"Aku Melihat Anakku Terbakar" 

24/4/2003 19:21 — Tragedi Mei 1998 tak bisa dihapus
dari kenangan Inah Subiyanto. Karena huru hara itu
telah memakan korban anaknya sendiri yang terpanggang
di Plaza Klender, Jakarta Timur.

Liputan6.com, Jakarta: Kerusuhan Mei 1998 masih
menyisakan luka mendalam bagi sebagian orang atau
keluarga. Bahkan luka itu tak bisa dihapus, seperti
yang dirasakan Inah Subiyanto, warga Duren Sawit,
Jakarta Timur. Gunawan (12), sang anak, ikut
terpanggang dalam amuk massa di Plaza Yogya Klender.
Tragisnya Inah melihat sendiri anaknya meregang nyawa
di gedung tersebut.

Menurut Inah kepada SCTV, baru-baru ini, Gunawan
awalnya hanya ingin menyaksikan penjarahan yang
terjadi di pusat perbelanjaan yang jaraknya sekitar
800 meter dari rumahnya. Gunawan ke sana tidak
sendirian melainkan bersama temannya. Belakangan Inah
khawatir dengan nasib anaknya dan menyusul ke lokasi
penjarahan.

Saat itu Inah sudah tak mendapatkan anaknya di sekitar
areal parkir. Inah yakin anaknya telah ikut bersama
temannya ke lantai atas. Namun, Inah tiba-tiba
mengurungkan niatnya menapaki lantai yang lebih tinggi
karena terdengar teriakan: "Bakar... Bakar...."
Bahkan, orang yang berteriak-teriak tersebut membawa
jeriken bensin. Saat itu Inah hanya sampai lantai tiga
dan suasananya sudah gelap.

Setelah turun, Inah benar-benar melihat situasi yang
sangat memilukan. Api tiba-tiba menjalar dengan cepat.
Jeritan dan teriakan minta tolong terdengar
melengking. Banyak anak-anak yang loncat dari
ketinggian tertentu dan akhirnya mati karena badannya
remuk atau kepalanya pecah.

Inah benar-benar hancur hatinya ketika melihat seorang
anak di lantai atas yang menggedor-gedor kaca meminta
tolong. Anak itu terus berteriak-teriak meminta
tolong. Inah yakin bocah itu adalah anaknya. "Ya,
Allah itu kali anak saya," ratap Inah, mengenang.

Yakin putranya telah tewas terbakar, Inah dan kelurga
kemudian berupaya mencari jenazah Gunawan ke Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo. Di antara ratusan mayat yang
hangus terbakar, Inah melihat mayat yang memakai
celana dan ikat pinggang persis milik Gunawan. Namun
ia tidak yakin mayat itu adalah jasad anaknya.

Kini bayangan Gunawan terus menghinggapi keseharian
Inah. Bahkan gara-gara kehilangan anaknya itu Inah
sampai sakit selama tiga bulan. Inah ingin menutup
rapat-rapat kenangan pahit itu, namun bayangan Gunawan
dan Tragedi Mei 1998 itu kerap hadir.(YYT/Aldi Yarman
dan Zakaria)

http://www.liputan6.com/fullnews/53501.html

--
Renungan Malam Mengenang Tragedi Mei `98 Digelar 

11/5/2004 23:40 — Hujan deras yang mengguyur tidak
menghentikan niat keluarga korban kerusuhan Mei 1998
menggelar acara renungan di TPU Pondok Rangon, Jaktim.
Besok mereka akan berdoa bersama di Plaza Klender.

Liputan6.com, Jakarta: Keluarga korban Tragedi Mei `98
menggelar acara tabur bunga di Tempat Pemakaman Umum
Pondok Rangon, Jakarta Timur, Selasa (11/5) malam.
Peringatan peristiwa Mei 1998 memang selalu
dilaksanakan untuk mengenang para korban yang tewas
dalam insiden berdarah tersebut. Tahun ini, acara
peringatan diberi judul "Malam Kebudayaan dan Tabur
Bunga untuk Korban Tragedi Mei". Meski diiringi
guyuran hujan, acara tetap berlangsung khidmat. 

Acara dimulai dengan tabur bunga di makam para korban.
Lantas, semua peserta mengikuti renungan malam yang
dilanjutkan dengan pidato singkat dari masing-masing
keluarga korban. Dari pernyataan yang dibacakan
tergambar kekecewaan mereka terhadap sikap pemerintah
yang terkesan melupakan kasus Mei `98. Padahal insiden
tersebut banyak menelan korban jiwa. Rencananya,
mereka akan kembali menggelar doa bersama di Kompleks
Plaza Klender, Jaktim, besok. Di lokasi itu, korban
tewas paling banyak ditemukan. 

Sekadar mengingatkan, lembaran hitam sejarah Indonesia
tersebut memang terjadi enam tahun silam. Ketika itu,
kekacauan melanda Jakarta. Aksi anarkis, penjarahan,
pembakaran, hingga pembunuhan merajalela. Seluruh
kejadian tersebut berawal dari insiden di Kampus
Trisakti, Grogol, Jakarta Barat, setelah mahasiswa
terlibat bentrokan dengan tentara dan polisi. Suasana
memanas. Mahasiswa yang diburu tentara berusaha
menyelamatkan diri masuk ke Kompleks Universitas
Trisakti. Tapi, aparat terus mengejar sampai akhirnya
diketahui enam mahasiswa tewas diterjang peluru. 

Bak api disiram bensin, masyarakat terprovokasi
melihat insiden di Kampus Trisakti. Buntutnya massa
merusak, membakar, dan menjarah pertokoan. Polisi dan
tentara mengaku kesulitan meredam amuk massa yang
berlangsung selama dua hari tersebut. Padahal,
belakangan diketahui ratusan terjebak di dalam gedung
yang terbakar, termasuk di Plaza Klender [baca: "Aku
Melihat Anakku Terbakar"]. 

Selain peristiwa tersebut, beredar kabar juga terjadi
tindak kekerasan kepada etnis keturunan Cina. Mereka
diperkosa dan dibunuh. Jumlahnya tak pasti. Yang
jelas, cerita buram ini hendak dikaburkan. Buktinya,
para pejabat yang notabene saat itu bertanggung jawab
atas kasus ini bungkam. Dan, mereka saling melempar
wewenang [baca: Jejak Tragedi Mei 1998 Masih Sulit
Diungkap].(KEN/Aldi Yarman dan Agus Priyatna)

http://www.liputan6.com/fullnews/77880.html

--
Jejak Tragedi Mei 1998 Masih Sulit Diungkap 

25/7/2003 14:27 — Komnas HAM dinilai tak berwenang
memeriksa para jenderal yang diduga terlibat Tragedi
Mei 1998. Para perwira yang dituduh berhak menolak
panggilan paksa ala Tim Ad Hoc bentukan Komnas HAM. 

Liputan6.com, Jakarta: Penuntasan Tragedi Mei 1998
masih jauh panggang dari api. Segala usaha untuk
mencari benang merah kasus tersebut selalu membentur
tembok. Rencana Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
memanggil sembilan perwira tinggi dan menengah
TNI-Polri yang tersangkut masalah ini pun tak gol.
Alasannya, Komnas HAM dinilai tak berhak melakukan
penyelidikan hukum atau pro-justisia sebelum terbentuk
pengadilan HAM Ad Hoc. Jadilah pengungkapan kasus
tetap di atas awan.

Adalah Juru Bicara Tim Advokasi Personel TNI Tommy
Sihotang yang mengungkapkan keberatan tersebut.
Baru-baru ini dia mengatakan, Jenderal TNI
Purnawirawan Wiranto, Letnan Jenderal (Purn) Prabowo
Subianto, Mayor Jenderal TNI Sjafrie Sjamsoeddin, dan
yang lainnya tak bisa diperiksa Tim Ad Hoc bentukan
Komnas HAM [baca: Tim Penyelidik Kerusuhan Mei 1998
Dibentuk ]. Dan, mereka pun berhak menolak pemanggilan
sebelum presiden atas usul DPR membentuk Pengadilan
HAM Ad Hoc.

Menurut Tommy, Komnas HAM baru bisa memanggil perwira
dan mantan perwira yang terlibat kasus tersebut bila
Tim Ad Hoc Kerusuhan Mei memenuhi semua prosedur hukum
yang ada. Sebab kalau tidak, tim tersebut sama saja
dengan menyalahi asas nonreproaktif atau sedang
melakukan pengusutan terhadap sesuatu peristiwa yang
terjadi jauh hari sebelum Undang-undang Nomor 26/2000
tentang Pengadilan HAM.

Menilik peristiwanya, lembaran hitam sejarah Indonesia
tersebut memang terjadi lima tahun silam. Ketika itu,
anarkisme, penjarahan, pembakaran hingga pembunuhan
terjadi di Jakarta. Segalanya berawal dari Kampus
Trisakti, Grogol, Jakarta Barat. Di sana, suatu
petang, hasrat mahasiswa untuk long march di Jalan S.
Parman, Jakbar, dihadang tentara dan polisi. Suasana
panas. Bentrokan antara kedua kubu pun meletus. Karena
tak seimbang, mahasiswa yang kocar kacir berusaha
menyelamatkan diri masuk ke Kompleks Universitas
Trisakti. Tapi, aparat terus mengejar sampai akhirnya
diketahui ada enam mahasiswa tewas diterjang peluru.

Kabar enam mahasiswa tewas ditembak aparat mengundang
reaksi besar. Massa marah. Lantas massa merusak,
membakar, dan menjarah. Aparat tak dapat meredam dan
mencegah aksi premanisme yang berlangsung selama dua
hari tersebut. Ironisnya, setelah aksi tersebut, baru
diketahui ratusan orang terjebak di dalam gedung yang
terbakar [baca: "Aku Melihat Anakku Terbakar"]. Mereka
mati sia-sia tanpa dapat dikenali identitasnya.

