supremasi hukum dan legitimasi hukum di indo adalah main solution dari
super mega masalah2 yang ada di indo saat ini.., sistem peradilan di indo
masih jauh dari kepastian dan keadilan segala keputusan berdasarkan
kepentingan politik, kepentingan kekuasaan, kepentingan ekonomi, bukan
berdasarkan keadilan..justice is not served in indo...
selain sistem hukum pidana, perdata, HAPID dan HAPER yang sudah
kadaluwarsa,berbagai macam bentuk peraturan PP, UU, yang semua cuma bagus
diatas kertas aja.., dan juga dimana selama ini pengangkatan hakim dan
jaksa masih merupakan wewenang departemen kehakiman, yang notabene dibawah
presiden, so gimana MA dan jaksa agung  bisa memngambil keputusan yang
bebas dari berbagai kepentingan apalagi kepentingan politik, misalnya ada
kasus yang melibatkan pejabat neg di PTUN..and hakim harus memutuskan suatu
keputusan berdasarkan hukum dan Per UU yang berlaku tapi sulit karena
adanya tekanan2 politik dari atas.., sehinnga sering kali keputusannya
malah memenangkan pejabat bukan rakyat...
even skarang udah dibentuk Mahkamah Konstitusi untuk judicial review, tp
tampaknya masih ada conflict of interest...
memang sistem pengadilan di indo belum sistem Juror (spt di USA)..di indo
keputusan hakim adalah berkekuatan hukum tetap..
selain itu banyak kasus cuma sampai pada penyelidikan dan penyidikan
polisi, gak sampai ke kejaksaan, karena orang2 tertentu yang banyak duitnya
or punya kekuasaan udah bribe police untuk close the case sehinnga gak
sampe dikejaksaan sedangkan kejaksaan baru punya wewenang untuk mengajukan
dakwaan berdasarkan BAP dari polisi...
kasus kejahatan ekonomi such manipulasi pasar modal, insider trading, money
laundring, kasus yang melibatkan foreign investment, cukup sulit untuk
direveal..



                                                                                
                           
                      "Ambon"                                                   
                           
                      <[EMAIL PROTECTED]>         To:       
<Undisclosed-Recipient:;>                         
                      Sent by:                 cc:                              
                           
                      [EMAIL PROTECTED]        Subject:  [ppiindia] Sistem 
Hukum: Keadilan dan Kepastian   
                      ups.com                                                   
                           
                                                                                
                           
                                                                                
                           
                      05/12/2005 04:13                                          
                           
                      AM                                                        
                           
                      Please respond to                                         
                           
                      ppiindia                                                  
                           
                                                                                
                           
                                                                                
                           




http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2005/5/12/o2.htm
Kamis Wage, 12 Mei 2005


Dengan kekuasaan moral yang lebih besar dibanding kekuasaan lain, mestinya
MA mampu meredam pengaruh atau dominasi dari kekuasaan luar atau lain.
Pandangan yang tidak jauh berbeda dengan tiga lembaga penegak hukum lain.
Masyarakat menilai lembaga Kejaksaan Agung masih ''jauh panggang dari
api''. Bahkan, upaya Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh untuk ''mencuci
bersih'' aparatnya mendapat tanggapan sinis dari anggota DPR: ''Ustad di
kampung maling''.


Sistem Hukum: Keadilan dan Kepastian
Oleh Ngurah Karyadi

PERJALANAN sistem hukum di negeri ini, demi mencapai keadilan dan kepastian
hukum, tampaknya masih panjang dan berliku. Dapat dilihat dari
terkatung-katungnya berbagai persoalan dan kasus hukum, baik kasus di masa
lalu seperti penanganan kasus korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) Soeharto
dan kroninya, ataupun yang masih hangat seperti kasus korupsi
''gotong-royong'' di segenap belahan negeri. Semua itu memperkuat anggapan
bahwa penegakan supremasi hukum masih diliputi mendung.


