
sehat, lalu dia meracuni. 
Atau contoh lain, kita tidak merokok, kita merasa
hidup sehat, tapi kita makan bahan-bahan yang beracun.
Itu juga tidak berfungsi. Semua dididik sampai pada
akarnya.
Saya akhirnya menyimpulkan bahwa bahasan tentang
makanan, mobilitas, tanaman dan lain-lain masuk di
dalam pendidikan ini. Tapi sayangnya, ternyata
pendidikan semacam ini tidak dibutuhkan di Indonesia.
Pendidikan di sini adalah terutama untuk memberi
gelar, bukan menambah pengetahuan. Pengetahuan
ekologis itu seharusnya menjadi ilmu penting yang
harus dan bisa diterapkan, gelar itu sama sekali tidak
penting. Namun ini rupanya sama sekali tidak
berfungsi. Kami kirim ratusan leaflet, kemana-mana di
Indonesia. Tidak ada satu institusi pun yang menjawab.
Berarti ini gagal.
Oleh karena itu kami ingin mengadakan seminar
internasional lagi, kami ingin membuat program tentang
alam sebagai guru kita. Itu mulai kita sebarkan kepada
anak-anak  SD, dengan harapan di kemudian hari, guru
SD ingin tahu caranya mendidik muridnya mengenai
masalah ekologis tadi. Baru setelah itu kami dapat
mengadakan kursus lagi. Apa ini berfungsi ? Belum
tahu. Kami mencoba

S: Jadi semacam eksperimen di LMB ?
H: Ya, karena di sini belum ada satu organisasi yang
bergelut dalam ekologi dan bangunannya. Oleh karena
itu trial and error, mencoba bagaimana caranya untuk
mencapai sesuatu. 

S: Support dari pemerintah pada LMB ?
H: Belum ada. Dari universitas sendiri kadang-kadang
juga sulit. Oleh karena itu keuangan untuk mengelola
LMB selama ini selalu saya urus dari luar negeri. Di
situ cukup banyak orang yang peduli dengan lingkungan
di Indonesia. 

        Jam dinding menunjukkan pukul 13.00, tidak terasa
perbincangan hangat selama 1,5 jam harus berakhir.
Salam hangat dan senyuman menjadi penutup siang itu.
Penulis beberapa seri buku tentang arsitektur ekologis
itu pun meninggalkan ruangannya untuk menularkan
gagasan ekologisnya kepada arsitek-arsitek muda
lainnya.

@ Copyright MMT Sigma Online UAJY 2005



__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 


------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Ever feel sad or cry for no reason at all?
Depression. Narrated by Kate Hudson.
http://us.click.yahoo.com/LLQ_sC/esnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke