Sebuah Pertanyaan untuk Pak Polisi!

Profesionalitas polisi dipertanyakan, ketika dalam
penanganan unjuk
rasa yang berakhir dengan chaos didaerah bojong. dalam
peristiwa
tersebut tercatat 9 warga ditangkap dan akan diproses,
8 warga
menderita luka tembak sedangkan dari pihak kepolisian
dalam hal ini
unsur brimob yang berjumlah 6 orang, katanya akan
mendapatkan ganjaran
yang setimpal dengan perbuatan yang telah mereka
lakukan.

bayangkan karena belum ada proses hukum yang jelas
bagi pihak
kepolisian ataupun pihak-pihak aparat berseragam dan
memiliki
kewenangan untuk menggunakan senjata api, maka proses
hukum tersebut
lagi-lagi akan dilakukan oleh pihak yang notabene
melakukan
pelanggaran, biasanya melalui dewan kode etik ataupun
dewan kehormatan
untuk memproses hal tersebut, padahal dalam iklim yang
katanya
menganut demokrasi sebagai simbolnya, setiap perbuatan
yang dilakukan
oleh aparat berseragam dan memiliki kewenangan untuk
menggunakan
senjata api mereka ketika terbentur dalam masalah
hukum yang berkenaan
dengan masyarakat sipil, MAKA HUKUM SIPIL YANG
BERLAKU, tanpa
terkecuali! sehingga aparat brimob yang melakukan
penembakan terhadap
warga bojong haruslah diproses melalui pengadilan umum
dan lagi-lagi
apakah berani para aparat penegak hukum yang sehrusnya
berpihak kepada
asas kebenaran dan kejujuran dapat berlaku adil.
karena kita tahu
bahwa kebanggaan terhadap korps dan semangat untuk
saling melindungi
sesama anggota korps masih sangat dijunjung tinggi,
dapat saja
pernyataan kapolri jenderal da'i bachtiar sebgai
proses untuk
menyelamatkan muka sendiri karena kita tahu selama ini
da'i tak pernah
mempunyai malu walupun telah memiliki beberapa cacat
dalam menjalankan
amanat yang diembannya dan tak ada kata lain
seharusnya kapolri
jenderal da'i bachtiar harus mundur atau bila tak mau
dan tak
mempunyai malu harus dicopot dari jabatannya dengan
segera oleh
presiden terpilih Jenderal (kehormatan TNI) Dr. H
Susilo Bambang
Yudhoyono. merunut dalam peristiwa tersebut, menurut
penjelasan da'i,
pihak aparat kepolisian bogor sebelumnya telah menegur
dan meminta
kepada pt wira guna usaha, untuk tidak melanjutkan
proses percobaan
pengelolaan TPST sebab banyak pihak yang masih
memiliki pemikiran dan
oendapat pro dan kontra. akan tetapi PT WSG tetap
membandel yang
mengakibatkan pecahnya peristiwa pilu dimana warga
sekitar yang
menjadi korban kebiadaban dan kebuasan pihak-pihak
yang merasa
memiliki kekuasaan ditanah orang lain.

Jikalau pernyataan da'i benar maka sudah sepatutnya
pihak kepolisian
dapat bertindak jika ada salah satu pihak yang tidak
mengindahkan
himbauan dan peringatan yang telah diberikan
sebelumnya. sehingga
pihak kepolisian sudah sewajarnya dapat meredam amarah
warga. bukannya
menjadi pelindung dari para karyawan PT WSG dengan
alasan keselamatan
mereka terancam seperti yang dilontarkan oleh da'i
belum lama ini.
"Tetapi kemudian hari itu muncul upaya-upaya yang
menimbulkan
perusakan, pembakaran, bahkan sampai pada tahap polisi
harus
menyelamatkan karyawan (PT WGS) karena terancam jiwa
mereka sehingga
harus menimbulkan korban luka di kalangan warga yang
melakukan
tindakan anarki," ujar Da'i. ini menunjukkan jelas
adanya indikasi
konspirasi untuk tetap melanjutkan TPST kendati
mendapatkan penolakan
dari warga sekitar sebab sebetulnya pihak kepolisian
dapat saja
menyegel tempat itu sementara (TPST) dengan alasan
masih dalam status
quo. namun kita tentu sadar dan mengerti bahwa pihak
penguasa akan
selalu bersetubuh dan berselingkuh dengan gelimangan
harta dan
kemewahan, siapa yang memiliki uang maka mereka dapat
mengatur segala
sesuatunya. memang toleransi itu perlu tetapi dengan
tidak
mengorbankan perasaan dan kenyamanan pihak lain,
jangan
mentang-mentang merasa diri memiliki nilai intelektual
dan jabatan
serta uang yang berlimpah maka dapat dengan seenaknya
untuk menekan
pihak-pihak yang lemah.

Dalam kasus ini selain pihak kepolisian yang harus
diusut dan diajukan
kemeja pengadilan, seluruh jajaran petinggi hati di PT
WSG juga harus
diseret kemeja hijau karena telah melakukan kebohongan
kepada publik
karena telah memanipulasi data peruntukan dan
alat-alat yang digunakan
untuk melakukan proses di TPST dan yang paling penting
adalah proses
gubernur biadab sutiyoso yang secara sengaja
menyebarkan konflik di
daerah bojong, dengan jalan menunjuk daerah tersebut
sebagai TPST.

Kronologis Penolakan Warga Bogor Timur Terhadap
Keberadaan TPST
Bojong-Bogor Jawa Barat

   1.

      Pendahuluan

    Keinginan rakyat untuk mendapatkan lingkungan yang
baik dan sehat
lagi-lagi mendapat tantangan dari pemerintah. Sikap
arogansi dan
mengitimidasi rakyat demi sebuah proyek ternyata masih
menjadi tradisi
di era reformasi ini. Warga Bogor Timur sebagai warga
yang bertetangga
dengan Ibukota Negara RI harus berjuang keras untuk
dapat mendapatkan
hak-haknya utamanya hak hidup dan hak atas lingkungan
(HaL) -yang
merupakan hak asasi manusia. Ironisnya bukan jawaban
seperti yang
diharapkan akan tetapi popor senjata dan pentungan
aparat yang
didapatkan warga.

    Saat pertama kali pemerintah Kabupaten Bogor
mensosialisasikan
kepada warga dikatakan bahwa pemerintah akan
mempergunakan lahan
seluas 20 hektar yang berada di Desa Bojong kecamatan
Jonggol sebagai
pabrik keramik. Sehingga pada saat itu warga sekitar
tidak terlalu
mempersoalkan kegiatan pembangunan proyek. Akan tetapi
pada bulan Mei
2003 secara tiba-tiba ada pengumuman di lokasi
tersebut akan dijadikan
TPA pengganti Bantar Gebang. Secara bersamaan
masyarakat diberi
kesempatan untuk mengajukan keluhan dan informasi
dengan limit waktu
paling lambat tanggal 17 Mei 2003 guna melengkapi
AMDAL yang sedang
dibuat. Anehnya, ketika warga (forum) mengirim surat
keberatan atas
rencana tersebut tanggal 12 Mei 2003, Dinas terkait
menyatakan bahwa
AMDAL telah disahkan oleh Komisi AMDAL Daerah
Kabupaten Bogor. Dimana
proses pangajuan AMDAL sendiri hanya berlangsung dalam
waktu kurang
dari 5 bulan.

    Proses yang tidak transparan dan menafikan
keberadaan masyarakat
dalam pembuatan AMDAL adalah tindakan yang tidak
dibenarkan dan warga
berhak untuk mengetahui apa di balik semua kebohongan
yang yang
dilakukan oleh Pemkab selama ini.

   2.

      Menyalahi Perda Bogor No. 17 tahun 2000

    Mengacu pada perda No. 17 tahun 2000 tentang
Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor tidak ada satupun pasal
yang
menyebutkan bahwa kawasan tersebut sebagai TPA. Yang
ada justru
sebaliknya kawasan tersebut diperuntukkan sebagai
kawasan Pengembangan
Perkotaan. Kalaupun ada, kawasan yang diperuntukkan
sebagai lokasi TPA
adalah Desa Nambo Kec. Cileungsi dan kawasan tersebut
khusus untuk
lokasi TPA sampah Kabupaten Bogor.

