http://www.kompas.com/kompas-cetak/0506/04/opini/1793928.htm

 
Korupsi, Sama dengan "Corrupted?" 

Oleh BS Mardiatmadja

TAK terduga, sejumlah orang terhormat diseret sebagai tersangka tindak pidana 
korupsi. Kita dapat melihat orangnya, lembaganya, pranatanya, dan 
masyarakatnya. Setiap orang dapat tergoda berdosa, juga melakukan korupsi. Maka 
kejahatan dilukiskan dalam pribadi setan. Ada latihan rohani untuk menguatkan 
orang kalau setan datang.

Segi ini bukan satu-satunya, namun sungguh nyata. Cara pandang ini bermasalah 
jika korupsi hanya dilihat sebagai buah kelemahan rohani, dan cukup diobati 
dengan doa saja. Kaitan orang dengan agama rupanya tidak berbanding lurus 
dengan kekebalan terhadap godaan korupsi. Banyak orang dari melampaui agama 
berpadu dalam lembaga netral untuk menyelesaikan masalah itu.

Pada masa Hindia Belanda, di sekitar perang kemerdekaan, pada zaman Soekarno 
dan Soeharto, kita menyaksikan gejala serupa. Kian disadari, pemberantasan 
korupsi harus ditangani bersama melalui aneka lembaga lintas agama. 
Kecederungan ini menaikkan lembaga-lembaga swadaya masyarakat di mata rakyat. 
Orang terhenyak, saat di kalangan mereka ditemukan beberapa noda. Orang mencaci 
maki lembaga swadaya.

KITA sering lupa, lembaga (apa pun) bukanlah "Dewa yang tak mungkin salah". 
Kita alpa, lembaga apa pun diisi manusia, dengan segala kecenderungannya. 
Kelemahan pribadi harus dikuatkan oleh kelembagaan, tetapi kelembagaan tidak 
otomatis membersihkan manusia.

Kedua sayap itu perlu terus dicermati. Pencermatan lembaga dilakukan dengan 
banyak cara, antara lain dengan menciptakan pranata yang tepat guna, misalnya, 
dengan Undang-Undang Yayasan dan sebagainya.

Agar lebih berdaya guna, pranata ini biasanya disusun oleh lembaga legislatif 
dan eksekutif negara; dikontrol lembaga yudikatif. Namun, lembaga-lembaga itu 
sering terkena virus korupsi juga. Pengakuan itu sama sekali tidak merendahkan 
nilai lembaga itu, tetapi malah meningkatkan makna publiknya.

Sekian banyak anggota lembaga legislatif dan adanya anggota lembaga eksekutif 
dan yudikatif serta lembaga yang menjaga pranata kita, perlu selalu dikritisi 
untuk setia pada pelayanan masyarakat. Penyelenggaraan pemilihan dan pelayanan 
publik sudah korup kalau memelihara kehadiran puluhan orang korup dalam 
dirinya. Sebab, korupsi menyerupai kanker dalam tubuh: merusak, meskipun secara 
persentase kelihatan kecil.

Kanker itu kian berbahaya jika kena pada organ tubuh publik yang kian 
"menentukan kebijakan" (seperti lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif). 
Kalau seseorang menderita kanker otak atau kelenjar getah bening, kita tahu, 
sulit disembuhkan, kecuali dengan mukjizat atau operasi. Dalam operasi, organ 
itu dirobek untuk diambil jaringan jahatnya atau bahkan diganti dengan yang 
serupa kompetensinya dari luar tubuh itu.

Operasi ini perlu segera dilakukan jika stadiumnya sudah jauh. Kanker "tubuh 
publik", yaitu korupsi di negara ini, didiagnosis sebagai sudah dalam stadium 
amat lanjut. Diperlukan operasi radikal.

Kita tidak dapat memandang korupsi hanya sebagai soal hilangnya uang di KPU, 
politik uang, atau dagang uang di perguruan, dan sebagainya. Korupsi memang 
mencolok jika jumlah uang yang diselewengkan besar. Sama dengan kanker kulit 
atau kanker mata.

Namun, korupsi berasal dari kata corruptio yang artinya tidak hanya 
'penyelewengan uang', tetapi juga 'remuk', 'hancur dari dalam', 'runtuh' 
(seperti runtuhnya gedung karena pilar-pilarnya keropos dan temboknya 
hilang-daya). Terselewengkannya uang tidak cukup dilihat sebagai tidak 
berfungsinya pengawasan.

KORUPSI adalah tanda bahwa lembaga yang dipercaya, pranata yang diyakini, orang 
yang dijunjung tinggi (dengan sekian banyak jam fit and proper test) itu 
ternyata tidak trustworthy. Padahal, trust dan credibility adalah darah seluruh 
komunikasi dan kerja sama publik. Yang korup bukan lagi oknum A atau si B, 
lembaga P atau Q, pranata X atau Z; yang korup adalah seluruh masyarakat.

Kita tidak bicara lagi tentang kanker hati atau jantung, tetapi "orang itu kena 
kanker", negara ini korup. Kita perlu ingat terus, diperlukan uang-lebih untuk 
parkir, uang-lebih untuk mengurus KTP, uang-lebih bila ditilang di jalan, dan 
uang-lebih untuk mengurus masuknya paket buku dari luar negeri.

Namun, itu belum apa-apa. Apalagi, mengapa orang-orang kecil itu tidak boleh 
meminta uang-lebih jika mereka juga harus membayar uang-lebih untuk IMB, untuk 
izin usaha, atau membayar pajak. Mengapa pula PNS kecil tidak boleh meminta 
uang-lebih jika diperlukan uang-lebih untuk menghasilkan UU dan untuk penegakan 
keadilan?

"Masyarakat kita sakit berat korupsi?" Kerap kali komputer kita tidak jalan 
karena disebutkan "dalam software ada yang corrupted". Sampai tingkat tertentu 
komputer kelihatannya masih jalan. Tetapi, software tertentu sudah tidak jalan 
sebagaimana diharapkan. Kita si end-user ternyata sama sekali tidak mampu 
menangani komputer kita; harus tahu diri untuk menyerahkannya kepada yang lebih 
ahli. Negara ini kelihatannya masih jalan, artinya ada lalu lintas, ada jual 
beli barang konsumsi, ada hiburan sana sini, tetapi tidak memberi rasa aman 
dalam berlalu lintas, tidak menciptakan rasa tenang dalam jual beli barang yang 
belum tentu asli-tidaknya, urusan kita tidak dibela ketika ada teroris 
menyalak, tidak ditolong ketika suami dibunuh tanpa sebab jelas, tidak 
dicarikan penanggung jawabnya tatkala anak-anak ditembaki di Trisakti dan 
Semanggi meski sudah lewat bertahun-tahun.

NEGARA ini sudah corrupted lahir-batin; tanpa penanggung jawabnya merasakan 
sense of urgency. Misalnya, jika benar tayangan bahwa Presiden sudah lima kali 
mengatakan agar sinyalemen teror ditangani, tetapi yang bersangkutan tidak 
bertindak sehingga ternyata sungguh terjadi ledakan bom, maka darah 21 rakyat 
kecil itu tanda bahwa komunikasi dalam kabinet kita bernoda dan karena itu 
memang corrupted. Jadi negara kita memang corrupted sampai ke tingkat yang 
tertinggi.

Untung, kita masih mempunyai rakyat dan masyarakat luas. Kita melihat, negara 
(apalagi pejabat negara) tidak dapat diidentikkan dengan rakyat dan masyarakat. 
Rakyat dan masyarakat masih memiliki "rasa keadilan" dan "rasa kesetiaan" serta 
kedaulatan yang dapat mengatasi tubuh publik yang corrupted ini. Media dan 
paguyuban rakyat adalah harapan terakhir rakyat jelata untuk menyelamatkan 
tubuh publik ini.

Pada masa krisis ekonomi sudah terbukti, ekonomi rakyat menyelamatkan bangsa 
ini; dalam krisis korupsi ini, rakyat pasti akan menyelamatkan bangsa ini. 
Tidak cukup lagi kesalehan atau keterikatan pada lembaga dan tradisi kultural 
tertentu. Kita memerlukan orang-orang yang bersih luar dalam dan pranata yang 
menjaga semua itu untuk segera bertindak.


BS Mardiatmadja Pendidik; Pengamat Sosial Kemasyarakatan


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Has someone you know been affected by illness or disease?
Network for Good is THE place to support health awareness efforts!
http://us.click.yahoo.com/OCfFmA/UOnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Reply via email to