http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=111495
BP Migas akan Cari Operator Kilang Arun dan Bontang Jumat, 10 Juni 2005 JAKARTA (Suara Karya): Badan Pelaksana Hulu Migas (BP Migas) segera mencari operator kilang, bila pemerintah benar-benar menyerahkan penanganan kilang gas alam cair (LNG) Arun (Aceh) dan Bontang (Kaltim) kepada BP Migas. Demikian dikatakan Kepala BP Migas, Kardaya Warnika, dalam percakapan dengan Suara Karya, di gedung DPR/MPR Jakarta, kemarin. Pemerintah, menurut Kardaya, memang mempunyai wewenang dan bertanggung jawab untuk menentukan kepada siapa kilang LNG Arun dan Bontang akan diserahkan. BP Migas, katanya, siap saja bila memang ditunjuk. Selaku badan hukum milik negara (BUMN) yang tidak boleh berbisnis, maka BP Migas akan mencari operator kilang untuk menanganinya. LNG Arun dan Bontang yang memiliki aset senilai Rp 29 triliun itu awalnya dibangun oleh konsorsium PSC (production sharing contract) yang terdiri dari para buyers serta sejumlah pihak lainnya. Kedua kilang tersebut kemudian menjadi milik pemerintah setelah bagi hasil pemerintah pada produksi LNG dipotong dan diserahkan kepada pembangun awal konsorsium tersebut. "Karena itu kuncinya ada di pemerintah. Sementara BP Migas bukan penentu siapa yang bakal diserahi kilang ini," kata mantan staf ahli menteri ESDM itu, mengomentari soal pengalihan pengelolaan kedua kilang itu ke pihak lain, setelah diambil-alih dari Pertamina. Bila kedua LNG itu benar-benar diserahkan menjadi aset BP Migas, kata Kardaya, maka pihaknya akan memilih operator yang betul-betul memiliki kemampuan baik. Sebab, BP Migas sendiri sesuai undang-undang tidak boleh mengoperasikan kilang. "Tetapi bila kenyataaannya nanti kedua LNG itu dioperasikan oleh Pertamina sebagai operator, tidak masalah. Karena Pertamina juga mempunyai pengalaman dan kinerja yang bagus," katanya. Pengamat migas Kurtubi yang dihubungi dalam kesempatan terpisah, justru berpendapat alangkah baik dan efisen bila aset kedua kilang itu diserahkan kepada Pertamina. Artinya tidak hanya sebagai operator, tetapi sebagai pengelola penuh, karena akan sejalan dengan fungsi Pertamina sebagai produsen. Keinginan pihak-pihak tertentu agar dibentuk perusahaan baru yang akan diserahi tugas mengelola kilang, menurut Kurtubi, jelas merupakan sikap yang menginginkan terjadinya pemborosan di sektor pengelolaan energi nasional. "Pertamina itu sudah merupakan perusahaan yang berpengalaman, kenapa mesti dibentuk perusahaan baru sebagai pengelola kilang. Secara logis ini akan dilihat aneh, wong sudah ada pengelola berpengalaman malah cari yang belum ada," ujarnya. Berdasarkan data terbaru, saat ini pinjaman pemerintah untuk pembangunan kilang LNG Arun telah lunas, dan untuk kilang LNG Badak (Bontang) juga telah lunas pada train A hingga F. Sedangkan untuk train G dan H dalam beberapa tahun ke depan juga bakal lunas. Semua pinjaman dana untuk pembangunan kedua LNG itu dijamin pembayarannya dari hasil penjualan LNG dengan kontrak sebagai jaminannya. Menurut anggota Komisi VII DPR Dito Ganinduto, pembayarannya sendiri dilaksanakan melalui Trustee Borrowing Scheme (TBS), sehingga dalam hal ini PSC tidak memasukkan modal sama sekali dalam pembangunan kilang karena jaminan pemerintah dari pemotongan bagi hasil gasnya. Karena itu, katanya, agar Pertamina bisa menggapai pertumbuhan, di samping Pertamina sebagai penjual dengan memperoleh fee dari pemerintah, maka perlu dibuatkan langkah-langkah kesepakatan antara pemegang saham (diwakili Menneg BUMN-red) dengan manajemen Pertamina. Kesepakatan tersebut, kata Dito menyangkut kalkulasi Return on Asset (RoA), yaitu RoA atas kilang LNG yang tidak dihitung atau bukan merupakan bagian dari kinerja Pertamina. Sebelumnya Direktur Keuangan Pertamina Alfred Rohimone mengatakan, posisi Pertamina sebagai produsen LNG sebaiknya tidak boleh dipisahkan dengan kepemilikan atau pengelola aset kilang. Sebab, dengan Pertamina mengelola kilang, maka kilang itu akan bisa diberdayakan untuk mencari laba, yang muaranya laba itu juga akan diberikan kepada negara. Dengan jumlah karyawan sebanyak 23.000 serta produksi minyak sebesar 60.000 barel per hari (bph), Pertamina memerlukan kilang sebagai perangkat yang bisa menunjang tugas-tugas pengadaan BBM di dalam negeri. (Sabpri) [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/