Kenyataan di atas dibarengi dengan minornya keyakinan publik dalam
menyikapi citra aparat penegak hukum, baik di tingkat penyelidikan,
penyidikan, dan pesidangan. Lebih jauh, dapat dilihat dari kian
meningkatnya tindakan main hakim sendiri di kalangan masyarakat. Kondisi
tersebut tampaknya dipengaruhi beberapa hal.

Pertama, berkaitan dengan kemandirian para penegak hukum sendiri dalam
memeriksa, mengadili ataupun pemberian bantuan hukum atas perkara-perkara
yang sudah, sedang dan akan ditangani. Kedua, kemampuan mental para polisi,
jaksa, hakim ataupun pengacara dalam menolak KKN. Ketiga, berkaitan dengan
kemampuan dan kinerja para penegak hukum dalam penanganan berbagai
permasalahan hukum.

Dalam pandangan para ahli hukum, kemampuan dan kinerja para penegak hukum
di negeri ini masih jauh dari apa yang diharapkan. Mereka menilai kinerja
para hakim, misalnya, masih tergantung pada kepentingan lain.
Kepentingan-kepentingan kekuasaan lain atau luar yang demikian besar, baik
bersifat ekonomis, politis, sosial-budaya ataupun anggapan bahwa
kepentingan penegakan hukum itu sendiri sebagai hambatan. Terlihat jelas
dan sudah menjadi rahasia umum, bahwa campur tangan pihak luar atau lain
selalu dominan, yang justru menghambat jalannya proses penanganan kasus
hukum. Sering kita saksikan dengan kasat mata, penanganan kasus hukum sarat
dengan muatan praktik KKN, dalam segala bentuk dan manifestasinya.

Berbagai praktik KKN tersebut sudah tentu memberi dampak pada kemandirian
para penegak hukum dalam penanganan peristiwa atau kasus hukum.
Ketidak-mandirian para penegak hukum sekaligus menghambat penegakan
supremasi hukum, sebagaimana dicita-citakan kaum muda dalam gerakan
reformasi. Mungkin hanya sebagian kecil dari kita yang berkeyakinan bahwa
para penegak hukum sudah punya kemandirian dan bebas dari suap, ataupun
bentuk KKN lainnya. Itu pun masih kita sebut ''oknum''.

Penegakan hukum yang tidak mandiri dan tercemar berbagai kepentingan di
luar hukum, mengakibatkan proses dan prosedur dalam memeriksa, mengadili
atau memberikan bantuan hukum menjadi sangat lemah. Mungkin sebagian besar
dari kita tidak puas dengan kinerja para penegak hukum dalam menangani
perkara kriminalitas, yang hanya mampu menjerat kelas teri, sementara
kakapnya bebas. Begitu juga dalam penanganan perkara terorisme dan politik.
Hanya dalam penanganan kasus- kasus narkoba, kemampuan dan kinerja para
penegak hukum mulai mampu mengabaikan tekanan pihak luar. Mungkin karena
banyak dari anggota keluarga para penegak hukum terindikasi terlibat dalam
penyalahgunaan narkoba?


Dominasi Pihak Luar


Keadaan sebaliknya tampak dalam kemampuan dan kinerja para penegak hukum
dalam penanganan kasus pelanggaran hak-hak asasi manusia (HAM) dan KKN.
Dalam penanganan perkara pelanggaran HAM, misalnya, tampak ketidakpuasan
publik terhadap kinerja penegak hukum. Mereka umumnya menunjuk pada
dominannya pihak luar atau kekuasaan lain. Tidak mengherankan jika berbagai
kasus penculikan dan pembunuhan aktivis -- seperti Munir misalnya --
ataupun kasus-kasus penggusuran tidak pernah dapat dituntaskan. Keadaan
yang hampir sama dapat disaksikan dalam penanganan kasus-kasus KKN, baik
yang di masa lalu ataupun yang kian berkembang saat ini.

Beratnya beban para penegak hukum dan lembaga peradilan umumnya, diperparah
pula dengan kondisi di tubuh lembaga penegak hukum itu sendiri. Indikasi
adanya praktik ''mafia'' di tubuh lembaga penegak hukum, yang dengan
leluasa mempermainkan proses peradilan ataupun vonis hakim, menunjukkan
betapa dahsyatnya KKN di tubuh sistem peradilan kita. Tidak heran jika
dalam berbagai jajak pendapat publik, berkembang keyakinan bahwa lembaga
peradilan belum bebas dari KKN dalam segala bentuk dan manifestasinya. Ini
sangat ironis, di tengah kian gencarnya langkah-langkah yang dilakukan.

Berkembang anggapan di masyarakat bahwa jaringan mafia sudah merasuki semua
komponen sistem penegakan hukum, dari polisi, pengacara, jaksa ataupun
hakim. Bahkan, sampai di tingkat legislatif dan eksekutif, sejak
undang-undang atau keputusan hukum dibuat. Sangat parah, kondisi ini
berdampak langsung pada kemampuan dan kinerja lembaga penegak hukum dalam
membebaskan diri dari pengaruh, tekanan atau dominasi pihak luar atau lain
dalam memutuskan perkara hukum itu sendiri. Dalam memandang kinerja
Mahkamah Agung (MA), misalnya, berkembang anggapan bahwa kinerja di lembaga
tersebut masih terpengaruh kekuasaan lain. Padahal, sebagai lembaga
tertinggi -- sejajar dengan kekuasaan legislatif dan eksekutif -- paling
tidak MA mempunyai kekuasaan relatif lebih terhormat dalam sistem kekuasaan
negara hukum konstitutional.

Dengan kekuasaan moral yang lebih besar dibanding kekuasaan lain, mestinya
MA mampu meredam pengaruh atau dominasi dari kekuasaan luar atau lain.
Pandangan yang tidak jauh berbeda dengan tiga lembaga penegak hukum lain.
Masyarakat menilai lembaga Kejaksaan Agung masih ''jauh panggang dari
api''. Bahkan, upaya Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh untuk ''mencuci
bersih'' aparatnya mendapat tanggapan sinis dari anggota DPR: ''Ustad di
kampung maling''. Begitu juga dengan kinerja polisi dan pengacara. Bahkan,
pencari keadilan mengakui bahwa sebagian besar ''oknum'' di kedua lembaga
tersebut memberi andil besar dalam lingkaran mafia peradilan di negeri ini.

Pemerintah pasca-Orde Baru sudah melakukan berbagai upaya, dorongan ataupun
insentif dalam menjadikan lembaga penegak hukum lebih mandiri dan
profesional, namun tampaknya momentum tersebut tidak dimanfaatkan
sebaik-baiknya. Terkesan setengah-setengah, dan masih terkesan
ketidaksiapan lembaga penegak hukum dalam menjalankan kemandiriannya. Para
penegak hukum tampak masih belum bisa lepas dari budaya ''ketergantungan''
pada eksekutif. Orientasi kepentingan pemerintah, yang selama ini telah
terkontaminasi di tubuh lembaga penegak hukum sangat sulit dihilangkan,
mengakibatkan pembenahan dan penataan sistem hukum lebih terfokus pada
kepentingan kekuasaan penguasa dan pengusaha.

Tidak mengherankan jika keadilan dan kepastian hukum masih menjadi harapan.
Mudah-mudahan tidak menjadi ratapan.

Apabila kemandirian yang dibutuhkan lembaga penegak hukum dalam menegakkan
supremasi hukum masih saja terhambat berbagai kepentingan kekuasaan negara
ataupun pihak lain, sudah tentu sikap optimistis masyarakat luas seperti
mengedepan dalam gerakan reformasi sulit diwujudkan. Sehingga, selama
cermin penegakan hukum belum mampu menyentuh rasa keadilan masyarakat, maka
kepastian hukum tidak lebih dari rumusan di atas kertas ahli hukum.
Penegakan supremasi hukum akan terhenti ketika rasa keadilan dan kepastian
hukum dalam masyarakat sudah tidak ada lagi.

Penulis, analis masalah-masalah sosialn aktivis NGO

[Non-text portions of this message have been removed]




***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru;
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]

Yahoo! Groups Links











------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give the gift of life to a sick child. 
Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Reply via email to