MEDIA INDONESIA Selasa, 07 Juni 2005
'Reshuffle' Kabinet dan Busung Lapar Oleh: Indra J Piliang, peneliti di Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS dan Manajer Program Yayasan SET Wacana reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) pertama kali diungkapkan oleh Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG). AMPG merasa dukungan yang diberikan Partai Golkar terhadap pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla tidak sebanding dengan jumlah anggota Partai Golkar di kabinet. Namun, bagi Ketua Umum Partai Golkar yang juga Wakil Presiden Jusuf Kalla, keinginan AMPG itu bukan keinginan Partai Golkar. Walaupun wacana reshuffle kabinet menurun, dari performance kabinet selama ini, memang terdapat sejumlah menteri yang tidak begitu bagus kinerjanya. Namun, tetap saja pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono menghadapi dilema, yakni apabila melakukan reshuffle, dipastikan muncul persoalan-persoalan politik baru. Susilo Bambang Yudhoyono bisa jadi dianggap lemah menghadapi tawar-menawar politik Partai Golkar, padahal legitimasi Susilo Bambang Yudhoyono jauh lebih kuat ketimbang Partai Golkar. Namun, Susilo Bambang Yudhoyono mengindikasikan akan mengganti dua sampai tiga orang menteri di kabinet, tetapi tidak dalam waktu dekat. Ketiga menteri ini kemungkinan besar berasal dari orang-orang partai politik yang tidak bagus kinerjanya. Momentum satu tahun pemerintahan, 20 Oktober 2005, diperkirakan akan digunakan Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengganti kabinet. Implikasi politik Implikasi pergantian kabinet tentunya akan berpengaruh kepada komposisi kekuatan politik di kabinet, sekaligus memastikan mana 'partai pemerintah' dan 'partai oposisi' di DPR. Keinginan Partai Golkar untuk menambah jumlah menterinya, selain Aburizal Bakrie dan Fahmi Idris, lebih merupakan tekanan atas pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono ketimbang keinginan untuk memperkuat pemerintahan. Bagaimanapun, dengan sistem kabinet presidensial, hak prerogatif menyusun kabinet berada di tangan presiden, bukan di tangan pimpinan partai-partai politik. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga sejak awal tidak menyukai kinerja Jaksa Agung yang lamban. PKS yang bergabung dengan kubu Susilo Bambang Yudhoyono pada putaran kedua, merasa berhak untuk ikut mendaftarkan calon-calon menterinya. Padahal, kalau kita ikuti mekanisme pemilihan presiden dan wakil presiden menurut UUD dan UU, proses penggabungan partai-partai politik dalam putaran kedua pemilihan presiden dan wakil presiden tidak mempunyai sandaran hukum. Justru kekosongan aturan hukum ini yang membuat banyak partai politik bermanuver, sesuai arah angin. Partai Golkar tampaknya terlalu percaya diri untuk memajukan keinginan reshuffle kabinet. Padahal, dukungan yang didapatkan Partai Golkar tidak sebesar yang didapatkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono dalam pemilihan presiden tahun lalu. Justru keinginan Partai Golkar itu berdampak negatif bagi Partai Golkar sendiri, karena tidak secara resmi memajukan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai calon presiden, baik pada putaran pertama maupun putaran kedua. Ibarat naik ojek, kalau pemboncengnya lebih besar dari tukang ojeknya, bisa-bisa ojek terjungkal ke selokan. Reposisi Sebetulnya, selain reshuffle kabinet, wacana lain yang layak dikembangkan adalah reposisi kabinet. Sejumlah menteri dianggap tidak tepat dan tidak layak menduduki tugasnya. Isu yang berkembang di luar, misalnya, menyebutkan bahwa Sofyan Djalil lebih layak menjadi Menteri BUMN ketimbang Menteri Komunikasi dan Informasi. Pada masa pemerintahan Soeharto, memang ada situasi pergiliran kedudukan menteri-menteri, sehingga nama-nama menteri nyaris sama, namun menduduki jabatan berbeda ketika Kabinet Pembangunan disusun. Hal yang paling lemah dalam rezim ini, sekaligus masalah paling mendasar, adalah mengatasi persoalan-persoalan sosial. Menteri-menteri di bawah koordinasi Alwi Shihab sepertinya ditimbun oleh tumpukan persoalan yang ibarat gunung es, seperti penyakit. Kurangnya kepedulian sosial pemerintah pusat dan daerah ditandai dengan adanya busung lapar yang melanda bayi-bayi. Tragedi busung lapar untuk Republik Indonesia merupakan salah satu unsur baru. Busung lapar lebih merupakan bentuk dari rapuhnya kesetiakawanan sosial, sebagai wujud naiknya individualisme dan pragmatisme dalam masyarakat modern. Busung lapar hanya bisa dibandingkan dengan romusa dalam zaman pendudukan Jepang dan masa kerja paksa dalam zaman Belanda, ketika begitu banyak pekerja paksa dalam pembangunan jalur-jalur kereta api dan jalan-jalan raya yang mati, kehabisan makanan. Adalah aneh, ketika perkembangan demokrasi justru melawan adagium dasarnya, yakni membuat setiap manusia cukup memiliki makanan untuk menyambung hidupnya. Struktur timpang Kabinet Indonesia Bersatu mestinya direposisi dengan lebih memberikan tempat kepada kalangan yang memiliki rasa kepedulian sosial tinggi. Selayaknya juga menteri-menteri yang mengurus persoalan sosial ini tidak berasal dari kalangan partai politik yang sibuk bersengketa, melainkan dari kalangan masyarakat sipil, agamawan, atau akademisi yang mempunyai keberpihakan terhadap manusia dan kemanusiaan. Kesibukan para menteri berpolitik adalah salah satu hal yang harus dievaluasi oleh Susilo Bambang Yudhoyono menjelang 20 Oktober 2005. Kalau tidak, keresahan sosial akan terus berkecamuk, sehingga memunculkan banyak masalah yang akan sulit dihadapi oleh pemerintahan mana pun. Jangan menangis Kelaparan dan busung lapar yang terjadi di sejumlah daerah telah mengeringkan air mata. Idealnya, presiden, wakil presiden, atau menteri-menteri berada di tengah penduduk yang busung lapar itu, membelai mereka dengan segenap rasa cinta, lalu memberikan energi positif tentang masih adanya kepedulian negara. Tidak layak lagi kita mendengarkan suara tangisan dari mereka yang mengeluarkan energi hidup saja sudah susah. Ironisnya, isu pergantian kabinet tidak disertai dengan semangat reward and punishment seperti itu. Sesungguhnya, sebagai pejabat publik, sudah ada pihak-pihak yang mengundurkan diri atau dipecat dari jabatannya, karena hilangnya banyak nyawa para bayi yang tidak berdosa. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan lebih mempunyai kepal tangan yang hangat, ketika memberikan hukuman politik itu, tanpa harus berbelit-belit dengan persoalan hukum sebagaimana proses memberantas korupsi. Bagaimanapun, korupsi kemanusiaan sudah terjadi dengan adanya korban busung lapar itu. Jadi, pertimbangan politik selayaknya dinomorduakan dalam reshuffle kabinet. Jauh lebih layak pertimbangan kemanusiaan diberikan sehingga memungkinkan menteri-menteri atau pejabat pemerintahan daerah mendapatkan pelajaran berharga tentang besarnya tanggung jawab publik mereka. Besarnya perhatian media massa dan masyarakat internasional atas kasus busung lapar ini mengingatkan kita akan tragedi yang terjadi di Somalia, Ethiopia, Sudan, dan negara-negara yang bergurun pasir dan panas terik. Bagi negara tropis seperti Indonesia, tragedi busung lapar adalah sebentuk anomali alamiah akibat kegagalan manusia. Keganasan alam tidak merupakan tantangan di Indonesia, melainkan keganasan manusialah yang telah turut menghancurkannya. Agar reshuffle kabinet punya makna, pertimbangan kegagalan atas penanganan manusia sangat layak dijadikan ukuran. Kita tentu juga mengutuk pengeboman di Tentena, Sulawesi Tengah. Tetapi apakah kutukan serupa tidak bisa dialamatkan kepada kegagalan manajemen pemerintahan modern melindungi kepentingan publik? Tinggal hati nurani kita yang memutuskannya. [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/