REPUBLIKA
Kamis, 09 Juni 2005

Korupsi di Bank Syariah? 


Zainulbahar Noor
Komisaris dan Mantan Direktur Utama Bank Muamalat




Artikel Mungkinkah Ada Korupsi di Bank Syariah? di Republika, pada 25 Mei 2005 
cukup menarik untuk disimak. Tidak saja karena artikel tersebut ditulis oleh 
seorang peneliti Bank Indonesia (BI), Dhani Gunawan Idat, tetapi juga dapat 
ditarik benang hijaunya dengan tulisan anggota Dewan Syariah Nasional (DSN) 
MUI, Ikhwan A Basri, berjudul Dicari Eksekutif Muslim yang Kafah dan Dampak 
Negatif SDM Konvensional Mengemudikan LKS. (Republika 24 dan 26 Maret 2005).

Menurut hemat penulis, otoritas perbankan telah memberi loop hole bagi 
kemungkinan terjadinya hal tersebut. BI telah mengamini pemikiran (yang mungkin 
bersumber dari Ikatan Akuntan Indonesia dan diajukan ke Dewan Syariah 
Nasional/DSN) untuk mengubah aturan pembukuan transaksi pendapatan Bank Syariah 
yang telah pernah baku dari cash basis ke accrual basis. Saudara Dhani dan 
Ikhwan kita anjurkan untuk menguraikan latar belakang pemikiran dan sebagainya 
hingga diberlakukannya ketentuan di dalam Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah 
Indonesia (PAPSI) 2003 yang mewajibkan Bank Syariah menyatakan pendapatan yang 
akan ditagih menjadi pendapatan riil di dalam laporan neraca dan laba ruginya.

Jauh sebelum ketentuan ini diberlakukan, sejak tutup buku bulan pertamanya 31 
Mei 1992 hingga ke 2002, Bank Muamalat secara konsisten melaksanakan aturan 
pembukuan pendapatan dengan metoda cash basis. Laporan tutup buku tersebut 
tetap saja menunjukkan tingkat laba tergolong tinggi bahkan dibandingkan dengan 
bank konvensional pada papan yang sama (kecuali periode krisis yang dimulai 
1997 dan baru teratasi pada tutup buku 2003) meskipun tanpa meng-accrue 
pendapatan dalam pembukuannya. Tanpa menerapkan metoda accrual basis dalam 
pembukuan pendapatan tersebut, Bank Muamalat dan bank syariah lainnya berjalan 
dan dapat bersaing dengan bank konvensional dalam prestasi finansial akhir 
tahunnya.

Sulap
Adanya loop hole yang telah diabsahkan tersebut akan merangsang dan mengarah 
pada korupsi. Hal ini dimulai dalam bentuk pempublikasian neraca dan laba rugi 
akhir tahun yang bersifat window dressing. Kita mengetahui betapa banyaknya 
bank-bank yang menggelembungkan angka total pendapatan akhir tahun dengan 
maksud untuk menggelembungkan angka tingkat laba melalui perlipatgandaan angka 
pendapatan, laba, dengan mengkredit pos pendapatan dari pendebetan pendapatan 
yang akan diterima (Interest Earned Not Collected/IENC). Cara ini dilakukan 
dalam upaya meyakinkan masyarakat bahwa bank bersangkutan menguntungkan, untuk 
menarik dana masyarakat lebih banyak dan maksud-maksud lainnya, antara lain 
mengarah pada tindakan kriminal dalam keuangan bank. 

Bahkan, metoda accrual basis dapat disalahterapkan untuk menyulap bank yang 
tadinya merugi menjadi bank yang untung. Korupsi apa yang terjadi dalam hal 
ini? Pada peringkat awal adalah tindakan korupsi dalam pengertian universal 
yaitu cacat moral dalam ''memalsukan'' angka dalam jumlah yang tidak 
sebenarnya, melaksanakan perbuatan yang tidak wajar, sebuah perusakan 
integritas dan kebajiban (lihat tulisan Muladi, Kompas, Rabu 25 Mei 2005, hlm. 
43). Pada peringkat berikutnya, akan terjadi pengkorupsian dalam arti pemalsuan 
angka-angka neraca dan laba rugi yang semakin melebar dan membengkak sehingga 
membangkrutkan bank atau perusahaan terkait. Kejadian yang menyimpang ini kerap 
baru diketahui secara mendadak sementara publik telah terninabobok oleh 
prestasi finansial yang semu tersebut. 

Dengan menaruh hormat pada mereka yang mengusulkan perubahan metoda cash basis 
ke accrual basis tersebut, penulis sangat menganjurkan agar ide yang barangkali 
pernah dianggap ''brilliant'' ini ditarik mundur. Kembalikan metoda cash basis 
dalam pengakuan dan pembukuan pendapatan di bank syariah dengan mengoreksi 
materi isi PAPSI 2003. Hanya satu pengecualian yang dapat penulis terima untuk 
meneruskan metoda accrual basis dalam hal tersebut, yaitu apabila benar ada 
nash yang kuat, ketentuan-ketentuan syariah yang kuat yang memutlakkan 
pembukuan pendapatan wajib dilakukan dengan accrual basis. 

Apabila pandangan syariah dalam pembukuan pendapatan dengan accrual basis dan 
cash basis dan kedua-duanya masih dalam area abu-abu (seperti misalnya 
terbelahnya pendapat para ulama yang sebagian menyebut bunga adalah riba dan 
haram, sebagian merumuskan halal dan sebagian merumuskan subhat), ketentuan 
PAPSI dalam pembukuan pendapatan di bank syariah harus dikembalikan ke metoda 
cash basis. Bank Muamalat mengadopsi metoda cash basis itu dari prosedur 
pembukuan Bank Islam Malaysia Berhad dimulai sejak awal pengoperasian. Dalam 
kenyataannya pembukuan pendapatan dengan metoda ini diterapkan oleh hampir 
seluruh bank Islam di dunia. Pada setiap akhir bulan dan pada akhir tahun 
ketika sebuah bank syariah menutup buku, yang muncul pada angka-angka tersebut 
adalah total pendapatan yang sungguh-sungguh nyata-nyata diterima oleh bank 
tersebut, bukan angka yang belum diterima secara nyata tetapi masih akan 
ditagihkan pada bulan berikutnya (accrued income). Dalam metoda pembukuan cash 
basis ini, angka rugi laba tutup buku akhir bulan dari bank syariah akan sangat 
berfluktuasi. Metoda cash basis memaksa account officer bank syariah untuk 
dengan gigih dan kerja sama baik dengan nasabah pembiayaannya untuk 
terlaksananya transaksi pembayaran angsuran dan bagi hasil (margin) tepat pada 
waktunya (tidak melalui transisi membukukan kewajiban nasabah tersebut dalam 
pos piutang). Adanya ''keadaan yang memaksa'' ini merupakan sebuah kelebihan 
lain di sisi bank syariah dibandingkan dengan bank konvensional, dan sangat 
membantu sebagai a built in control system dalam metode pembukuan perbankan.

Sebelum dikeluarkannya PAPSI 2003 (bahkan hingga sekarang), penulis tetap saja 
mengatakan bahwa pembukuan pendapatan dengan metoda cash basis merupakan salah 
satu kekuatan bank-bank syariah yang harus tetap dipertahankan. Metoda ini 
merupakan pembukuan yang sangat transparan dan prudent, persis mengikuti 
kenyataan, dan dapat digolongkan sebagai bagian dari pelaksanaan prudential 
banking system. Atas dasar pandangan ini, mengapa kemudian metoda accrual basis 
dipaksanakan dalam pembukuan pendapatan bank syariah?

Penetapan pelaksanaan accrual basis di bank syariah tersebut, dari sudut 
pandang tertentu bertolak belakang dengan konsep bagi hasil (profit/revenue 
sharing) yang mengharamkan Bunga. Bunga adalah pengenaan beban atau pemberian 
imbalan atau penggandaan yang dilaksanakan atas dasar kepastian, yaitu sebuah 
dasar kepastian terhadap sesuatu yang sesungguhnya belum tentu terjadi. Di area 
ini terletak perbedaan yang menyolok antara bank syariah dan bank konensonal. 

Bunga deposito bank konvensional sebesar 6 per tahun diperhitungkan dari angka 
pasti nilai deposito tersebut per jangka waktu yang disepakati. Apabila nilai 
deposito tersebut Rp 100 juta berjangka waktu 6 bulan, secara pasti deposan 
mendapatkan bunga setiap bulannya 6 persen x Rp 100 juta : 12 = Rp 500 ribu. 
Bukan persoalan apakah bank konvensional bersangkutan akan dapat beroperasi 
secara menguntungkan atau gagal dalam menjalankan usahanya. Di bank syariah 
tidak akan pernah diketahui secara pasti berapa imbalan bagi hasill yang akan 
diterima oleh seorang deposan. Yang pasti diketahuinya adalah kontrak yang 
telah ditandatangani atas nisbah bagi hasil 50:50, yaitu 50 persen dari 
pendapatan yang dihasilkan bank dari dana Rp. 100 juta adalah merupakan 
bagiannya. Bank syariah hanya akan memberi imbalan pendapatan deposan sebatas 
yang dapat diperolehnya yang dapat dalam jumlah besar atau jumlah kecil, tidak 
memberatkan dirinya, 50 persen dari sesuatu yang tidak pasti.

Hanya Allah SWT yang memiliki kepastian, seperti firman-Nya di dalam Surat 
Luqman 34, ''Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang 
akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi 
mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui tapi Maha Mengenal''. 
Dalam metoda accrual basis sesuatu yang tidak pasti akan dapat diterima, berupa 
piutang yang telah dibukukan sebagai pendapatan yang telah diakui sebagai 
pendapatan, yang tidak sejalan atau bertolak belakang dengan cara pandang 
tersebut di atas.

Pandangan ini akan dapat menuai komentar, bahwa apabila demikian halnya, bank 
syariah pun harus menerapkan metoda cash basis di sisi pembukuan pos-pos biaya. 
Menurut pandangan penulis, metoda accrual basis atas pos-pos biaya dapat 
dilaksanakan di bank syariah, oleh karena pos-pos biaya yang di-accrue adalah 
yang ''mengandung kepastian'' dalam penagihannya, yaitu suatu jumlah yang 
memang telah diketahui kisaran angka pembayarannya dan pasti akan ditagih, 
seperti misalnya biaya listrik, telepon, atau sejenisnya.

SDI dan bank syariah
Tindak korupsi di sebuah lembaga usaha dilakukan oleh manusia-manusia yang 
mengoperasikannya. Agar operator tersebut berjalan di jalan yang lurus, harus 
ditetapkan parameter yang boleh atau dapat mereka lakukan atau tidak lakukan. 
Memiliki eksekutif Muslim yang kafah adalah impian Saudara Ikwan dan kita 
bersama. Tapi, kafah saja tidaklah cukup bila tidak dibarengi dengan sistem dan 
prosedur yang sangat kuat dan lengkap dengan loop hole yang sangat diminimalkan 
(mendekati nol) terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan termasuk terhadap 
korupsi. 

Kekurangaan sumber daya insani (SDI) di bidang perbankan syariah menyebabkan 
dampak negatif, seperti disebutkan Saudara Ikhwan dalam tulisannya. It goes 
without saying. Memang akan demikianlah yang terjadi. Demikian pula dengan 
ketercemaran oleh budaya bunga pada sosok SDI konvensional yang ikut 
mengoperasikan bank syariah. Semua ini akan tidak terjadi bila sistem dan 
prosedur di sebuah bank syariah demikian lengkap dan dengan penerapan penuh 
serta sangat konsisten. Staff-wrong-doings, fraud, tindakan kriminal dan 
korupsi terjadi di bank manapun apabila bank tersebut tidak dioperasikan atas 
landasan Standard Operating Procedures (SOP) yang lengkap dan kuat teruji. 

Kelemahan di bank-bank domestik pada khususnya adalah dalam hal tidak lengkap 
dan sempurnanya sistim dan prosedur, demikian pun dalam penerapan dan 
pelaksanaan audit dan kontrolnya. Bukanlah soal yang sangat besar apabila bank 
syariah dijalankan oleh eksekutif Muslim yang berasal dari bank konvensional, 
sepanjang sistem dan prosedur lengkap dan diterapkan secara konsisten, terutama 
yang menyangkut pengoperasian dan produk-produk syariah.

Menurut hemat penulis, MUI, DSN, BI, bank-bank syariah dan lembaga-lembaga 
pendidikan yang diwakili oleh orang-orang atau badan-badan yang tepat harus 
duduk bersama menata ulang kurikulum dan silabus dalam pengajaran ekonomi dan 
perbankan Islam mulai dari tingkat SD hingga ke tingkat perguruan tinggi. Saat 
ini telah banyak lembaga pendidikan yang menyusun dan menerapkan kurikulum dan 
silabus dalam ekonomi dan perbankan Islam, termasuk dalam Program S2 dan S3. 
Diperlukan waktu untuk bisa dicapai standardisasi dalam hal ini, namun harus 
ada yang mengambil inisiatif untuk hal-hal tersebut di atas. Salah satu target 
penting dalam pelaksanaan pendidikan dan program pelatihan dalam hal-hal 
tersebut adalah untuk dapat menghasilkan bankir Islam yang sangat peka pada 
sesuatu yang halal dan sesuatu yang haram, yang juga akan memungkinkan 
tercapainya zero-defect dalam hal-hal korupsi di dunia perbankan Islam.





[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke