Heinz Frick, “Arsitektur dan terutama pembangunan kota mungkin adalah perusak lingkungan nomor dua “
Reportase dan tulisan : DANU PRIMANTO “Permisi Pak, dimana kantor Pak Frick ?” ”Terus saja, lalu turun ke basement. Masuk lalu sebelah WC ada LMB (Lembaga Pendidikan Lingkungan Manusia Binaan). Beliau berkantor di sana“. Sekilas percapakan dengan seorang satpam UNIKA Soegijopranoto yang di siang terik tersebut bertugas di bawah kerindangan pohon halaman kampus. Memasuki kantornya yang sederhana, bukan hamburan teknologi canggih dan AC, melainkan disambut oleh senyum ramah Pak Frick, puluhan poster, leaflet dan buku tersebar di seluruh ruangan. Tidak formal, tetapi informalitas yang ditawarkan oleh sosok yang lahir di Zurich 15 November 1943 ini. Duduk di sebuah meja oktagonal kayu sederhana, mulailah wawancara dengan Dr. Ir. Heinz Frick, dipl.arch. FH / SIA ihwal dunia arsitektur dengan Bahasa Indonesia fasih berlogat londo (asing). (Sigma-S, Heinz Frick-H) S: Selama ini Pak Frick dikenal sebagai arsitek yang sangat ekologis, pilihan ke ekologis berlatang belakang apa ? H: Itu terjadi di Indonesia pada tahun 1983 saat saya diminta untuk berbicara di suatu seminar tentang arsitektur ekologis. Saya terima tugas itu seperti biasanya. Saya tahu tentang arsitektur ekologis, tetapi saya belum pernah membaca dan belajar tentang hal itu. Lalu saya membaca tentang ekologi arsitektur dan jadi tahu bahwa itu benar. Saya segera mengubah tujuan dari studio wiraswasta saat itu ke arsitektur ekologis. Berarti sebenarnya pilihan arsitektur ekologis itu muncul dari tugas yang diberikan di Indonesia. S: Apakah keuntungan finansial dari pilihan ke arsitektur ekologis ? H: Mungkin menguntungkan, karena waktu itu akhir 70-80-an mulai terjadi resesi di Eropa dan tidak banyak karya arsitektur yang diberikan pada arsitek, sehingga banyak yang menganggur. Tetapi semua arsitek yang bergerak di bidang arsitektur ekologis hampir tenggelam dalam pencarian. Orang yang membangun rumah mulai sadar pengaruh rumah atas kesehatan mereka. Oleh karena itu mereka cari orang yang tahu tentang hal itu. Saya biasa memilih klien yang saya rasa bisa menjadi sahabat saya. Jika saya melihat ada pandangan yang berbeda atau orang itu tidak cocok dengan saya, maka saya akan menunjukkan arsitek lain kepadanya. Mungkin dari enam tugas yang ditawarkan, saya hanya menerima satu. Memang di situ saya beruntung, tetapi di situ pula saya kerja sendiri, berarti juga tidak punya orang kantor. Saya tidak menerima tugas mengerjakan rumah yang dipatok, misalnya sebuah rumah harus selesai tanggal 30 Oktober. Ini tidak mungkin karena membangun rumah itu seperti menanam bunga. Jika saya menanam bunga, saya perintah bunga itu untuk mekar pada tanggal 30 Oktober, semua orang pasti bilang “Ini orang gila” dan tidak mungkin. Ini tidak wajar. Seorang arsitek hanya bisa memberi pupuk atau melindungi dinding itu dari angin dingin dan kencang supaya pekerjaan itu berjalan terus. Jangan menuntut hari itu selesai, karena pasti ada kerugian kualitas. Dunia pendidikan tinggi ditekuninya setelah menyelesaikan studi pada Akademi Seni Rupa Zurich, setelah itu bapak beranak dua ini magang sebagai tukang kayu di sebuah bengkel kerja. Sebelumnya pada tahun 1960-1963 magang juga sebagai juru gambar. Merupakan kombinasi yang tepat antara arsitektur dan pertukangan karena ilmu arsitektur sendiri tidak jauh dari pertukangan. S: Adakah pengaruh sampai sekarang dari pertukangan kayu yang didapat waktu kecil ? H: Saya selalu berdiri di atas dua kaki, waktu saya masih muda, saya mencari kemungkinan untuk bekerja di negara berkembang. Semua orang bilang profesi yang paling cocok dengan saya adalah bidang bangunan. Sesudah SMP saya mengikuti sekolah kesenian satu tahun untuk belajar pertukangan. Kemudian saya magang, ada dua profesi yaitu juru gambar dan tukang kayu. Di samping itu, saya bersekolah malam. Di Eropa bisa juga studi waktu malam, yang berarti ada kerja sepanjang hari. Dari pukul 19.00-23.00 masuk sekolah malam setiap hari. Biasanya sabtu pagi libur kerja, dua kesempatan ini saya pakai untuk ke sekolah S1. Saya dapat dua hal sekaligus, belajar arsitektur dan prakteknya. Untungnya lagi, saya berasal dari keluarga pembangunan. Ayah saya tukang batu, saya jadi tahu batu dan beton. Nenek juga ada yang jadi tukang kayu dan tukang besi. Ketertarikannya terhadap dunia arsitektur, terutama soal perkayuan, membawa Heinz Frick pergi ke Kalimantan untuk sebuah proyek di sana pada tahun1970-1976. Ada beberapa bangunan yang diselesaikan, antara lain Gereja Kalimantan Evangelis di Mandomai, STM Kayu dan tiga jembatan browsing rangka batang yang besar. Latar belakangnya sebagai seorang guru pada STM Kayu di Swiss pada tahun 1979-1984 turut membantu dalam keterlibatannya di dunia pendidikan. S: Kenapa Pak Frick memilih pergi ke Kalimantan? H: Itu kebetulan. Waktu selesai dengan pendidikan, saya mencari lapangan kerja di negara berkembang. Ternyata tidak terlalu mudah. Saya mencari dua tahun, baru ada satu tugas di Kalimantan untuk membangun STM Kayu. Oleh karena itu saya bisa menggunakan dua kemampuan saya, arsitektur dan kayu. Dua hal ini saya gunakan juga untuk mendidik orang Dayak tentang kayu. Semua pengalaman yang saya dapat bisa diterapkan di situ. S: Pak Frick juga membuat jembatan di sana ? H: Ya, tapi pertama kali saya membangun sekolah dulu. Kemudian waktu itu, ada lomba untuk membuat jembatan baru. Usul saya yang menang, karena saya melontarkan ide untuk membuat jembatan yang sudah bisa dilalui oleh mobil, walau waktu itu belum ada kendaraan. Saya bilang jembatan yang baik tahan 50 tahun dan dalam tempo 50 tahun itu pasti kendaraan sudah lalu lalang. Ketika usul saya diterima, pembangunannya saya laksanakan bersama dengan petani-petani di sana. Minat terhadap arsitektur tradisional yang berbasiskan material, teknologi dan kearifan lokal telah mendorong Heinz Frick untuk menempuh pendidikan pasca sarjana di Universitas Teknik Federal Zurich (1985-1986). Ia melakukan penelitian mengenai arsitektur tradisional di pegunungan Kerajaan Nepal. Tidak puas berhenti di situ, komitmen untuk menggali keberagaman arsitektur lokal dilanjutkan dengan disertasi S3 yang diperoleh dari Universitas Teknik Eindhoven tentang pola struktural dan teknik bangunan di Indonesia. S: Kenapa memilih Nepal untuk program pasca sarjana ? H: Itu program yang saya ikuti di Universitas Zurich untuk belajar tentang “Bantuan di Negara Berkembang”. Program itu dijadikan studi pasca sarjana. Orang yang ikut program itu harus tinggal selama minimal tiga bulan dan bekerja di sana. Hasilnya dibuat laporan atau semacam karya diploma. Waktu itu saya diterima lewat program itu, saya harus tanda tangan untuk bersedia tidak dikirim ke Indonesia karena dengan pengalaman yang saya dapat, saya tahu lebih banyak dari professor di sana. Akhirnya saya dikirim ke Nepal, membuat studi tentang arsitektur tradisional, dan diakui sebagai S2. S: Kenapa Pak Frick belajar arsitektur mulai dari budaya? H: Waktu itu tahun 80-an di sini (UNIKA) diselenggarakan diskusi tentang “Arsitektur Indonesia”. Sangat hangat. Saya merasa diskusi itu menarik. Saya sangat tertarik karena banyak usaha untuk mencapai itu gagal. Banyak penelitian tentang “Arsitektur Indonesia” berangkat dari bentuk. Jika kita mau mendefinisikan “Arsitektur Indonesia” dari bentuk, misalnya dengan memilih salah satu, kita ambil Arsitektur Jawa adalah yang benar. Maka “Arsitektur Indonesia” di luar itu, misalnya rumah panggung, akan dianggap sebagai arsitektur yang primitif. Sistematika itu tidak bisa diterima. Oleh karena itu semua gagal. Lalu saya mencoba membuat metode baru, yaitu bahasa arsitektur yang dapat dibicarakan oleh semua orang Indonesia, “Menuju Arsitektur Indonesia Lewat Bahasa”. Tapi kemudian muncul pertanyaan, bahasa arsitektur yang bagaimana? Saya mencoba menjawabnya dari titik persamaan. Bentuk berbeda, tapi sambungan-sambungan dan konstruksi sama. Sambungan-sambungan pada prinsipnya mirip dimana-mana. Jadi saya berangkat dari situ. Kemudian ada elemen arsitektural yang linier, batang dan strip bambu, lalu ada konstruksi bidang. Semua hal itu tidak banyak berbeda apakah di Papua, Jawa maupun Sumatera. Berarti memang ada titik persamaan. Dari situ, saya bisa membuat yang linier menjadi struktur dan yang bidang membentuk rumah. Dari sini sekarang timbul keberagaman. Bisa dibandingkan dengan bahasa. Satu kata merupakan elemen yang linier. Bayangkan anda dapatkan satu kelas SD dengan 20 anak, mereka diberi 200 kata dan diberi tugas membuat suatu karangan. Dapat 20 karangan yang berbeda, walaupun semuanya menggunakan 200 kata yang sama. Berarti kata-kata atau batang itu semua sama, tapi dengan kata, saya bisa membentuk kalimat. Kalimat merupakan elemen arsitektural yang datar, konstruksi dinding dan lantai. Kemudian karangan merupakan rumah atau ruang. Dari kata yang satu dimensi menjadi kata yang dua dimensi, lalu menjadi kalimat yang tiga dimensi. Itu jadi bahan S3 saya. S: Bagaimana Pak Frick melihat karya-karya Y.B. Mangunwijaya? H: Ya mungkin agak mirip dengan saya karena latar belakang pendidikannya. Romo Mangun melakukan studi arsitektur di Jerman, di Barat. Studi arsitektur di Barat itu berbeda dengan studi arsitektur di Indonesia. Di Eropa seorang arsitek bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang terjadi pada bangunan. Dia mengatur tukang dan memperhatikan kualitas bangunan, sedangkan orang sipil adalah pembantu dari arsiteknya. Kalau ada gedung telah selesai, kemudian ada retak pada dinding atau lantai, pemilik gedung akan menelpon si arsitek dan membicarakan keluhannya. Si arsitek tersebut harus bertanggung jawab atas proyek bangunan tersebut selama lima tahun. Oleh karena itu Romo Mangun selalu mementingkan kualitas pada bangunan. Dan kualitas bangunan tidak selalu mirip dengan kecanggihan. Kadang-kadang asitektur dapat menjadi sederhana, praktis dan fungsional, tergantung dari kepribadian penghuni. Tapi sayangnya, di sini arsitek hanya bertangung jawab pada keindahan. Bagaimana ini ? Karena itu, pencapaian pengertian arsitektur Romo Mangun dan saya sama sekali berbeda dengan di sini. Selain dikenal sebagai seorang arsitek, Heinz Frick juga mempunyai ketertarikan dengan persoalan tata kota, terutama dari pandangan ekologis yang menjadi perhatian khususnya selama beberapa tahun ini. Nada bicara dan pilihan kata yang cermat ketika berbicara merupakan cermin atas ketajaman mengupas persoalan sisi ekologis kota. Dari konsentrasinya pada aspek bangunan, tahun 1983 Heinz Frick mengikuti kursus tata kota dan wilayah permukiman pada Sekolah Tinggi Teknik Arsitektur di Rapperswil (Swiss). Darinya, tersirat keputusan bervisi jauh ke depan tentang ekologi arsitektur. S: Apakah ada pengaruh arsitektur ekologis terhadap perkembangan kota ? H: Ada, itu yang makin lama makin penting. Kenapa? Karena arsitektur dan terutama pembangunan kota mungkin adalah perusak lingkungan yang nomor dua. Nomor satunya pertanian. Kalau kita melihat keadaan kota di Indonesia sekarang, semua tata kota di sini adalah impor dari Barat karena pendidikan tata kota dan kurikulum adalah impor. Pendidikan tata kota tidak berbasis keadaan atau pengertian kota tradisional Indonesia. Saya sekarang sedang membimbing mahasiswa S3 di Jerman tentang sistem tata kota yang baru di Indonesia. Saya berharap dari karyanya, ada hasil-hasil yang dapat dicapai. Tata kota yang diterapkan di sini adalah sistem kota dimana ada bagian industri, pusat perbelanjaan, pemerintahan, dan sebagainya. Sistem itu berdasar pada pertemuan di Athena. Pernyataan itu dilontarkan, kalau tidak salah tahun 1946 sesudah Perang Dunia II, sebagai sebuah konsep membangun kembali kota-kota yang sudah rusak dan hancur karena perang. Tetapi sesudah sekitar satu generasi, yaitu sekitar tahun 1980-an kita melihat bahwa sistem itu tidak berfungsi dan mengakibatkan shock kota, serangan jantung kota. Kenapa? Karena jika kegiatan di dalam kota terpisah-pisah dari satu tempat ke tempat lain, setiap orang harus lari-lari dari satu tempat ke tempat lain. Setiap orang butuh setidaknya dua mobil karena pertimbangan kerusakan. Mobil dibutuhkan agar orang selalu bisa ke tempat lain. Ini mengakibatkan lalu lintas yang bukan main macetnya, lalu semua sistem tidak berfungsi lagi. Sejak itu kita melihat bahwa kota harus tumbuh sebagai sesuatu yang alami. Kalau misalnya saya mau membangun pabrik, di sekeliling pabrik itu harus saya bangun rumah untuk buruh, supaya buruh tidak jauh ke pabrik, bisa jalan kaki. Sebaiknya pemilik pabrik juga harus menghuni di situ, bukan untuk alasan kedekatan jarak, tapi biar dia menghirup udara dan minum air yang dia cemari. Dengan begitu, dia pasti menghindari masalah “lingkungan” karena pada prinsipnya dia tidak mau menganggu kesehatan diri sendiri. Setelah pabrik dan permukiman, otomatis muncul toko-toko, sekolah dan prasarana lain yang nantinya akan tersebar sebagai sebuah jaringan yang tumbuh. Akhirnya ada suatu sistem yang berfungsi karena semua ini ada di dalam walking distance, berarti kita bisa berjalan kaki atau bersepeda kalau mau ke gereja, masjid, pusat perbelanjaan. Jadi tidak perlu banyak mobil yang merusak lingkungan dan mencemari udara. S: Apa problematika ekologis kota yang paling dominan di kota metropolis ? H: Masalah mobilitas, bagaimana kita mendapatkan suatu sistem untuk menggeser orang dari titik satu ke titik kedua. Bila berbicara mobilitas, saya pikir kita harus melihat sejarah dimana mobil itu diciptakan, terutama di Amerika. Amerika adalah negara luas dengan sedikit orang. Di Amerika, kalau saya mau bertemu dengan kawan, dia 35 km jauhnya, tentu sulit berjalan kaki. Saya butuh sesuatu, butuh “kendaraan untuk orang sedikit dengan jarak yang lumayan jauh”, maka dari itu ada mobil. Tapi kenyataannya, sistem ini tidak berfungsi di Jawa. Terbalik. Pertama, di sini memang padat penduduk. Kedua, banyak pula orang yang melakukan perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lain. Fenomena ini terjadi misalnya saat ada upacara kematian. Upacara itu melibatkan 20-30 mobil besar. Contoh lain, saat ada kunjungan pemerintah dengan 10 bis besar. Jumlah-jumlah mobil yang banyak ini membuktikan bahwa konsep dasar mobilitas tidak tercapai, terbukti dengan terjadinya macet. Berbeda halnya bila kita melihat sistem transportasi dengan kapal/kereta api, misalnya satu kapal/kereta api dapat memuat ribuan orang, ini berarti sistemnya cocok. S: Bagaimanakah konsep kota Indonesia yang ideal ? H: Suatu penelitian yang agak kuno, tapi saya kira masih berlaku, yaitu penelitian Bariloche. Penelitian ini membuat suatu model kota dengan lingkaran inti.Dari titik ini akan ada perkembangan-perkembangan lain sampai titik puncak yang dinamakan klimaks. Satu kota tidak boleh melebihi 750 ribu penduduk, tapi itu model barat. Mungkin karena Indonesia terbiasa dengan hidup berkerabat, angka itu bisa ditinggikan 1-1,5 juta, asal masih bisa berfungsi dengan bagus. Tapi sesudah angka itu lebih, kota itu seperti terpecah, tidak ada fungsinya. Lalu timbul pertanyaan, apakah tidak sebaiknya suatu kota sesudah tumbuh sampai batas seperti itu dihindari perkembangannya lagi ? Lebih baik dimulai satu kota kembar, adanya satu kota lagi yang tumbuh dan berfungsi otonom. S: Apakah adopsi konsep sub urban Amerika sama dengan kota-kota di Indonesia ? H: Tentu, bukan diadopsi, tapi ditiru. Karena adopsi berarti kita melihat sesuatu dan diubah supaya cocok untuk diri sendiri. Tapi itu tidak terjadi di sini. Lihatlah arsitektur kontemporer Indonesia, itu adalah gaya Mediteranian, Inggris dan Spanyol Kolonial. Inilah arsitektur kontemporer Indonesia ! Sejak tahun 1996, Heinz Frick menjadi dosen tetap di Unika Soegijapranata dalam bidang eco-design dan struktur bangunan. Perhatian yang besar pada masalah-masalah ekologi mendorongnya untuk membuat sebuah wadah dimana orang-orang yang berminat tentang ekologi bisa saling bertemu, belajar dan menyebarluaskan gagasan. Pada tahun 2000, Heinz Frick bersama dengan Djoko Suwarno, Tri Hesti Mulyani, Sri Gayatri, Christophorus Koesmartadi, Dono Sayoso dan Yovita Indrayati yang kesemuanya merupakan staf pengajar UNIKA Soegijapranata mendirikan Lembaga Pendidikan Lingkungan Manusia Binaan (LMB). S: Sejak kapan Pak Frick terlibat di LMB ? H: Kelahiran LMB ini merupakan suatu kelahiran kebetulan. Saya ditawarkan pada tahun 1995 untuk datang ke UNIKA untuk mengisi tentang PIP eco-settlement. Seperti sebuah wadah kosong yang belum diisi karena kekurangan orang yang ahli tentang hal itu. Saya lalu datang untuk mengisi dengan mendidik para dosen dan beberapa kuliah langsung kepada para mahasiswa. Saya juga menambah beberapa buku teknik dan tulisan mengenai masalah itu. Saya merasa itu merupakan tugas yang menarik. Pada awalnya saya mulai mendidik dengan bantuan dari Selandia Baru dengan jarak jauh. Ada delapan dosen yang dididik bidang ekologi. Sesudah mereka selesai dan lulus tahun 2000, dilaksanakanlah seminar internasional yang pertama di sini. Dari situ lahir LMB yang akhirnya jadi lembaga pendidikan di luar struktur universitas. Tidak duduk di bawah salah satu fakultas, tapi langsung di bawah rektor. Oleh karena itu, semua dosen dari semua fakultas bisa ikut dalam LMB ini sehingga kita bisa betul-betul belajar interdisipliner. S: LMB punya misi apa ? H: Pada mulanya kami ingin membuat lembaga pendidikan yang menjual modul masalah ekologis dan bangunan. Akhirnya berkembang. Kami mengadakan diskusi, tapi bukan hanya diskusi tentang pemilihan bahan saja, tapi juga sampai mengadakan kursus masak. Apa sebab? Karena tidak berarti ketika kita susah payah membuat rumah sehat, ada orang yang merokok, dia langsung meracuni rumah itu lagi. Dengan susah payah dibuat rumah yang sehat, lalu dia meracuni. Atau contoh lain, kita tidak merokok, kita merasa hidup sehat, tapi kita makan bahan-bahan yang beracun. Itu juga tidak berfungsi. Semua dididik sampai pada akarnya. Saya akhirnya menyimpulkan bahwa bahasan tentang makanan, mobilitas, tanaman dan lain-lain masuk di dalam pendidikan ini. Tapi sayangnya, ternyata pendidikan semacam ini tidak dibutuhkan di Indonesia. Pendidikan di sini adalah terutama untuk memberi gelar, bukan menambah pengetahuan. Pengetahuan ekologis itu seharusnya menjadi ilmu penting yang harus dan bisa diterapkan, gelar itu sama sekali tidak penting. Namun ini rupanya sama sekali tidak berfungsi. Kami kirim ratusan leaflet, kemana-mana di Indonesia. Tidak ada satu institusi pun yang menjawab. Berarti ini gagal. Oleh karena itu kami ingin mengadakan seminar internasional lagi, kami ingin membuat program tentang alam sebagai guru kita. Itu mulai kita sebarkan kepada anak-anak SD, dengan harapan di kemudian hari, guru SD ingin tahu caranya mendidik muridnya mengenai masalah ekologis tadi. Baru setelah itu kami dapat mengadakan kursus lagi. Apa ini berfungsi ? Belum tahu. Kami mencoba S: Jadi semacam eksperimen di LMB ? H: Ya, karena di sini belum ada satu organisasi yang bergelut dalam ekologi dan bangunannya. Oleh karena itu trial and error, mencoba bagaimana caranya untuk mencapai sesuatu. S: Support dari pemerintah pada LMB ? H: Belum ada. Dari universitas sendiri kadang-kadang juga sulit. Oleh karena itu keuangan untuk mengelola LMB selama ini selalu saya urus dari luar negeri. Di situ cukup banyak orang yang peduli dengan lingkungan di Indonesia. Jam dinding menunjukkan pukul 13.00, tidak terasa perbincangan hangat selama 1,5 jam harus berakhir. Salam hangat dan senyuman menjadi penutup siang itu. Penulis beberapa seri buku tentang arsitektur ekologis itu pun meninggalkan ruangannya untuk menularkan gagasan ekologisnya kepada arsitek-arsitek muda lainnya. @ Copyright MMT Sigma Online UAJY 2005 __________________________________________________ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Ever feel sad or cry for no reason at all? Depression. Narrated by Kate Hudson. http://us.click.yahoo.com/LLQ_sC/esnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/