    Secara geografis, dari sebelah utara lokasi TPA
hanya dipisahkan
oleh jalan desa, dan terdapat situ (danau kecil)
dengan luas kurang
lebih 100 ha dimana dalam Perda No. 17 tahun 2000
diperuntukkan
sebagai kawasan pariwisata. Dan lokasi TPA juga berada
persis di
tengah-tengah desa, setidaknya ada 7 desa yang sangat
dekat dengan
lokasi, antara lain desa Bojong, Situsari, Cipeucang,
Singasari,
Sukamaju, Singajaya dan desa Mampir. Dengan tetap
memaksakan kehendak
untuk menjadikan TPA, berarti telah terjadi
pelanggaran undang-undang
No. 23 tahun 1997 pasal 5 ayat (1) yaitu bahwa setiap
orang mempunyai
hak untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat.

    Ada indikasi kuat bahwa ditetapkannya Desa Bojong
sebagai TPA ada
konspirasi antara Pemda Bogor dengan kelompok tertentu
terutama
Pemprov DKI Jakarta dan Investor. Kekuatan posisi
tawar dalam
perspektif bisnis lebih dominan sehingga dengan tanpa
merasa berdosa
melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang mereka
buat sendiri.

   3.

      Realita di lapangan tidak sesuai dengan izin
operasi

    Izin operasional yang diberikan oleh pemda Bogor
kurang lebih
seluas 20 ha. 30% lahan untuk pengelolaan dan
fasilitas lain, dan 70%
lahan digunakan sebagai TPA atau 14 ha = 140.000 m3.

    Dalam keterangan yang disosialisasikan kepada
warga tinggi
gundukan sampah setinggi 5 m. Kalau dikalkulasikan
jumlah total sampah
adalah 5 m x 140.000 m3 = 700.000 m3. Sementara itu,
volume sampah
yang masuk ke TPA Bojong per hari 2.000 ton atau 8.000
m3. Diasumsikan
sebayak 75% sampah organik (bisa diurai) = 6.000 m3
per hari. Maka
700.000 m3 : 6.000 m3 per hari = 117 hari.

    Dengan asumsi diatas, ketika izin operasi lokasi
20 ha dan volume
sampah 2.000 ton per hari, maka secara teori TPA
Bojong hanya akan
bertahan 117 hari atau kurang lebih 4 bulan. Sedangkan
izin operasi
sampai 5 tahun. Tentunya hal ini patut dipertanyakan,
atau ada rencana
lain dimana publik tidak boleh tahu?

   4.

      Ancaman Rusaknya Lingkungan Hidup.

       1.

          Pencemaran tanah

        Dengan asumsi volume sampah yang tidak terolah
sebanyak 600
ton per hari, maka diperkirakan dalam 1 (satu) bulan
tumpukan sampah
yang tidak terolah bisa mencapai 18.000 ton. Dan
sampah tersebut akan
menggunung seperti apa yang pernah terjadi di Bantar
Gebang. Otomotis
sampah akan mempengaruhi kualitas dan kuatitas
lingkungan sekitar.
Dimana diameter dampaknya bisa mencapai 0 sampai 10 km
dari lokasi.

        Kegiatan penimbunan sampah akan berdampak
terhadap kualitas
tanah (fisik dan kimia) yang berada di lokasi TPST dan
sekitarnya.
Tanah yang semula bersih dari sampah akan menjadi
tanah yang bercampur
dengan limbah/sampah, baik organik maupun an-organik
baik sampah rumah
tangga maupun limbah industri dan rumah sakit. Tidak
ada solusi yang
konkrit dalam pengelolaannya, maka potensi pencemaran
tanah secara
fisik akan berlangsung dalam kurun waktu sangat lama.

        Akibat dijadikan Bojong sebagai keranjang
sampah, seluruh
kawasan dekat lokasi TPA dan lahan yang dilalui oleh
truk-truk sampah
ke lokasi TPA tidak ada harganya. Warga semakin
frustasi karena hanya
tanah yang menjadi penopang perekonomian satu-satunya
warisan paling
berharga dari nenek moyang mereka. Bukan kultur warga
Bojong dan
sekitarnya menjadi pekerja informal apalagi sebagai
pemulung.

       2.

          Pencemaran Terhadap Kualitas Air Tanah

        Air tanah sebagai kebutuhan utama untuk
pemenuhan kebutuhan
bagi masyarakat Jonggol dan sekitarnya terancam
keberadaannya.
Pengalaman Bantar Gebang menyebutkan, bahwa sampah
apapun dapat
diterima, sampah pasar dan sampah rumah tangga, limbah
industri dan
bahkan limbah rumah sakit pun akan masuk ke TPA. Dan,
hal ini akan
mempengaruhi kualitas air tanah akibat limbah sampah
yang akan meresap
ke tanah dan akan terkumpulnya berbagai macam penyakit
disekitar
wilayah proyek. Potensi tercemarnya air tanah oleh
limbah B3 pun tidak
dapat dihindari, akibat adanya limbah industri dan
limbah rumah sakit.

        Hasil penelitian Dinas Kesehatan, Dinas
Kebersihan dan
Lingkungan Hidup disebutkan bahwa pencemaran di Bantar
Gebang pada
bulan September 1999 menyebutkan 40% derajat keasaman
air telah
diambang batas, 95% ditemukan bakteri ecoli di air
tanah (bakteri yang
bisa menyumbat saluran pernafasan).

       3.

          Pencemaran Udara

        Kegiatan penimbunan sampah menimbulkan bau
tidak sedap baik
pada lokasi TPST maupun daerah sekitarnya dan jalur
yang dilewati.
Dampak bau bukan bersifat sementara, malainkan selama
TPST masih
berfungsi, maka bau tidak sedap akan terjadi selam
kegiatan
berlangsung. Radius bau sampah dari lokasi TPST
berjarak antara 0-10
km, maka Desa yang paling besar menerima dampaknya
adalah Desa Bojong,
Cipeucang, Situsari, Singasari, Sukamaju, Singajaya,
dan Desa Mampir.
Baik desa yang dilewati jalur transportasi pengakutan
sampah maupun
desa yang berada di sekeliling lokasi proyek. Secara
nyata kegiatan
proyek akan berdampak terhadap kualitas udara
khususnya bau dan
meningkatnya kadar SO2 dan NH2 di udara secara
permanen selama
kegiatan proyek berlangsung. Secara otomatis, dengan
tercemarnya udara
maka kesehatan lingkungan penduduk di sekitar TPST
akan terganggu
terutama penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan
Atas).

        Dalam temuan Dinas Kesehatan, Dinas Kebersihan
dan Lingkungan
Hidup disebutkan bahwa 34% hasil foto rontgen
ditemukan penduduk
sekitar Bantar Gebang positif menderita TBC. menurut
sumber yang sama
juga 99% mengalami infeksi saluran pernafasan atas
(ISPA), 6% penduduk
mengalami tukak tulang.

        Tidak dapat dihindari bahwa terjadinya
kebakaran sampah akibat
gas methan maupun sengaja akan berpengaruh pada
perubahan iklim
(climate change), dimana hasil-hasil pembakaran
tersebut menyebabkan
perubahan temperatur planet bumi semakin panas.
Gas-gas yang
menimbulkan efek rumah kaca, menyebabkan kerusakan
lapisan ozon
diantaranya cabon dioxide, methan, dan
clofluorocarbons (CFC).
Kegiatan pembakaran sampah semakin melengkapi proses
pemanasan global
di samping emisi kendaraan bermotor (timbal,Pb),
pembakaran bahan
bakar minyak generator yang ada di lokasi proyek.

   5.

      Warga Bogor Timur Menentang

    Perlawanan warga Bogor Timur telah terjadi sejak
pertama kali
adanya kendaraan proyek yang masuk ke Desa Bojong pada
awal 2003.
Kendaraan truk pengangkut bahan untuk pelebaran jalan
dan peralatan
TPST. Penolakan baik bersifat fisik maupun lobi telah
dilakukan, unjuk
rasa ke berbagai instansi terkait telah dilakukan.

    Gerakan aksi masa pertama kali digelar pada bulan
Juni 2003 di
Pemkab Bogor dan DPRD Bogor atas inisiatif masyarakat
sendiri dengan
membentuk forum bernama FORUM KOMUNIKASI MASYARAKAT
PEDULI LINGKUNGAN.
Massa sebanyak 5000 orang mendatangi kantor Pemkab dan
DPRD Bogor,
aksi ini diterima oleh anggota DPRD fraksi Golkar dan
Komisi A dan B.
Dalam dialog anggota berjanji akan meninjau ulang
keputusan Pemkab
Bogor untuk menjadikan Bojong sebagai TPST. Dalam
kesempatan tersebut
warga sempat meminta komitmen dan pernyataan tertulis
dari anggota dewan.

    Tuntutan dan gerakan aksi masa kembali
dicanangakan pada bulan
Agustus dengan tujuan aksi ke pemprov DKI Jakarta dan
anggota DPRD DKI
Jakarta. Pertemuan dengan DPRD DKI hanya berupa
sharing dan menampung
aspirasi warga Jonggol dan sekitarnya. Sementara itu,
dalam aksi yang
dilancarkan warga ke Balai kota dengan melempar sampah
ke halaman
kantor tidak mendapat respon sedikitpun.

    Dalam waktu bersamaan warga telah melayangkan
surat ke berbagai
instansi, antara lain Bupati Bogor, Pemprov DKI
Jakarta, DPRD Bogor,
DPRD DKI Jakarta, Kementrian Lingkungan Hidup. Namun
hasilnya tidak
mampu memberikan jawaban yang memuaskan, sehingga
warga putus asa
kepada siapa lagi akan mengadu.

    Selama kegiatan konstruksi warga diintimidasi
secara psikologis,
dan dibawah ancaman tekanan aparat. Beberapa tokoh
masyarakat diikuti
oleh intel polisi agar tidak bisa berkomunikasi dengan
warga.

       1.

          4 warga diculik aparat

        Di sela-sela keputus-asaan yang tak menentu,
kesabaran warga
sudah tidak dapat terbendung lagi, pada siang tanggal
11 Desember 2003
kurang lebih 400 warga Bojong melakukan penghadangan
terhadap
kendaraan proyek yang membawa peralatan pengelolaan
sampah.
Penghadangan tersebut mendapat tekanan dari aparat
berupa intimidasi
dan penculikan terhadap 4 orang warga yaitu: Jaka
(51), Pe'i (38),
Samad (30) dan Junaidi (19) mereka dianggap menghambat
pembangunan
(provokator). Karena warga tidak mengerti hukum,
penangkapan secara
ilegal dilakukan oleh aparat kepolisian Polres Bogor.
Ilegal karena
tanpa alasan dan surat penangkapan yang jelas. Dan
meskipun hanya
dalam kurun waktu 12 jam akan tetapi telah terjadi
pelanggaran
terhadap hak-hak untuk mengemukakan pendapat dimuka
umum telah
dikebiri. 4 orang warga yang ditanggap wajibkan
melapor sebanyak 4
kali dalam 10 hari.

       2.

          6 warga ditangkap dan diintimidasi oleh
aparat

        Ketidakpuasann warga akan perlakukan pemkab
Bogor semakin
menjadi-jadi ketika pada hari selasa tanggal 23
Desember 2003 masuk
satu kontainer mesin peralatan pengelola sampah.
Padahal para pejabat
Pemkab Bogor berjanji akan menyelesaikan terlebih
dahulu tuntutan yang
disampaikan oleh warga. Belum ada jawaban yang
konkrit, pihak
pemrakarsa memaksakan kehendak untuk memasukkan
peralatan proyek.
Kurang lebih 700 warga bojong dan sekitarnya turun ke
jalan,
bapak-bapak, ibu-ibu dan anak-anak turut
berpartisipasi dalam
penolakan tersebut. Guna menghalau masuknya peralatan
tersebut warga
menduduki jalan yang menghubungkan jalan proyek dengan
lokasi
proyek.dengan barisan terdepan anak-anak kemudian
ibu-ibu dan paling
belakang para bapak-bapak. Pada pukul 13.00 WIB belum
terjadi insiden,
dan massa dalam kondisi tenang terkendali tidak
melakukan gerakan
apapun terkecuali duduk secara rapi di badan jalan
(aksi damai). Pada
pukul 14.00 Wib datang truk kontainer yang dikawal
polisi kurang lebih
60 orang. Pada saat itu, warga agak ketakutan karena
mereka berhadapan
aparat yang membawa senapan dan pentungan. Beberapa
saat kemudian
terjadi perdebatan antara warga dengan aparat, aparat
meminta warga
menyingkir sambil mengacung-acungkan senapan dan
pentungan. Warga
masih tetap bertahan dan tidak lama kemudian berbunyi
sirine dari
mobil patroli, pada saat itu juga aparat polisi
merangsek maju
memukul, menendang, dan mencekik serta menangkapi
warga yang berada
dilokasi tersebut. Sebagian warga lari dan sebagian
bertahan, 4 orang
warga yaitu: Misar (25), Rohim (19), Andi (38) dan
Nasim (25) yang
bertahan diangkut ke Polres Bogor dengan tuduhan
menghambat
pembangunan. Sementara itu, satu orang bapak dicekik
dipukul dengan
pentungan dan seorang perempuan dicekik oleh aparat.

        Selain itu juga belum ada kajian secara
mendalam tentang
dampak teknologi pengelolaan sampah Bala press,
problem transportasi
dan yang paling penting adalah akan adanya konfik
sosial antara akan
datang kelompok pekerja informal (pemulung). Dimana
secara adar akan
sangat jauh berbeda dengan prilaku masyarakat adat
dalam memperlakukan
lingkungannya.

   6.

      Warga dalam Tekanan Aparat

    Pasca penangkapan, kondisi desa mencekam dan warga
semakin panik
karena apa yang mereka lakukan selama ini tidak
berarti apa-apa.
Lebih-lebih bagi keluarga yang saudaranya ditangkap
aparat, mereja
khawatir dengan nasib mereka. Warga bingung tidak tahu
harus berbuat
apa, karena setiap gerakan apapun selalu diawasi oleh
aparat. Para
tokoh masyarakat diwanti-wanti dan dilarang untuk
bertemu dan
berdiskusi dengan warga, mereka didatangi ke
rumah-rumah oleh intel
Polres Bogor. Dan setelah melalui proses yang cukup
alot dan adanya
jaminan beberapa orang tokoh masyarakat akhirnya 4
orang yang ditahan
dikeluarkan pada pukul 01.00 WIB dengan kewajiban
tetap melapor ke
Polres Bogor.

    Dalam situasi yang tidak mempunyai posisi tawar
atas kebijakan
yang dikeluarkan oleh Pemkab Bogor, warga Jonggol dan
sekitarnya pada
saat ini semakin terpuruk dalam kondisi tertekan dan
tidak tahu harus
berbuat apa. Warga diancam akan ditahan bagi mereka
yang melakukan
penolakan dalam bentuk apapun atas keberadaan TPST
Bojong.

    Pada saat yang bersamaan tidak sedikit para pihak
yang merupakan
perpangjangan tangan pemkab Bogor seperti para Kepala
desa mendukung
kegiatan proyek. Dukungan tersebut antara lain dari
Bupati Bogor, para
Camat dan kepala desa disekitar lokasi proyek. Dan
yang paling getol
mendukung proyek tersebut adalah kepala Desa Bojong.
Sehingga hal ini
cukup menyulitkan warga untuk menyuarakan aspirasinya.

   7.

      Dukungan untuk menolak TPST Bojong

    Sejauh ini dukungan publik atas persoalan TPST
Bojong Cukup
banyak, terutama dukungan dari pers yang cukup banyak
membantu untuk
menyebarluaskan kepada publik atas keberatan warga
sekitar. Selain itu
juga, beberapa pihak yang mempunyai kepedulian
terhadap lingkungan dan
hak-hak atas kehidupan bagi warga negara semakin
meningkat. Sedangkan
dari instansi pemerintah belum ada satu pun yang
berani mendukung atas
penolakn warga. Kalaupun ada masih dalam kapasitas
individu belum
mengatasnamakan instansi. Sedangkan dari NGO pada saat
ini telah ada
beberapa lembaga yang menyatakan siap mendampingi
warga antara lain
WALHI Jakarta, WALHI Nasional, PBHI, LBH Jakarta,
ICEL, Pan Indonesia,
KPS, Kontras, Elsam, TAPAL, dll.

   8.

      Kesimpulan dan Rekomendasi

    Kewenangan Pemkab Bogor untuk menentukan arah
pembangunan memang
telah menjadi keharusan guna mewujudkan kesejahteraan
warga Bogor.
Akan tetapi bila kewenangan yang ada disalahgunakan
dan hanya
menguntungkan kelompok tertentu saja, bahkan
mengorbankan ribuan warga
Bogor. Ironisnya tindakan sewenang-wenang yang
dilakukan oleh aparat
dianggap sesuatu yang lumrah, lantas dimana kita akan
menuntut
keadilan. Sementara aparatur negara yang seharusnya
menjadi tauladan
dan mengayomi warga justru mengintimidasi dan menyiksa
warga.

    Perjuangan warga Jonggol selama ini dalam rangka
untuk mendapatkan
hak-hak sebagai warga negara dalam hal lingkungan yang
bersih dan
sehat dianggap menghambat pembangunan. Warga yang akan
terkena dampak
langsung keberadaan proyek tidak diperhatikan bahkan
pihak yang harus
disingkirkan karena tidak mendukung pemerintah. Harus
juga disadari
bahwa penolakan yang dilakukan oleh warga atas
keberadaan TPST selama
ini masih bersifat sektoral dan berangkat dari
kepentingan
masing-masing kelompok masyarakat. Belum terintergrasi
dalam satu
kepentingan yang sama, hal ini dapat disadari karena
masih belum
tersosialisasi dengan baik kepada seluruh elemen
masyarakat sekitar
TPST. Sebagian warga masih beranggapan bahwa persoalan
ini menjadi
otoritas Pemkab Bogor. Maka semua keputusan yang ada
tidak bisa
dipertanyakan oleh siapa pun dan dianggap final.

    Dengan fakta tersebut maka dengan ini kami
menyatakan:

       1. Menolak peruntukan Kawasan Bojong sebagai
TPST.
       2. Mengecam dan mengutuk keras tindakan aparat
kepolisian Bogor
yang melakukan tindakan penculikan dan intimidasi
kepada warga yang
menetang keberadaan TPST.
       3. Mendesak kepada Pemkab Bogor, DPRD Bogor
untuk mencabut izin
lokasi TPST di Jonggol dan membatalkan MoU dengan
pihak PT. Wira Gulfindo.
       4. Menghimbau Pemkab Bogor, DPRD Kabupaten
Bogor untuk
konsisten terhadap Perda No. 17 tahun 2000 tentang
Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor.
       5. Mendesak Pemprov DKI Jakarta untuk segera
membatalkan MoU
dengan pihak swasta (PT. Wira Gulfindo).
       6. Mendesak Pemprov DKI Jakarta untuk segera
mencabut MoU
dengan Pemkab Bogor tentang penggunaan lokasi TPA di
Jonggol.
       7. Menghimbau kepada seluruh elemen masyarakat
yang konsen
terhadap Lingkungan Hidup dan Hak-hak masyarakat sipil
untuk mendukung
penolakan TPST Bojong.


                
Discover Yahoo! 
Get on-the-go sports scores, stock quotes, news and more. Check it out! 
http://discover.yahoo.com/mobile.html




------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Does he tell you he loves you when he's hitting you?
Abuse. Narrated by Halle Berry.
http://us.click.yahoo.com/aFQ_rC/isnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Reply via email to