http://www.suaramerdeka.com/harian/0505/21/opi4.htm

Nasionalisme di Ambang Krisis
Oleh: Agust Riewanto
PADA bulan Mei bangsa kita memiliki sejarah sosial yang romantis sekaligus 
sakral, karena di bulan ini peristiwa penting bagi perjalanan sejarah bangsa 
kita terukir. Pada setiap 20 Mei kita peringati sebagai Hari Kebangkitan 
Nasional (Harkitnas) dan pada 21 Mei kita memiliki tradisi baru untuk 
memperingati runtuhnya rezim Orde Baru (Orba). Sejak saat itu tonggak Orde 
Reformasi dimulai menuju Indonesia baru.

Peringatan Harkitnas tahun ini serasa istimewa dan berbeda dari tahun-tahun 
sebelumnya, karena satu, berbarengan dengan tujuh tahun pascareformasi 
(1998-2005). Dua, memiliki presiden baru yang terpilih secara langsung dari 
hasil Pemilu 2004. Tiga, menjelang pelaksanaan pemilihan pilkada langsung 2005. 
Empat, perubahan arah kebijakan sosial, politik, hukum-HAM dan ekonomi di bawah 
pemerintah baru. Banyak perubahan baik struktur ketatanegaran, penegakan dan 
kebijakan hukum-HAM, sistem sosial, ekonomi dan budaya.

Sayang perubahan itu tak cukup berarti mengubah nasib rakyat. Aneka bentuk 
keculasan, kecurangan, pungli, KKN semakin menjadi dari hulu hingga hilir dalam 
urusan publik. Pelanggaran HAM kini dan masa lalu tak kunjung tuntas diusut, 
dan bahkan kian menjadi. Hukum hanya tegas pada rakyat kecil, tapi mandul dan 
tumpul pada kekuasaan dan uang. Angka kemiskinan kian melambung, jumlah 
pengangguran kian membengkak, elite politik saling berebut parpol, bahkan 
bentuk kejahatan pun kini semakin meluas dan bervariasi, antara lain illegal 
logging, pencucian uang, kredit macet di bank.

Ini menunjukkan setelah tujuh tahun reformasi, yang berubah hanyalah rezim 
pemerintahannya. Namun tak diringi dengan perubahan kultur penopang gerak 
reformasi, yakni perilaku aparatur negara di bidang hukum dan pelayanan publik 
serta elite politik.

Wajar saja, jika kini publik menggugat dengan pertanyaan kritis dan reflektif, 
masih relevan dan perlukah nasionalisme (kecintaan) terhadap bangsa Indonesia 
ini dipertahankan ?Kenyataannya negeri ini telah berada di ujung kehancuran 
peradaban. Negeri ini seolah bukan lagi miliki rakyat, karena kemakmuran dan 
kesejateraan dalam standar minimal pun tak dirasakan rakyat. Sebaliknya elite 
politik bergelimangan harta dan kekuasaan, elite ekonomi berlomba-lomba 
menumpuk pundi-pundi rupiah dan dolar, hasil hutan, laut, emas dan logam habis 
dijarah. Bahkan kaum intelektualnya pun terperosok dalam kubangan permainan 
elite kekuasaan dan uang. Lengkaplah sudah derita rakyat di negeri ini.

Jangan-jangan Pilkada yang akan berlangsung sebentar lagi di 200-an 
Kabupaten/Kota dan puluhan provinsi di Indonesia Juni 2005 mendatang pun tak 
akan berhasil menemukan pemimpin daerah yang mampu dan mengerti kebutuhan 
rakyatnya, lalu menjamin kemakmuran dan kesejahteraannya. Karena itu, 
sebenarnya nasib nasionalisme di negeri ini benar-benar tragis dan berada di 
ambang krisis. 

Nasionalisme, sebagaimana ideologi besar lain seperti kapitalisme, demokrasi 
atau HAM, adalah ideologi yang terus berkembang. Pemahaman dan praktik ideologi 
besar itu di satu zaman akan berbeda dengan dengan zaman lainnya akibat adanya 
aneka perkembangan baru. Menerapkan faham nasionalisme lama di zaman yang sudah 
sangat berubah akan menjadi tindakan bunuh diri.

Nasionalisme Modern 

Mestinya ada yang tetap ada pula yang berubah dalam faham nasionalisme. Yang 
tetap adalah definisi nasionalisme sebagai identitas kultural. Nasionalisme 
menjadi ekspresi cinta negara yang tumbuh secara natural ataupun ditumbuhkan 
melalui proses politik ke dalam sanubari warga negara. Ke dalam rasa 
nasionalisme itu mengatasi kepentingan primordial, seperti etnis, ras, atau 
agama. Ke luar, rasa nasionalisme itu antikolonialisme dan penjajahan pihak 
asing. 

Dalam studi nasionalime modern banyak literatur yang menyatakan derajat 
tinggi-rendahnya kecintaan (nasionalisme) rakyat pada negaranya diukur oleh 
derajat besar dan kecilnya pemerintah dapat menjamin kesejahteraan rakyatnya. 
Artinya semakin tinggi tingkat kemakmuran warga bangsanya, maka semakin tinggi 
pula nasionalismenya, sebaliknya semakin rendah derajat kemakmuran warga 
bangsanya, maka semakin minimal pula tingkat nasionalismenya.

Banyak contoh menunjukkan kehancuran bangsa dan perpecahan peradaban dimulai 
dari gagalnya negara menjamin kemakmuran dan keadilan sosial, ekonomi, politik 
dan hukum warganya, Uni Soviet dan Yugoslavia yang hancur dan pecah menjadi 15 
negara adalah salah satu contoh konkret.

Patut direnungkan jangan-jangan banyaknya wilayah yang hendak memisahkan diri 
dari NKRI karena faktor rendahnya jaminan akan kemakmuran dan keadilan. Agar 
nilai nasionalisme yang dicanangkan oleh pendiri negara kita puluhan tahun lalu 
dapat bertahan ke dalam sanubari warga negara, sekaligus menjawab gugatan 
publik akan relevansinya nasionalisme, maka menurut saya, usaha menumbuhkan 
gairah nasionalisme untuk saat ini dapat dimulai melalui dua usaha.

Pertama, kemampuan pemerintah menjamin keadilan hukum, sosial, politik dan 
kemakmuran rakyat. Saatnya kini presiden SBY mengubah paradigma pemerintahannya 
untuk membawa Indonesia menuju bangsa besar dengan terlebih dahulu menanamkan 
gairah cinta, loyalitas pada bangsa (nasionalisme). 

Kedua, menemukan maskot untuk membentuk kesadaran publik akan perlunya 
mencintai tanah air. 

Di Amerika Serikat (AS) misalnya, para pemimpin politik, dan agamanya terus 
menumbuhkan gairah rasa cintanya pada AS dengan menemukan ikon perang terhadap 
terorisme sebagai musuh bangsanya. Maka Indonesia dapat melakukan hal yang 
sama, yakni menemukan ikon bersama misalnya perang melawan korupsi. 

Sebelum korupsi dapat dibasmi secara serius, selama itu pula martabat dan harga 
diri bangsa Indonesia di mata dunia dan di hati rakyatnya sendiri akan menjadi 
bangsa paria. Setelah berkali-kali Indonesia dinobatkan sebagai jawara negara 
paling korup di Asia dan dunia, semakin relevan kiranya mengkaitkan 
nasionalisme, faham kebangsaan dan rasa cinta tanah air dengan semangat 
antikorupsi (11).

-Agust Riewanto, SAg, SH,MA, mantan aktivis hak sipil dan politik YLBHI-LBH 
Yogyakarta, kini Anggota Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sragen 


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Does he tell you he loves you when he's hitting you?
Abuse. Narrated by Halle Berry.
http://us.click.yahoo.com/aFQ_rC/isnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Reply via email to