dari sahabat regina physicology atmajaya:

Ketika kita bertemu orang yang
tepat
untuk
dicintai,
Ketika kita berada di tempat pada saat yang
tepat,
Itulah kesempatan

Ketika engkau bertemu dengan seseorang
yang membuatmu tertarik,
Itu bukan pilihan itu kesempatan.
Bertemu dalam suatu peristiwa bukanlah
pilihan..
Itupun adalah kesempatan

Bila engkau memutuskan untuk mencintai
orang tersebut,
Bahkan dengan segala kekurangannya,
Itu bukan kesempatan, itu adalah pilihan
Ketika engkau memilih bersama dengan
Seseorang walaupun apapun yang terjadi
Itu adalah pilihan

Bahkan ketika kau menyadari
Bahwa masih banyak orang lain
Yang lebih menarik,pandai, dan kaya
Daripada pasanganmu dan
Tetap engkau memilih untuk mencintainya,
Itulah pilihan

Perasaan cinta,simpatik,tertarik
Datang bagai kesempatan pada kita..
Tetapi cinta sejati yang abadi adalah pilihan.
Pilihan yang kita lakukan.

Berbicara tentang pasangan jiwa,
Ada suatu kutipan dari film yang
Mungkin sangat tepat : Nasib membawa kita
bersama. Tetapi tetap bergantung pada kita
bagaimana membuat semuanya berhasil

Pasangan jiwa bisa benar-benar ada
Dan bahkan sangat mungkin ada seseorang
Yang diciptakan hanya untukmu

Tetapi tetap berpulang padamu untuk
Melakukan pilihan apakah engkau ingin
Melakukan sesuatu untuk mendapatkannya
Atau tidak

Kita mungkin kebetulan bertemu
Pasangan jiwa kita, tetap mencintai dan
Tetap bersama pasangan jiwa kita tetap
Adalah pilihan yang harus kita lakukan.

Kita ada di dunia bukan untuk mencari
Seseorang yang sempurna untuk dicintai
TETAPI untuk belajar mencintai orang
Yang tidak sempurna dengan cara yang
Sempurna.


On Sun, 19 Jun 2005 16:11:41 +0700
  Eko Bambang Subiyantoro <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> http://www.jurnalperempuan.com/yjp.jpo/?act=artikel%7C0%7CX
> Jumat, 17 Juni 2005
> Sistem Negeri Kita: Picu Pemerkosaan? 
> 
> Oleh Soe Tjen Marching 
> 
> 
> Mungkin budaya yang dipromosikan oleh sistem hukum dan 
>pemerintah kita saat ini adalah budaya yang memicu 
>pemerkosaan. Baru-baru ini, dalam surat elektronik 
>[EMAIL PROTECTED] yang saya terima pada tanggal 
>23 Maret yang lalu, terdapat kisah tentang seorang gadis 
>Bengkulu yang telah mengalami percobaan pemerkosaan. 
>Perempuan ini dengan beraninya mempertahankan diri, tapi 
>malah dijadikan tersangka karena pembelaan dirinya. 
> 
> Beginilah cerita singkatnya: Pada hari jum'at tanggal 11 
>Maret 2005, tak lama sesudah korban keluar rumah untuk 
>mengambil daun pisang, pelaku membekap mulut korban dan 
>menyeret korban sampai ke kebun. Pelaku, yang telah 
>dikenal korban sejak kecil, lalu melepaskan baju korban 
>yang mencoba melarikan diri namun terjatuh dan langsung 
>ditangkap oleh pelaku. Si korban berusaha menyelamatkan 
>diri dengan menebas pelaku tersebut dengan pisau yang dia 
>pakai untuk memotong daun pisang. Tebasan pertama 
>mengenai buah zakar dan tebasan berikut mengenai punggung 
>kiri pelaku. 
> 
> POLRESTA Bengkulu Utara menyatakan bahwa perempuan belia 
>berumur 15 tahun ini, tidak hanya menjadi korban, tetapi 
>juga tersangka kasus aniaya. Karena itulah si korban 
>harus mendekam dalam penjara walaupun “penganiayaan” 
>tersebut sama sekali tak direncanakan dan merupakan 
>pembelaan diri semata. Namun, beginilah sistem di negeri 
>kita. Dalam kasus-kasus pemerkosaan ataupun pelecehan 
>seksual, bila perempuan tidak cukup membela diri, 
>masyarakat akan mencurigai bahwa si perempuan dengan 
>sukarela menghendaki hubungan seksual tersebut. Bila sang 
>perempuan membela diri seperti yang dilakukan oleh 
>perempuan belia dari Bengkulu ini, dakwaanlah yang harus 
>dihadapi. 
> 
> Penyudutan perempuan seperti inilah yang seringkali 
>mendorong pemerkosaan terjadi. Lebih-lebih lagi, 
>perempuanlah yang sering dituding sebagai pembangkit 
>birahi, seakan sumber masalah adalah ekspresi sensualitas 
>perempuan itu sendiri. Memang, menurut persepsi 
>masyarakat kita, pelecehan seksual dan pemerkosaan adalah 
>persoalan seks. Karena itulah ekspresi seksualitas yang 
>sering dipermasalahkan: ciuman bibir di depan umum 
>menjadi urusan negara. 
> 
> Tetapi, pelecehan seksual dan pemerkosaan lebih 
>merupakan masalah kekerasan dan dominasi daripada masalah 
>seks semata. Pemerkosaan biasanya tidak dilakukan hanya 
>untuk memuaskan birahi. Pemicu pemerkosaan hampir selalu 
>disertai keinginan pelaku untuk memperlihatkan dominasi. 
>Bila birahi seksual tidak disertai keinginan ini, 
>aktifitas seksual tidak akan menjadikan pasangan sebagai 
>korban, namun sebagai pihak yang menyetujui dan menikmati 
>adanya hubungan tersebut. Hubungan menjadi mutual dan 
>sejajar (bagaimanapun birahinya kedua belah pihak ini). 
>Yang menjadi masalah adalah, ketika birahi tidak disertai 
>rasa hormat sehingga tidak mengindahkan apakah si 
>pasangan menghendaki hubungan tersebut atau tidak. 
> 
> Karena itulah, pemerkosaan dan pelecehan seksual banyak 
>terjadi pada tempat dimana derajat antara lelaki dan 
>perempuan begitu berbeda, dimana suara perempuan jarang 
>didengar. Pelecehan, pemerkosaan, penjualan perempuan dan 
>kekerasan terhadap perempuan banyak didapati di 
>negara-negara yang belum memperhatikan hak-hak perempuan. 
>Sebaliknya, di negara-negara yang lebih terbuka akan 
>seksualitas dan birahi namun derajat perempuan lebih 
>dihargai, pelecehan terhadap perempuan seringkali jauh 
>lebih rendah. Di Jepang, misalnya, pada awal tahun 
>1970-an, saat tata krama pergaulan antar sex amat 
>dibatasi sehingga senda gurau antara lelaki dan perempuan 
>yang bukan keluarga atau suami istri dianggap tabu, 
>tercatat adanya 5464 pelaku pemerkosaan. Namun, pada 
>tahun 1995, ketika pergaulan antar lawan jenis dan 
>ekspresi seksualitas lebih terbuka, hanya ada 1160 pelaku 
>yang dilaporkan. 
> 
> Kurangnya penghargaan terhadap perempuanlah yang 
>seringkali menjerumuskan perempuan sebagai alat pemuas 
>lelaki dan menjadikan seks bukanlah lagi hubungan mutual 
>yang dinikmati dan disetujui oleh perempuan, namun 
>sebagai alat kontrol. Ideologi negeri kita tampaknya 
>masih mendukung situasi seperti ini. Lelakilah yang 
>dianggap sebagai kepala keluarga. Lelakilah yang memulai 
>hubungan asmara, karena perempuan yang menunjukkan rasa 
>tertarik pada pria biasanya dicap murahan. Lelakilah yang 
>biasanya mengambil inisiatif dan mempunyai kekuasaan 
>materi. Hal ini memanjakan lelaki dengan kontrol 
>berlimpah dan menyebabkan adanya keinginan dari lelaki 
>untuk semakin mendominasi hubungan seksual: penolakan 
>perempuan sama dengan penghinaan yang harus dibalas 
>dengan kekerasan. Mitos-mitos lainpun bermunculan: 
>“Tidak” dari seorang perempuan berarti “Ya”; perempuan 
>lebih menikmati hubungan seksual bila dipaksa; aktifitas 
>seksual perempuan disebut sebagai pelayanan. 
> 
> Begitu meresapnya ideologi yang mendukung pemerkosaan 
>dalam budaya kita ini, sampai-sampai pencegahan pelecehan 
>seksual dan pemerkosaan yang disarankan pemerintah justru 
>secara tidak langsung makin memicu merajalelanya 
>pemerkosaan. Pada harian Kompas, tanggal 20 Desember 
>tahun lalu, disebutkan bagaimana Presiden kita amat risih 
>pada penayangan pusar perempuan. Dalam kesempatan itu, 
>Menko Kesra Alwi Sihab menyampaikan pesan dari Presiden 
>bahwa tayangan seperti ini selayaknya dihindari dari 
>seluruh stasiun televisi. 
> 
> Beberapa pihak yang ingin meresmikan adanya 
>undang-undang pornografipun bersorak akan pernyataan ini. 
>Tetapi, tidak disadari oleh pemerintah kita bahwa 
>pernyataan-pernyataan seperti ini yang justru dapat 
>mempertahankan budaya pelecehan terhadap perempuan. 
>Dengan menyalahkan pusar perempuan sebagai sumber 
>pelecehan seksual terhadap perempuan itu sendiri, pelaku 
>pelecehan seksual dan perkosaan akan mendapat angin. 
>Persepsi bahwa korban pemerkosaan adalah perempuan 
>penggoda akan berlanjut. 
> 
> Menjadikan tubuh perempuan sebagai sumber tuduhan adalah 
>faktor yang dapat mendorong eksploitasi perempuan. Hal 
>ini sering tidak ada kaitannya dengan ekspresi 
>seksualitas perempuan yang terbuka, seperti menunjukkan 
>pusar tersebut. Bagaimanapun tertutupnya cara berpakaian 
>perempuan tidaklah mempengaruhi berkurangnya pelecehan 
>seksual ataupun pemerkosaan. Di Saudi Arabia yang 
>perempuannya diharuskan memakai gaun yang menutupi aurat 
>mereka, angka pemerkosaan jauh lebih tinggi daripada di 
>beberapa negara lain yang perempuannya berpakaian 
>terbuka. Berapa TKW kita yang telah mengalami pelecehan 
>seksual dan perkosaan di negeri ini? 
> 
> Jaman Victoria dan Puritanisme di Eropa dimana dogma 
>agama Kristiani begitu konservatifnya sehingga terdapat 
>pelarangan perempuan untuk menunjukkan mata kaki mereka, 
>bahkan dipenuhi oleh pelecehan-pelecehan seksual, 
>kekerasan terhadap perempuan dan berbagai perkosaan yang 
>tidak dilaporkan. Sedangkan di jaman modern di benua yang 
>sama, dimana para perempuan dapat lebih terbuka cara 
>berpakaiannya dan dapat jauh lebih bebas berekspresi 
>(termasuk ekspresi seksual), angka perkosaan justru jauh 
>lebih rendah, karena derajat perempuan lebih dihargai. 
> 
> Karena itu, sekali lagi, pelecehan dan pemerkosaan 
>adalah masalah kekerasan dan perendahan derajat perempuan 
>daripada masalah seksualitas semata. Tidak seimbangnya 
>kedudukan antara lelaki dan perempuanlah yang dapat 
>mendorong kriminalitas ini terjadi. Mungkin pemerintah 
>sudah seharusnya lebih memperhatikan pendidikan, derajat, 
>dan tingkat ekonomi perempuan daripada pusar mereka. 
> 
> 
> Soe Tjen Marching Doktor sastra perempuan, Monash 
>University – Australia, sekarang tinggal di London. Versi 
>yang hampir sama telah dimuat di harian Kompas, 16 Mei 
>2005.
> 
> 
> 
> ***************************************************************************
> Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. 
>Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared 
>Destiny. www.ppi-india.org
> ***************************************************************************
> __________________________________________________________________________
> Mohon Perhatian:
> 
> 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA 
>(kecuali sbg otokritik)
> 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan 
>dikomentari.
> 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
> 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
> 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
> 6. kembali menerima email: 
>[EMAIL PROTECTED]
> 
> Yahoo! Groups Links
> 
> 
> 
> 
> 
> 

========================================================================================
Dapatkan kemudahan layanan Mobile Email dari VENTUS untuk Personal, VENTUS 
Easy. 

Klik http://easy.ventusmobile.com
========================================================================================
 




***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke