Sebuah Pertanyaan untuk Pak Polisi! Profesionalitas polisi dipertanyakan, ketika dalam penanganan unjuk rasa yang berakhir dengan chaos didaerah bojong. dalam peristiwa tersebut tercatat 9 warga ditangkap dan akan diproses, 8 warga menderita luka tembak sedangkan dari pihak kepolisian dalam hal ini unsur brimob yang berjumlah 6 orang, katanya akan mendapatkan ganjaran yang setimpal dengan perbuatan yang telah mereka lakukan.
bayangkan karena belum ada proses hukum yang jelas bagi pihak kepolisian ataupun pihak-pihak aparat berseragam dan memiliki kewenangan untuk menggunakan senjata api, maka proses hukum tersebut lagi-lagi akan dilakukan oleh pihak yang notabene melakukan pelanggaran, biasanya melalui dewan kode etik ataupun dewan kehormatan untuk memproses hal tersebut, padahal dalam iklim yang katanya menganut demokrasi sebagai simbolnya, setiap perbuatan yang dilakukan oleh aparat berseragam dan memiliki kewenangan untuk menggunakan senjata api mereka ketika terbentur dalam masalah hukum yang berkenaan dengan masyarakat sipil, MAKA HUKUM SIPIL YANG BERLAKU, tanpa terkecuali! sehingga aparat brimob yang melakukan penembakan terhadap warga bojong haruslah diproses melalui pengadilan umum dan lagi-lagi apakah berani para aparat penegak hukum yang sehrusnya berpihak kepada asas kebenaran dan kejujuran dapat berlaku adil. karena kita tahu bahwa kebanggaan terhadap korps dan semangat untuk saling melindungi sesama anggota korps masih sangat dijunjung tinggi, dapat saja pernyataan kapolri jenderal da'i bachtiar sebgai proses untuk menyelamatkan muka sendiri karena kita tahu selama ini da'i tak pernah mempunyai malu walupun telah memiliki beberapa cacat dalam menjalankan amanat yang diembannya dan tak ada kata lain seharusnya kapolri jenderal da'i bachtiar harus mundur atau bila tak mau dan tak mempunyai malu harus dicopot dari jabatannya dengan segera oleh presiden terpilih Jenderal (kehormatan TNI) Dr. H Susilo Bambang Yudhoyono. merunut dalam peristiwa tersebut, menurut penjelasan da'i, pihak aparat kepolisian bogor sebelumnya telah menegur dan meminta kepada pt wira guna usaha, untuk tidak melanjutkan proses percobaan pengelolaan TPST sebab banyak pihak yang masih memiliki pemikiran dan oendapat pro dan kontra. akan tetapi PT WSG tetap membandel yang mengakibatkan pecahnya peristiwa pilu dimana warga sekitar yang menjadi korban kebiadaban dan kebuasan pihak-pihak yang merasa memiliki kekuasaan ditanah orang lain. Jikalau pernyataan da'i benar maka sudah sepatutnya pihak kepolisian dapat bertindak jika ada salah satu pihak yang tidak mengindahkan himbauan dan peringatan yang telah diberikan sebelumnya. sehingga pihak kepolisian sudah sewajarnya dapat meredam amarah warga. bukannya menjadi pelindung dari para karyawan PT WSG dengan alasan keselamatan mereka terancam seperti yang dilontarkan oleh da'i belum lama ini. "Tetapi kemudian hari itu muncul upaya-upaya yang menimbulkan perusakan, pembakaran, bahkan sampai pada tahap polisi harus menyelamatkan karyawan (PT WGS) karena terancam jiwa mereka sehingga harus menimbulkan korban luka di kalangan warga yang melakukan tindakan anarki," ujar Da'i. ini menunjukkan jelas adanya indikasi konspirasi untuk tetap melanjutkan TPST kendati mendapatkan penolakan dari warga sekitar sebab sebetulnya pihak kepolisian dapat saja menyegel tempat itu sementara (TPST) dengan alasan masih dalam status quo. namun kita tentu sadar dan mengerti bahwa pihak penguasa akan selalu bersetubuh dan berselingkuh dengan gelimangan harta dan kemewahan, siapa yang memiliki uang maka mereka dapat mengatur segala sesuatunya. memang toleransi itu perlu tetapi dengan tidak mengorbankan perasaan dan kenyamanan pihak lain, jangan mentang-mentang merasa diri memiliki nilai intelektual dan jabatan serta uang yang berlimpah maka dapat dengan seenaknya untuk menekan pihak-pihak yang lemah. Dalam kasus ini selain pihak kepolisian yang harus diusut dan diajukan kemeja pengadilan, seluruh jajaran petinggi hati di PT WSG juga harus diseret kemeja hijau karena telah melakukan kebohongan kepada publik karena telah memanipulasi data peruntukan dan alat-alat yang digunakan untuk melakukan proses di TPST dan yang paling penting adalah proses gubernur biadab sutiyoso yang secara sengaja menyebarkan konflik di daerah bojong, dengan jalan menunjuk daerah tersebut sebagai TPST. Kronologis Penolakan Warga Bogor Timur Terhadap Keberadaan TPST Bojong-Bogor Jawa Barat 1. Pendahuluan Keinginan rakyat untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat lagi-lagi mendapat tantangan dari pemerintah. Sikap arogansi dan mengitimidasi rakyat demi sebuah proyek ternyata masih menjadi tradisi di era reformasi ini. Warga Bogor Timur sebagai warga yang bertetangga dengan Ibukota Negara RI harus berjuang keras untuk dapat mendapatkan hak-haknya utamanya hak hidup dan hak atas lingkungan (HaL) -yang merupakan hak asasi manusia. Ironisnya bukan jawaban seperti yang diharapkan akan tetapi popor senjata dan pentungan aparat yang didapatkan warga. Saat pertama kali pemerintah Kabupaten Bogor mensosialisasikan kepada warga dikatakan bahwa pemerintah akan mempergunakan lahan seluas 20 hektar yang berada di Desa Bojong kecamatan Jonggol sebagai pabrik keramik. Sehingga pada saat itu warga sekitar tidak terlalu mempersoalkan kegiatan pembangunan proyek. Akan tetapi pada bulan Mei 2003 secara tiba-tiba ada pengumuman di lokasi tersebut akan dijadikan TPA pengganti Bantar Gebang. Secara bersamaan masyarakat diberi kesempatan untuk mengajukan keluhan dan informasi dengan limit waktu paling lambat tanggal 17 Mei 2003 guna melengkapi AMDAL yang sedang dibuat. Anehnya, ketika warga (forum) mengirim surat keberatan atas rencana tersebut tanggal 12 Mei 2003, Dinas terkait menyatakan bahwa AMDAL telah disahkan oleh Komisi AMDAL Daerah Kabupaten Bogor. Dimana proses pangajuan AMDAL sendiri hanya berlangsung dalam waktu kurang dari 5 bulan. Proses yang tidak transparan dan menafikan keberadaan masyarakat dalam pembuatan AMDAL adalah tindakan yang tidak dibenarkan dan warga berhak untuk mengetahui apa di balik semua kebohongan yang yang dilakukan oleh Pemkab selama ini. 2. Menyalahi Perda Bogor No. 17 tahun 2000 Mengacu pada perda No. 17 tahun 2000 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor tidak ada satupun pasal yang menyebutkan bahwa kawasan tersebut sebagai TPA. Yang ada justru sebaliknya kawasan tersebut diperuntukkan sebagai kawasan Pengembangan Perkotaan. Kalaupun ada, kawasan yang diperuntukkan sebagai lokasi TPA adalah Desa Nambo Kec. Cileungsi dan kawasan tersebut khusus untuk lokasi TPA sampah Kabupaten Bogor. Secara geografis, dari sebelah utara lokasi TPA hanya dipisahkan oleh jalan desa, dan terdapat situ (danau kecil) dengan luas kurang lebih 100 ha dimana dalam Perda No. 17 tahun 2000 diperuntukkan sebagai kawasan pariwisata. Dan lokasi TPA juga berada persis di tengah-tengah desa, setidaknya ada 7 desa yang sangat dekat dengan lokasi, antara lain desa Bojong, Situsari, Cipeucang, Singasari, Sukamaju, Singajaya dan desa Mampir. Dengan tetap memaksakan kehendak untuk menjadikan TPA, berarti telah terjadi pelanggaran undang-undang No. 23 tahun 1997 pasal 5 ayat (1) yaitu bahwa setiap orang mempunyai hak untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat. Ada indikasi kuat bahwa ditetapkannya Desa Bojong sebagai TPA ada konspirasi antara Pemda Bogor dengan kelompok tertentu terutama Pemprov DKI Jakarta dan Investor. Kekuatan posisi tawar dalam perspektif bisnis lebih dominan sehingga dengan tanpa merasa berdosa melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang mereka buat sendiri. 3. Realita di lapangan tidak sesuai dengan izin operasi Izin operasional yang diberikan oleh pemda Bogor kurang lebih seluas 20 ha. 30% lahan untuk pengelolaan dan fasilitas lain, dan 70% lahan digunakan sebagai TPA atau 14 ha = 140.000 m3. Dalam keterangan yang disosialisasikan kepada warga tinggi gundukan sampah setinggi 5 m. Kalau dikalkulasikan jumlah total sampah adalah 5 m x 140.000 m3 = 700.000 m3. Sementara itu, volume sampah yang masuk ke TPA Bojong per hari 2.000 ton atau 8.000 m3. Diasumsikan sebayak 75% sampah organik (bisa diurai) = 6.000 m3 per hari. Maka 700.000 m3 : 6.000 m3 per hari = 117 hari. Dengan asumsi diatas, ketika izin operasi lokasi 20 ha dan volume sampah 2.000 ton per hari, maka secara teori TPA Bojong hanya akan bertahan 117 hari atau kurang lebih 4 bulan. Sedangkan izin operasi sampai 5 tahun. Tentunya hal ini patut dipertanyakan, atau ada rencana lain dimana publik tidak boleh tahu? 4. Ancaman Rusaknya Lingkungan Hidup. 1. Pencemaran tanah Dengan asumsi volume sampah yang tidak terolah sebanyak 600 ton per hari, maka diperkirakan dalam 1 (satu) bulan tumpukan sampah yang tidak terolah bisa mencapai 18.000 ton. Dan sampah tersebut akan menggunung seperti apa yang pernah terjadi di Bantar Gebang. Otomotis sampah akan mempengaruhi kualitas dan kuatitas lingkungan sekitar. Dimana diameter dampaknya bisa mencapai 0 sampai 10 km dari lokasi. Kegiatan penimbunan sampah akan berdampak terhadap kualitas tanah (fisik dan kimia) yang berada di lokasi TPST dan sekitarnya. Tanah yang semula bersih dari sampah akan menjadi tanah yang bercampur dengan limbah/sampah, baik organik maupun an-organik baik sampah rumah tangga maupun limbah industri dan rumah sakit. Tidak ada solusi yang konkrit dalam pengelolaannya, maka potensi pencemaran tanah secara fisik akan berlangsung dalam kurun waktu sangat lama. Akibat dijadikan Bojong sebagai keranjang sampah, seluruh kawasan dekat lokasi TPA dan lahan yang dilalui oleh truk-truk sampah ke lokasi TPA tidak ada harganya. Warga semakin frustasi karena hanya tanah yang menjadi penopang perekonomian satu-satunya warisan paling berharga dari nenek moyang mereka. Bukan kultur warga Bojong dan sekitarnya menjadi pekerja informal apalagi sebagai pemulung. 2. Pencemaran Terhadap Kualitas Air Tanah Air tanah sebagai kebutuhan utama untuk pemenuhan kebutuhan bagi masyarakat Jonggol dan sekitarnya terancam keberadaannya. Pengalaman Bantar Gebang menyebutkan, bahwa sampah apapun dapat diterima, sampah pasar dan sampah rumah tangga, limbah industri dan bahkan limbah rumah sakit pun akan masuk ke TPA. Dan, hal ini akan mempengaruhi kualitas air tanah akibat limbah sampah yang akan meresap ke tanah dan akan terkumpulnya berbagai macam penyakit disekitar wilayah proyek. Potensi tercemarnya air tanah oleh limbah B3 pun tidak dapat dihindari, akibat adanya limbah industri dan limbah rumah sakit. Hasil penelitian Dinas Kesehatan, Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup disebutkan bahwa pencemaran di Bantar Gebang pada bulan September 1999 menyebutkan 40% derajat keasaman air telah diambang batas, 95% ditemukan bakteri ecoli di air tanah (bakteri yang bisa menyumbat saluran pernafasan). 3. Pencemaran Udara Kegiatan penimbunan sampah menimbulkan bau tidak sedap baik pada lokasi TPST maupun daerah sekitarnya dan jalur yang dilewati. Dampak bau bukan bersifat sementara, malainkan selama TPST masih berfungsi, maka bau tidak sedap akan terjadi selam kegiatan berlangsung. Radius bau sampah dari lokasi TPST berjarak antara 0-10 km, maka Desa yang paling besar menerima dampaknya adalah Desa Bojong, Cipeucang, Situsari, Singasari, Sukamaju, Singajaya, dan Desa Mampir. Baik desa yang dilewati jalur transportasi pengakutan sampah maupun desa yang berada di sekeliling lokasi proyek. Secara nyata kegiatan proyek akan berdampak terhadap kualitas udara khususnya bau dan meningkatnya kadar SO2 dan NH2 di udara secara permanen selama kegiatan proyek berlangsung. Secara otomatis, dengan tercemarnya udara maka kesehatan lingkungan penduduk di sekitar TPST akan terganggu terutama penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas). Dalam temuan Dinas Kesehatan, Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup disebutkan bahwa 34% hasil foto rontgen ditemukan penduduk sekitar Bantar Gebang positif menderita TBC. menurut sumber yang sama juga 99% mengalami infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), 6% penduduk mengalami tukak tulang. Tidak dapat dihindari bahwa terjadinya kebakaran sampah akibat gas methan maupun sengaja akan berpengaruh pada perubahan iklim (climate change), dimana hasil-hasil pembakaran tersebut menyebabkan perubahan temperatur planet bumi semakin panas. Gas-gas yang menimbulkan efek rumah kaca, menyebabkan kerusakan lapisan ozon diantaranya cabon dioxide, methan, dan clofluorocarbons (CFC). Kegiatan pembakaran sampah semakin melengkapi proses pemanasan global di samping emisi kendaraan bermotor (timbal,Pb), pembakaran bahan bakar minyak generator yang ada di lokasi proyek. 5. Warga Bogor Timur Menentang Perlawanan warga Bogor Timur telah terjadi sejak pertama kali adanya kendaraan proyek yang masuk ke Desa Bojong pada awal 2003. Kendaraan truk pengangkut bahan untuk pelebaran jalan dan peralatan TPST. Penolakan baik bersifat fisik maupun lobi telah dilakukan, unjuk rasa ke berbagai instansi terkait telah dilakukan. Gerakan aksi masa pertama kali digelar pada bulan Juni 2003 di Pemkab Bogor dan DPRD Bogor atas inisiatif masyarakat sendiri dengan membentuk forum bernama FORUM KOMUNIKASI MASYARAKAT PEDULI LINGKUNGAN. Massa sebanyak 5000 orang mendatangi kantor Pemkab dan DPRD Bogor, aksi ini diterima oleh anggota DPRD fraksi Golkar dan Komisi A dan B. Dalam dialog anggota berjanji akan meninjau ulang keputusan Pemkab Bogor untuk menjadikan Bojong sebagai TPST. Dalam kesempatan tersebut warga sempat meminta komitmen dan pernyataan tertulis dari anggota dewan. Tuntutan dan gerakan aksi masa kembali dicanangakan pada bulan Agustus dengan tujuan aksi ke pemprov DKI Jakarta dan anggota DPRD DKI Jakarta. Pertemuan dengan DPRD DKI hanya berupa sharing dan menampung aspirasi warga Jonggol dan sekitarnya. Sementara itu, dalam aksi yang dilancarkan warga ke Balai kota dengan melempar sampah ke halaman kantor tidak mendapat respon sedikitpun. Dalam waktu bersamaan warga telah melayangkan surat ke berbagai instansi, antara lain Bupati Bogor, Pemprov DKI Jakarta, DPRD Bogor, DPRD DKI Jakarta, Kementrian Lingkungan Hidup. Namun hasilnya tidak mampu memberikan jawaban yang memuaskan, sehingga warga putus asa kepada siapa lagi akan mengadu. Selama kegiatan konstruksi warga diintimidasi secara psikologis, dan dibawah ancaman tekanan aparat. Beberapa tokoh masyarakat diikuti oleh intel polisi agar tidak bisa berkomunikasi dengan warga. 1. 4 warga diculik aparat Di sela-sela keputus-asaan yang tak menentu, kesabaran warga sudah tidak dapat terbendung lagi, pada siang tanggal 11 Desember 2003 kurang lebih 400 warga Bojong melakukan penghadangan terhadap kendaraan proyek yang membawa peralatan pengelolaan sampah. Penghadangan tersebut mendapat tekanan dari aparat berupa intimidasi dan penculikan terhadap 4 orang warga yaitu: Jaka (51), Pe'i (38), Samad (30) dan Junaidi (19) mereka dianggap menghambat pembangunan (provokator). Karena warga tidak mengerti hukum, penangkapan secara ilegal dilakukan oleh aparat kepolisian Polres Bogor. Ilegal karena tanpa alasan dan surat penangkapan yang jelas. Dan meskipun hanya dalam kurun waktu 12 jam akan tetapi telah terjadi pelanggaran terhadap hak-hak untuk mengemukakan pendapat dimuka umum telah dikebiri. 4 orang warga yang ditanggap wajibkan melapor sebanyak 4 kali dalam 10 hari. 2. 6 warga ditangkap dan diintimidasi oleh aparat Ketidakpuasann warga akan perlakukan pemkab Bogor semakin menjadi-jadi ketika pada hari selasa tanggal 23 Desember 2003 masuk satu kontainer mesin peralatan pengelola sampah. Padahal para pejabat Pemkab Bogor berjanji akan menyelesaikan terlebih dahulu tuntutan yang disampaikan oleh warga. Belum ada jawaban yang konkrit, pihak pemrakarsa memaksakan kehendak untuk memasukkan peralatan proyek. Kurang lebih 700 warga bojong dan sekitarnya turun ke jalan, bapak-bapak, ibu-ibu dan anak-anak turut berpartisipasi dalam penolakan tersebut. Guna menghalau masuknya peralatan tersebut warga menduduki jalan yang menghubungkan jalan proyek dengan lokasi proyek.dengan barisan terdepan anak-anak kemudian ibu-ibu dan paling belakang para bapak-bapak. Pada pukul 13.00 WIB belum terjadi insiden, dan massa dalam kondisi tenang terkendali tidak melakukan gerakan apapun terkecuali duduk secara rapi di badan jalan (aksi damai). Pada pukul 14.00 Wib datang truk kontainer yang dikawal polisi kurang lebih 60 orang. Pada saat itu, warga agak ketakutan karena mereka berhadapan aparat yang membawa senapan dan pentungan. Beberapa saat kemudian terjadi perdebatan antara warga dengan aparat, aparat meminta warga menyingkir sambil mengacung-acungkan senapan dan pentungan. Warga masih tetap bertahan dan tidak lama kemudian berbunyi sirine dari mobil patroli, pada saat itu juga aparat polisi merangsek maju memukul, menendang, dan mencekik serta menangkapi warga yang berada dilokasi tersebut. Sebagian warga lari dan sebagian bertahan, 4 orang warga yaitu: Misar (25), Rohim (19), Andi (38) dan Nasim (25) yang bertahan diangkut ke Polres Bogor dengan tuduhan menghambat pembangunan. Sementara itu, satu orang bapak dicekik dipukul dengan pentungan dan seorang perempuan dicekik oleh aparat. Selain itu juga belum ada kajian secara mendalam tentang dampak teknologi pengelolaan sampah Bala press, problem transportasi dan yang paling penting adalah akan adanya konfik sosial antara akan datang kelompok pekerja informal (pemulung). Dimana secara adar akan sangat jauh berbeda dengan prilaku masyarakat adat dalam memperlakukan lingkungannya. 6. Warga dalam Tekanan Aparat Pasca penangkapan, kondisi desa mencekam dan warga semakin panik karena apa yang mereka lakukan selama ini tidak berarti apa-apa. Lebih-lebih bagi keluarga yang saudaranya ditangkap aparat, mereja khawatir dengan nasib mereka. Warga bingung tidak tahu harus berbuat apa, karena setiap gerakan apapun selalu diawasi oleh aparat. Para tokoh masyarakat diwanti-wanti dan dilarang untuk bertemu dan berdiskusi dengan warga, mereka didatangi ke rumah-rumah oleh intel Polres Bogor. Dan setelah melalui proses yang cukup alot dan adanya jaminan beberapa orang tokoh masyarakat akhirnya 4 orang yang ditahan dikeluarkan pada pukul 01.00 WIB dengan kewajiban tetap melapor ke Polres Bogor. Dalam situasi yang tidak mempunyai posisi tawar atas kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemkab Bogor, warga Jonggol dan sekitarnya pada saat ini semakin terpuruk dalam kondisi tertekan dan tidak tahu harus berbuat apa. Warga diancam akan ditahan bagi mereka yang melakukan penolakan dalam bentuk apapun atas keberadaan TPST Bojong. Pada saat yang bersamaan tidak sedikit para pihak yang merupakan perpangjangan tangan pemkab Bogor seperti para Kepala desa mendukung kegiatan proyek. Dukungan tersebut antara lain dari Bupati Bogor, para Camat dan kepala desa disekitar lokasi proyek. Dan yang paling getol mendukung proyek tersebut adalah kepala Desa Bojong. Sehingga hal ini cukup menyulitkan warga untuk menyuarakan aspirasinya. 7. Dukungan untuk menolak TPST Bojong Sejauh ini dukungan publik atas persoalan TPST Bojong Cukup banyak, terutama dukungan dari pers yang cukup banyak membantu untuk menyebarluaskan kepada publik atas keberatan warga sekitar. Selain itu juga, beberapa pihak yang mempunyai kepedulian terhadap lingkungan dan hak-hak atas kehidupan bagi warga negara semakin meningkat. Sedangkan dari instansi pemerintah belum ada satu pun yang berani mendukung atas penolakn warga. Kalaupun ada masih dalam kapasitas individu belum mengatasnamakan instansi. Sedangkan dari NGO pada saat ini telah ada beberapa lembaga yang menyatakan siap mendampingi warga antara lain WALHI Jakarta, WALHI Nasional, PBHI, LBH Jakarta, ICEL, Pan Indonesia, KPS, Kontras, Elsam, TAPAL, dll. 8. Kesimpulan dan Rekomendasi Kewenangan Pemkab Bogor untuk menentukan arah pembangunan memang telah menjadi keharusan guna mewujudkan kesejahteraan warga Bogor. Akan tetapi bila kewenangan yang ada disalahgunakan dan hanya menguntungkan kelompok tertentu saja, bahkan mengorbankan ribuan warga Bogor. Ironisnya tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh aparat dianggap sesuatu yang lumrah, lantas dimana kita akan menuntut keadilan. Sementara aparatur negara yang seharusnya menjadi tauladan dan mengayomi warga justru mengintimidasi dan menyiksa warga. Perjuangan warga Jonggol selama ini dalam rangka untuk mendapatkan hak-hak sebagai warga negara dalam hal lingkungan yang bersih dan sehat dianggap menghambat pembangunan. Warga yang akan terkena dampak langsung keberadaan proyek tidak diperhatikan bahkan pihak yang harus disingkirkan karena tidak mendukung pemerintah. Harus juga disadari bahwa penolakan yang dilakukan oleh warga atas keberadaan TPST selama ini masih bersifat sektoral dan berangkat dari kepentingan masing-masing kelompok masyarakat. Belum terintergrasi dalam satu kepentingan yang sama, hal ini dapat disadari karena masih belum tersosialisasi dengan baik kepada seluruh elemen masyarakat sekitar TPST. Sebagian warga masih beranggapan bahwa persoalan ini menjadi otoritas Pemkab Bogor. Maka semua keputusan yang ada tidak bisa dipertanyakan oleh siapa pun dan dianggap final. Dengan fakta tersebut maka dengan ini kami menyatakan: 1. Menolak peruntukan Kawasan Bojong sebagai TPST. 2. Mengecam dan mengutuk keras tindakan aparat kepolisian Bogor yang melakukan tindakan penculikan dan intimidasi kepada warga yang menetang keberadaan TPST. 3. Mendesak kepada Pemkab Bogor, DPRD Bogor untuk mencabut izin lokasi TPST di Jonggol dan membatalkan MoU dengan pihak PT. Wira Gulfindo. 4. Menghimbau Pemkab Bogor, DPRD Kabupaten Bogor untuk konsisten terhadap Perda No. 17 tahun 2000 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor. 5. Mendesak Pemprov DKI Jakarta untuk segera membatalkan MoU dengan pihak swasta (PT. Wira Gulfindo). 6. Mendesak Pemprov DKI Jakarta untuk segera mencabut MoU dengan Pemkab Bogor tentang penggunaan lokasi TPA di Jonggol. 7. Menghimbau kepada seluruh elemen masyarakat yang konsen terhadap Lingkungan Hidup dan Hak-hak masyarakat sipil untuk mendukung penolakan TPST Bojong. Discover Yahoo! Get on-the-go sports scores, stock quotes, news and more. Check it out! http://discover.yahoo.com/mobile.html ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Does he tell you he loves you when he's hitting you? Abuse. Narrated by Halle Berry. http://us.click.yahoo.com/aFQ_rC/isnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/