Selain peristiwa tersebut, beredar kabar juga terjadi
tindak kekerasan kepada etnis Tionghoa. Mereka
diperkosa dan dibunuh. Jumlahnya tak pasti. Yang
jelas, cerita buram ini hendak dikaburkan. Buktinya,
para pejabat yang notabene saat itu bertanggung jawab
atas kasus ini bungkam. Mereka saling melempar
wewenang [baca: Tim Penyelidik Kerusuhan Mei Akan
Memanggil Wiranto]. Sampai akhirnya berkembang isu:
peristiwa yang mengawali kejatuhan bekas Presiden
Soeharto itu adalah rekayasa. Benarkah demikian?
Komnas HAM kini tengah berusaha menguaknya.(ICH/Tim
Liputan 6 SCTV)

http://www.liputan6.com/fullnews/59096.html

--
Reformasi dan Ratusan Penjarah Hangus Terpanggang 

15/5/2002 20:19 — Onggokan ratusan mayat penjarah yang
terpanggang di gedung-gedung yang dibakar ditemukan
pascakerusuhan 13-14 Mei 1998 di Jakarta. Tarik ulur
kekuasaan lewat BBM dan televisi pool.

Liputan6.com, Jakarta: Bau asap yang mengepul sisa
kebakaran gedung-gedung di Ibu Kota, masih menyengat
tajam dan jalan-jalan masih lengang. Begitulah
gambaran situasi Jakarta, Jumat (15/5) pagi, tepat
empat tahun silam, menyusul aksi penjarahan dan
pembakaran yang memorak-porandakan Jakarta. Namun kota
ini seakan menangis menyayat ketika paling sedikit 250
onggokan mayat ditemukan terpanggang di sejumlah
gedung yang hangus dibakar pasca-amuk massa dua hari
sebelumnya, 13 dan 14 Mei 1998. Ratusan korban
reformasi ini dianggap sebagai perusuh dan penjarah
yang terjebak kebakaran hebat. Di Yogya Departemen
Store, Klender, Jakarta Timur, misalnya. 

Dari pagi hingga malam, tampak wajah-wajah murung atau
gelisah karena kehilangan anggota keluarga, di kamar
mayat Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat.
Ironisnya, mereka harus mengais-ngais bagian yang
tersisa untuk mengidentifikasi bila anggota keluarga
yang menjadi korban. Namun, yang dapat dikenali hanya
berjumlah hitungan jari belaka. Kisah sedih serta
ratapan dari sejumlah warga yang kehilangan anggota
keluarganya terdengar di mana-mana. Itu tidaklah aneh.
Soalnya, tim relawan sempat mencatat bahwa kerusuhan
besar Mei 1998 paling tidak menyebabkan 1.190 jiwa
melayang. 

Kondisi Ibu Kota sendiri hampir lengang dan
compang-camping. Trauma amuk massa masih menghantui
sebagian besar warganya. Ketakutan masyarakat ini
disikapi positif aparat keamanan. Mereka pun bersikap
lebih tegas terhadap para penjarah. Buktinya, ratusan
orang yang mayoritas remaja digiring ke kantor-kantor
polisi terdekat untuk dimintai pertanggungjawabannya.
Dari tangan mereka, polisi menyita sejumlah barang
jarahan bernilai ratusan juta rupiah. 

Kerusuhan tak hanya melanda Jakarta, sejumlah daerah
di Tanah Air seperti Solo, Jawa Tengah dan Palembang,
Sumatra Selatan, juga diterjang amuk massa. Kondisi
keamanan dan ketertiban di Indonesia yang tak terduga
dalam dua hari terakhir membuat Presiden Soeharto
mempercepat kepulangannya ke Tanah Air. Saat itu,
penguasa Orde Baru ini tengah menghadiri Konferensi
Tingkat Tinggi G-15 di Kairo, Mesir. 

Saat itu juga pemerintahan Soeharto membuat sebuah
keputusan penting di hadapan DPR: membatalkan kenaikan
harga bahan bakar minyak. Keputusan ini diumumkan pula
oleh Menteri Pertambangan dan Energi Kuntoro
Mangkusubroto melalui Stasiun Televisi Republik
Indonesia (TVRI) yang di-relay seluruh televisi
swasta. 

Kendati demikian, Presiden Soeharto seakan masih tetap
berupaya menegakkan kekuasaannya. Buktinya, kabinet
pemerintahan memutuskan penyelenggaraan penyiaran
melalui Televisi Pool. Saat itulah seluruh stasiun
televisi swasta yang ada, diwajibkan mengkoordinasikan
peliputannya dengan TVRI agar sesuai keinginan
pemerintah. Maka tak heran, terhitung 15 Mei 1998,
materi pemberitaan televisi seragam dan harus berlogo
TVRI. Tak ada lagi suara-suara kritis dan kontrol yang
muncul di pemberitaan televisi. Hilang pula
pemberitaan tentang demonstrasi mahasiswa yang
menginginkan reformasi dan Sidang Istimewa MPR.
Perjuangan reformasi masih merangkak.(ANS/Tim Liputan
6 SCTV)

http://www.liputan6.com/fullnews/34206.html






------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
What would our lives be like without music, dance, and theater?
Donate or volunteer in the arts today at Network for Good!
http://us.click.yahoo.com/MCfFmA/SOnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke