Muhammad Mustafa al-A'zami: Mereka Ketakutan Pada Al-Quran
20 May 2005 - 2:48 am


SPESIALIS penakluk tesis kaum orientalis. Predikat itu tepat disematkan pada 
sosok Prof. Dr. Muhammad Mustafa al-A'zami, 73 tahun, guru besar ilmu hadis 
Universitas King Saud, Riyadh, Arab Saudi. Popularitas A'zami mungkin tidak 
setenar Dr. Yusuf Qardlawi dan ulama fatwa (mufti) lainnya. Namun kontribusi 
ilmiahnya sungguh spektakuler.

Sumbangan penting A'zami terutama dalam ilmu hadis. Disertasinya di Universitas 
Cambridge, Inggris, ''Studies in Early Hadith Literature'' (1966), secara 
akademik mampu meruntuhkan pengaruh kuat dua orientalis Yahudi, Ignaz Goldziher 
(1850-1921) dan Joseph Schacht (1902-1969), tentang hadis. Riset Goldziher 
(1890) berkesimpulan bahwa kebenaran hadis sebagai ucapan Nabi Muhammad SAW 
tidak terbukti secara ilmiah. Hadis hanyalah bikinan umat Islam abad kedua 
Hijriah.

Pikiran pengkaji Islam asal Hongaria itu jadi pijakan banyak orientalis lain, 
termasuk Snouck Hurgronje (1857-1936), penasihat kolonial Belanda. Tahun 1960, 
tesis Goldziher diperkuat Joseph Schacht, profesor asal Jerman, dengan teori 
"proyeksi ke belakang". Hadis, kata Schacht, dibentuk para hakim abad kedua 
Hijriah untuk mencari dasar legitimasi produk hukum mereka. Lalu disusunlah 
rantai periwayatnya ke belakang hingga masa Nabi.

Saking kuatnya pengaruh Goldziher-Schacht, sejumlah pemikir muslim juga 
menyerap tesisnya, seluruh atau sebagian. Seperti A.A.A. Fyzee, hakim muslim di 
Bombay, India, dan Fazlur Rahman, pemikir neomodernis asal Pakistan yang cukup 
populer di Indonesia. Definisi hadis ala Goldziher-Schacht berbeda dengan 
keyakinan umum umat Islam. Bahwa hadis adalah ucapan, perbuatan, dan ketetapan 
Nabi yang telah diuji akurasinya oleh para ulama hadis seperti Bukhari dan 
Muslim.

Namun belum ada sanggahan telak atas pikiran Goldziher-Schacht dengan standar 
ilmiah, selain disertasi A'zami. "Cukup mengherankan," tulis Abdurrahman Wahid 
saat pertama mempromosikan A'zami di Indonesia tahun 1972, "hanya dalam sebuah 
disertasi ia berhasil memberi sumbangan demikian fundamental bagi penyelidikan 
hadis." Gus Dur menyampaikan itu dalam Dies Natalis Universitas Hasyim Asy'ari, 
Jombang, tak lama setelah pulang kuliah dari Baghdad.

Temuan naskah kuno hadis abad pertama Hijriah dan analisis disertasi itu secara 
argumentatif menunjukkan bahwa hadis betul-betul otentik dari Nabi. A'zami 
secara khusus juga menulis kritik tuntas atas karya monumental Joseph Schacht, 
judulnya On Schacht's Origins of Muhammadan Jurisprudence. Versi Indonesia, 
buku ini dan disertasi A'zami sudah beredar luas di Tanah Air. Murid A'zami di 
Indonesia, Prof. Ali Mustafa Yaqub, berperan banyak memopulerkan pikiran ulama 
kelahiran India itu.

Ali Mustafa membandingkan jasa A'zami dengan Imam Syafi'i (w. 204 H). Syafi'i 
pernah dijuluki "pembela sunah" oleh penduduk Mekkah karena berhasil mematahkan 
argumen pengingkar sunah --sebutan lain hadis. "Pada masa kini," kata Ali 
Mustafa, "Prof. A'zami pantas dijuluki 'pembela eksistensi hadis' karena 
berhasil meruntuhkan argumentasi orientalis yang menolak hadis berasal dari 
Nabi."

Setelah lama mapan dalam studi hadis, belakangan A'zami merambah bidang studi 
lain: Al-Quran. Namun inti kajiannya sama: menyangkal studi orientalis yang 
menyangsikan otentisitas Al-Quran sebagai kitab suci. Ia menulis buku The 
History of The Qur'anic Text (2003), yang juga berisi perbandingan dengan 
sejarah Perjanjian Lama dan Baru. "Ini karya pertama saya tentang Al-Quran," 
kata peraih Hadiah Internasional Raja Faisal untuk Studi Islam tahun 1980 itu.

Sabtu pekan lalu, A'zami meluncurkan versi Indonesia buku itu dalam Pameran 
Buku Islam di Istora, Senayan Jakarta. Gus Dur, yang mengaku pengagum A'zami, 
bertindak sebagai panelis bersama pakar Quran dan hadis lainnya. Prof. Kamal 
Hasan, dalam pengantar buku itu, menilai karya A'zami ini relevan untuk 
meng-counter maraknya buku Hassan Hanafi, Nasr Hamid Abu Zayd, dan Mohammad 
Arkoun di Indonesia.

Kamal menyebut mereka sebagai "pengikut jejak orientalis". Tetapi Hanafi dan 
Abu Zayd juga dipromosikan Gus Dur di Indonesia, seperti halnya A'zami. Dua 
kutub kajian ini tampaknya perlu dibaca bersama. Wartawan Gatra Asrori S. 
Karni, Luqman Hakim Arifin, dan Nordin Hidayat, Ahad lalu, bertemu A'zami di 
Hotel Sahid Jakarta. Berikut petikan percakapan mereka:


Apa yang mendorong Anda menggeser objek studi dari hadis ke Al-Quran?

Al-Quran dan hadis keduanya pegangan penting seorang muslim. Keduanya sama-sama 
berasal dari Allah SWT. Selain itu, kini orang-orang Barat, para orientalis, 
banyak mengkaji Al-Quran sekehendak mereka. Mereka begitu ketakutan pada 
Al-Quran. Bagi mereka, Al-Quran seperti bom. Karena itu, mereka ingin ada 
proses peraguan (tasykik) atas kebenaran Al-Quran.

Studi orientalis generasi lama memang antipati pada Islam. Namun ada penilaian, 
arah kajian mereka akhir-akhir ini makin membaik: makin apresiatif dan empati 
pada Islam.

Apanya yang membaik? Bila Anda hendak menyimpulkan, jangan dari fakta parsial. 
Anda harus menyimpulkan dari keseluruhan fakta. Masih ada orientalis yang 
menulis sejarah Nabi dan mengatakan bahwa musuh terbesar manusia di dunia 
adalah Muhammad, Al-Quran, dan pedangnya Muhammad.

Dan problem mendasar kajian orientalis, mereka memulai kajiannya dengan tidak 
mempercayai Nabi Muhammad. Kita mengatakan, Muhammad adalah Nabi dan Rasul 
Allah. Menurut mereka, itu bohong besar. Jadi, mereka mengawali pembahasan 
dengan dasar pikiran bahwa Muhammad adalah pembohong, bukan rasul sebenarnya.


Mungkinkah mengkaji Islam semata-mata untuk tujuan studi, tanpa tujuan dan 
bekal keimanan, sebagaimana kaum orientalis?

Tidak mungkin. Agama apa saja, pada kenyataannya, sulit sekali mengkajinya 
tanpa keimanan. Kita lebih mudah mengkaji dan memahami Yahudi dan Kristen, 
karena kita percaya dan menghormati Musa, Harun, Maryam, dan Isa. Sementara 
orang Yahudi dan Nasrani tidak bisa memahami Islam, karena mereka mendustakan 
dan tak beriman pada Muhammad.

Bila Anda baca tulisan orang Yahudi tentang Isa dan Maryam, Anda akan temukan 
ungkapan mereka sangat kotor dan menjijikkan. Ada yang menuding Isa telah 
berzina tiga kali. Kalau penulisnya muslim, tidak mungkin bilang begitu. Haram! 
Karena kita memuliakan para nabi terdahulu. Persoalannya, berapa banyak orang 
Islam yang mau mengkaji lebih jauh tentang keyakinan Yahudi dan Nasrani? 
Sedangkan mereka sangat intens melakukan kajian tentang Islam.


Benarkah buku Anda sebagai counter atas corak kajian Al-Quran ala pemikir 
semacam Hassan Hanafi, Abu Zayd, dan Arkoun yang populer di Indonesia?

Ini bukan counter langsung. Tapi ada hal penting yang harus digarisbawahi di 
sini bahwa otoritas menafsirkan Al-Quran ada di tangan Rasulullah. Kita 
percaya, Al-Quran berasal dari Allah dan diturunkan pada Muhammad. Allah 
berfirman, "Dan kami turunkan Al-Quran pada kamu agar kamu jelaskan pada 
manusia." Sama saja, bila ada problem konstitusi di Indonesia, misalnya, maka 
yang berwenang membuat interpretasi adalah para hakim Indonesia. Meski meraih 
gelar doktor di Universitas Cambridge, saya tidak punya otoritas menyelesaikan 
problem konstitusi di Indonesia.

Jadi, kalau ada orang berpikir liberal, lalu menafsirkan perintah salat dalam 
Al-Quran semaunya, tidak mengindahkan tuntunan Rasul sebagai penafsir yang 
mendapat mandat dari Allah, maka saya katakan, "Siapa Anda? Siapa yang memberi 
Anda otoritas membuat tafsir sendiri?" Orang-orang seperti Hassan Hanafi dan 
Abu Zayd itu adalah "anak-cucu" Barat. Tak perlu meng-counter langsung mereka. 
Kecuali kalau terpaksa. Saya sebenarnya tidak peduli pada pemikiran-pemikiran 
mereka. Saya ingin membentuk pandangan saya sendiri.


Dalam pandangan Anda, apa yang membuat beberapa pemikir muslim menyerap 
pengaruh Barat? Tidakkah karena kekuatan argumentasi Barat?

Persoalan pokok sebenarnya adalah soal iman. Dari berbagai informasi, sangat 
nyata kebanyakan dari mereka adalah fasik (banyak berbuat dosa) dan sedikit 
sekali yang religius (mutadayyin). Mereka tidak puasa dan tidak salat. Ketika 
bulan Ramadan, subuh mereka bangun, makan pagi, tapi ketika magrib, ikut 
berbuka bersama lainnya, malamnya juga ikut sahur, ha, ha, ha....

Hasan Hanafi dan Nasr Abu Zeid misalnya, tidak belajar di sekolah-sekolah 
Barat. Tapi pemikiran mereka seperti mewakili pemikiran Barat. Mungkinkah?
Tentu. Karena buku-buku kajian mereka berasal dari Barat. Tapi Nasr Abu Zeid 
pernah belajar secara khusus di Jepang.


Kami pernah mengulas buku Prof. Christhop Luxenberg (nama samaran) yang 
berkesimpulan, bahasa asli Al-Quran adalah Aramaik, jadi yang beredar sekarang 
Quran palsu. Komentar Anda?

Ah, dia pemikir bodoh. Beberapa penulis mengomentari bahwa pengetahuannya 
tentang bahasa Syiriya-Aramaik sangat dangkal. Kata dia, Al-Quran berasal dari 
bahasa Aramaik, kemudian setelah 100 tahun beralih ke bahasa Arab. Sehingga 
disebut Quran kondisional. Itu sama sekali bukan kajian ilmiah.


Apakah pemikiran Chistof ilmiah atau tidak?

Tidak. Sama sekali jauh dari pemikiran ilmiah…


Apakah ini merupakan salah satu cara dari para orientalis untuk merusak umat 
Islam?

Itu nggak ada artinya. Tapi sekarang beberapa kali dan akan berkali-kali, 
mereka menginginkan bahwa ketika Al-Quran dibuat tidak ada titik dan tasydid. 
Nah, sekarang mereka menginginkan agar Al-Quran diperbarui dari sisi titik dan 
tasydid-nya. Lalu, membacanya seperti yang kita kehendaki, memberi tanda-baca 
baru, dan menjadikannya baru. Al-Quran lalu menjadi Al-Quran sesuai kebutuhan 
(kondisional).


Apakah mereka juga memiliki kaidah dasar untuk membuat Al-Quran kondisional 
tersebut?

Kaidahnya ya sekehendak hati mereka. Karena mereka memberi tanda baca sesuai 
kebutuhan mereka.


Ada pendapat yang mengatakan bahwa Al-Quran merupakan produk budaya. Apa 
komentar Anda?

Itu pendapat Nasr Abu Zeid. Tapi apa yang sebenarnya disebut produk budaya? Ini 
tak ubahnya ketika orang menyebut “terorisme”. Semua berbicara terrorism. Tapi 
tidak pernah ada satu pun definisi yang muttafaq alaihi tentang terorisme. 
Terorisme justru kerap dikaitkan dengan Islam. Kita perlu memahami apa 
pengertiannya dulu.


Dalam hal ini, apakah pengertian produk budaya sama dengan asbabun nuzul 
(memahami Quran secara kontekstual)?

Tidak (sama). Memahami Quran secara kontekstual bisa dilakukan, jika “sesuatu” 
mempunyai kaitan dengan asbabun nuzul, tapi tak bisa diterapkan di semua 
tempat. Kecuali di beberapa tempat khusus yang merupakan sebab turunnya (ayat). 
Jadi, Anda tak bisa datang dan langsung mengatakan aqiimus shalat. Padahal di 
sana tidak ada asbabun nuzul, karena di sana adalah amr (perintah). Seharusnya, 
sebelum itu ada sebab. Allah adalah pencipta seluruh makhluk. Tentunya Dia tahu 
mana yang berbahaya dan bermanfaat bagi makhluk-Nya.

Jangan bermain dengan Api! Tidak ada …konteks di sini. Tidak hanya berlaku 
sekarang tapi selamanya.


Ini wacana yang elit. Apa hal penting dari buku Anda bagi orang-orang awam?

Saya tak bisa mengemukakan sesuatu untuk semua orang. Jadi saya sudah kepikiran 
untuk menulis buku baru, yang bisa dibaca dan dipahami oleh semua ummat Islam.


Anda pernah belajar dan lulus dari sebuah universitas di Barat. Tapi sikap anda 
tampak konservatif, dalam arti tidak liberal orang-orang seperti Hassan Hanafi 
atau Nasr Abu Zeid. Mengapa?

No! Saya kira ini pertanyaan dan persoalan tentang iman. Ha…ha..ha…


Menurut anda, apa yang salah dengan Barat?

Apa yang salah dengan Barat adalah sikap (attitude)-nya.


Apa tantangan terbesar bagi umat Islam saat ini?

Kitalah sesungguhnya tantangan terbesarnya. Karena kita tidak mempraktekkannya.

Man ghassa falaisa minna. “Barangsiapa yang menipu tidak termasuk golongan 
kami”. Kalau anda mengambil hadis dan mengujinya di dalam kehidupan (Adzami 
memberi contoh, bagaimana ia menemukan seorang penjual susu yang menempelkan 
hadis ini di atas tokonya, tapi ternyata ia menambah air dalam susu yang 
dijualnya). Meskipun Anda percaya Al-Quran dan Hadis, tapi dalam praktek 
kehidupan kita kita jauh dari sunnah. Ini salah satu kesulitan kita. Kalau kita 
menjadi good practicse-nya moslem. Saya tidak bicara tentang Islamisasi ilmu di 
sini. Tapi saya ingin menegaskan bahwa pengetahuan di Islam masih sangat jauh 
dari praktek. Islam itu sebenarnya pratek, bukan teori.

[Agama, Gatra Nomor 22 Beredar 11 April 2005] 


__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Ever feel sad or cry for no reason at all?
Depression. Narrated by Kate Hudson.
http://us.click.yahoo.com/LLQ_sC/esnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke