Pak RM (Rumah Makan atau Raden Mas ya?), 
 
 
sekilas saya membaca sinopsis buku manifesto kalifatulah karya si aki ini. dia 
menggangap manusia baik dan beragama (bahkan detilnya seorang mukmin dan 
muslim) sebagai wakil tuhan di muka bumi ini. hanya manusia demikian saja, 
menurutnya, yang pantas megaku wakil tuhan di dunia ini. sementara, orang lain 
dari itu, bukan wakil tuhan tapi wakil setan. 
 
dasar pemikiran seperti itu sah-sah, sepanjang dia pun menyadari tentang 
kenyataan kehidupan di dunia ini yang tidak melulu urusan agama. dia akan 
terbentur masalah besar ketika berhadapan dengan kemajuan teknologi yang tidak 
punya sangkut paut sama sekali dengan agama, bahkan kadangkala bisa bersifat 
bertolakan dengan agama. jika dia bilang, hanya manusia beragama (islam-red?) 
saja yang pantas diaku sebagai khalifatulah, maka bagaimana dengan mereka yang 
tidak beragama (sekularis)., apakah mereka adalah kalifah setan (wakil setan)?. 
padahal mereka kebanyakan menghasilkan produk teknologi yang bermanfaat bagi 
manusia lain. apakah produk teknologi juga merupakan produk setan?.
 
FS  


RM Danardono HADINOTO <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
--- In ppiindia@yahoogroups.com, radityo djadjoeri <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
> Kawans,
>  
> Terkait dengan peluncuran buku Manifesto
> Kalifatullah, artikel berdasarkan hasil wawancara dengan sastrawan 
Achdiat K. Mihardja
> ini rasanya cukup relevan untuk disimak. Selamat menikmati.
> 
> Salam,

-----------------------------------------
A.K.Mihardja a.l.: "Tapi saya pikir, di mana saja, itu urusan Tuhan",
Hmm  kalimat ini mengingatkan saya pada seseorang yang brkata pada 
pegawainya: "Lho ini kan urusan kamu".

Kok bisa ya manĂºsia menentukan mana yang urusan Tuhan?
Bapak ini sekaligus anti sekular tapi menjunjung Pancasila, jadi 
Pancasila itu juga anti sekular ya pak?

Salam

Danardono

PS: Saya mengenal sekali karya A.K.Miharja dikala SMA diawal tahun 
60an, ketika mengkaji karya pengarang era Balaipustaka.





> 
> Radityo Djadjoeri
> 
> Minggu, 05 Desember 2004
>  
> Berakhir Pekan dengan Achdiat K. Mihardja: "Sekarang Saya 
Menantang Sekularisme"
>  
> AKAN terlalu panjang jika diuraikan secara lengkap siapa lelaki 
kelahiran Desa Cibatu, Garut, 6 Maret 1911 yang telah bermukim 43 
tahun di Australia ini. Peran dan sepak terjang pemikirannya dalam 
khazanah kebudayaan dan kesusastraan Indonesia modern, sejak masa 
Pujangga Baru dan Polemik Kebudayaan di tahun-tahun 1930-an hingga 
masa Jepang dan revolusi fisik di tahun 1940-an, tidaklah bisa 
diabaikan.
>  
> Sebelum keberangkatannya ke Canbera pada tahun 1961 untuk mengajar 
di Universitas Nasional Australia, perjalanan hidup lelaki tamatan 
HIS Bandung (1925) dan AMS Bagian Sastra dan Kebudayaan Timur Solo 
(1932) ini nyaris tak bisa dipisahkan dari sejarah perjalanan 
pergulatan dan pemikiran kebudayaan di Indonesia. Tak hanya karena 
kiprahnya di lapangan kesusastraan dengan sejumlah karyanya, 
termasuk yang kemudian menjadi
> monumental seperti Atheis (1949) atau editorialnya untuk buku 
Polemik Kebudayaan (1948). 
>  
> Sejarah mencatat kiprahnya dalam lapangan pendidikan dan 
kebudayaan secara luas. 
> Maka Achdiat K. Mihardja adalah sosok yang menjadi representasi 
suatu masa di belakang, ketika berbagai arus pemikiran serta 
ideologi-ideologi besar bertarung di negeri ini dan memengaruhi 
penjelajahan khazanah pemikiran para elite modern negeri ini. Dan 
mungkin karena itulah kedatangannya ke Kafe Potluck Bandung, 
(30/11), disambut penuh antusiasme.
>  
> Tubuhnya sudah lemah dan seluruh rambutnya memutih. Tapi, tidak 
dengan semangatnya. "Jika tahun 1949 dulu saya menantang Atheisme, 
maka sekarang saya menantang sekularisme!" katanya dengan suara 
bergetar. 
>  
> Berikut percakapan kami di lobi sebuah hotel dengan putra Kosasih 
Kartamiharja, suami dari Suprapti (87), ayah dari 4 anak, 10 cucu, 
dan 7 cicit ini. 
>  
> Sudah begitu lama Anda tinggal di Australia, bagaimana Anda 
melihat  perkembangan yang terjadi di Indonesia?
>  
> Sebagai salah seorang pejuang revolusi, saya tentu menyimpan 
keinginan negara ini mesti adil. Sebagai negara atau bangsa yang 
bebas dan merdeka, juga di dalamnya tersimpan keinginan secara 
politis dengan mendasar pada falsafahnya, yakni Pancasila. Cita-cita 
saya pada negara ini adalah negara kesatuan Bhinneka
> Tunggal Ika tapi juga ber-Pancasila.
>  
> Lalu sekarang bagaimana Anda melihat kenyataannya?
>  
> Dibandingkan dengan masa lalu yang dekat, kira-kira sepuluh tahun 
yang lalu atau jauh ke belakang di zaman Orde Baru, presiden yang 
baru sekarang tampaknya memberi optimisme. Terus terang, di dalam 
rasa frustrasi itu saya tetap optimis. Optimisme saya ke arah sana. 
Orde Lama dan Orde Baru memang banyak menimbulkan rasa frustrasi. 
Tapi, mungkin itu memang proses sejarah yang harus kita lalui.
>  
> Optimisme itu berangkat dari mana? 
>  
> Ya, saya melihat adanya potensi pada kesadaran untuk meraih 
kemajuan. Tetapi, pada fase-fase tertentukesadaran dan potensi 
tersebut secara kuat mengalami situasi naik-turun. Sekarang, dengan 
presiden yang baru mungkin kesadaran dan potensi tersebut akan naik. 
Sebelumnya, banyak hal yang mengendurkan terutama dalam segi akhlak 
manusia Indonesia. Khususnya para pemimpin yang masih dikotori oleh 
korupsi.
>  
> Sebagai orang yang tinggal berpuluh-puluh tahun di Australia, apa 
sih makna Indonesia buat Anda?
>  
> Ya, sebagai tanah air, dong. Pokoknya saya sebagai nasionalis 
masih memiliki nasionalisme orang Indonesia, walau sudah berpuluh 
tahun di negeri orang. Saya tidak pernah menjadi warga negara asing. 
Saya masih orang Indonesia dengan perasaan dan akhlak orang 
Indonesia. Satu kali pun saya tidak pernah berpikiran untuk menjadi 
warga negara asing.
>  
> Anda adalah editor dari buku Polemik Kebudayaan yang terkenal itu. 
Bisa Anda ceritakan latar belakang polemik kebudayaan tersebut pada 
waktu itu?
>  
> Ya, pertama sebagai konklusi bagi saya, polemik itu penting dan 
perlu, tapi harus juga melahirkan suatu kesimpulan. Bagi saya secara 
budaya, kesimpulannya yaitu mengikuti filsafat Sanusi Pane bahwa 
antara budaya Timur dan Barat itu, yang disimbolisasikan dengan 
Faust (Barat) dan Arjuna (Timur), harus ada perkawinan. Ambil yang 
baiknya dari Barat dan buang yang jeleknya. Tapi juga demikian 
dengan budaya Timur yang pada umumnya lebih feodalistis. Dan Barat, 
lebih bersifat demokratis dan kapitalistis. Nah, itu harus 
dikawinkan. Menurut saya konklusinya perkawinan itu harus merupakan 
kebudayaan yang modern demokratis tapi juga berketuhanan.
>  
> Kayaknya waktu itu polemik tersebut seru sekali, yah?
>  
> Ya, seru dalam arti pemikiran. Tapi, saya kira hal itu bisa dibaca 
dari buku Polemik Kebudayaan. Jadi, terutama yang ekstrem adalah 
pendirian Sutan Takdir
> Alisyahbana yang menyepak segala macam yang berbau ketimuran dan 
menerima Barat seratus persen. Jadi kritiknya pada kita yang Timur, 
Timur itu kelemahannya
> kurang intelektualisme, egoisme, dan materialisme.
>  
> Lalu menurut Anda bagaimana sekarang kita melihat polemik 
tersebut. Apa masih penting?
>  
> Karena soalnya sekarang sebagai bagian dari budaya Timur, 
Indonesia secara potensial memiliki Pancasila dan itu kekuatannya 
ada dalam konsep ketuhanannya. Di Barat tidak ada sama sekali konsep 
ketuhanan secara ideologi. Yang ada adalah filsafat kapitalisme yang
> didasarkan kepada ideologi politik dan sosial ekonomi yang pada 
bagiannya melahirkan sekularisme yang menyepelekan Tuhan.
>  
> Dan karena itu juga dulu mengapa Anda merasa harus menulis novel 
Atheis?
>  
> Ya, betul. Sebagai orang yang berketuhanan, saya tidak setuju 
dengan atheisme, komunisme, anarkisme, dan semacamnya itu. Jadi 
itulah mengapa saya sebabnya saya menulis novel Atheis itu. Nah, 
sekarang komunisme boleh dikatakan melempem tidak agresif seperti 
zaman
> saya dulu. Sekarang yang muncul adalah ideologi filsafat 
sekularisme yang berdasarkan sikap pandangan hidup dari orang Barat 
yang kapitalistis. 
>  
> Anda beruntung sekali karena hidup pada suatu masa dimana terjadi 
pertarungan dahsyat dari berbagai ideologi besar, yah? 
>  
> Iya. Waktu itu suatu keuntungan bagi saya. Dan di tengah semua itu 
dulu saya sudah punya pendirian, anti-atheisme. Dan sekarang saya 
anti-sekulerisme. 
>  
> Mungkin tak banyak orang tahu, bahwa ternyata Anda adalah salah 
seorang pendiri Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat). Bisa Anda 
jelaskan hal itu? 
>  
> Ya, saya seorang pendirinya. Sekira tahun 1948 ketika Belanda dan 
perjuangan kemerdekaan hampir melempem, sehingga Bung Hatta yang 
melihat kelemahan semangat
> dan tenaga kekuatan kita berkurang, berpikir bahwa kita harus 
cepat mengadakan persetujuan dengan Belanda agar ia tidak terlalu 
menekan dan diadakanlah KMB.
> Hasilnya adalah kompromi, berupa negera RIS, tapi kan kita ingin 
negara kesatuan. Nah, pada zaman itulah saya melihat ada sekelompok 
sastrawan yang kemudian
> dinamakan Angkatan '45, di antaranya Chairil Anwar, Asrul Sani, 
dan lain-lain. Saya dan kawan-kawan, di antaranya AS. Darta, M.S. 
Azhar, Nyoto, dan
> sebagainya, melihat bahwa sastrawan-sastrawan itu terlalu dekat 
dengan orang-orang atau politikus Belanda, terutama Doulf Verspoor. 
Kami curiga dia itu seorang spion Belanda yang ingin menanamkan 
pengaruhnya lewat para sastrawan. Chairil, Asrul, dan kawan-kawannya 
itu kami lihat memang dekat dengannya. Bahkan saya lihat Doulf 
Verspoor bermain
> mata dengan mereka. Melihat gelagat semacam itu saya mengajak AS. 
Darta, M.S. Azhar, dan lain-lain untuk mendirikan grup tersendiri 
yang tidak dekat dengan Belanda, yang kemudian kami beri nama Lekra, 
dan kemudian itu berjalan. Lantas tahun 1950 kami juga
> mendirikan International PEN Club Cabang Indonesia.
> 
> Dan kebetulan saya diangkat sebagai ketuanya. Sesudah Lekra 
berdiri saya dikirim ke Eropa menghadiri pertemuan International PEN 
Club, tapi ketika saya di Eropa itulah, tahu-tahu AS. Darta, dan 
lainnya, pada tanggal 17 Agustus 1950 mendeklarasikan bahwa 
sastrawan-sastrawan Lekra itu menjadi onderbouw PKI. Saya tentu saja 
kaget. Kalau kawan-kawan mau
> bersama-sama satu kereta api menuju Moskow atau Peking, saya lebih 
baik memilih meloncat turun saja di Jakarta dan tidak mau ikut lagi 
bersama mereka. 
>  
> ** 
> Dalam usia 94 tahun sekarang, kenangan apa yang paling 
membahagiakan Anda?
>  
> Yah, kenangan bahwa saya pernah berjuang untuk membentuk negara 
yang berdasarkan 
> ketuhanan ini. 
>  
> Lalu apa ada yang Anda sesali?
>  
> Oh, banyak, terutama yang menyeleweng-nyeleweng dari apa yang saya 
bayangkan. Terutama, ya, KKN. Itu mengecewakan saya sekali karena di 
dalam negara yang
> berketuhanan hal semacam itu sangat tidak pantas.
>  
> Anda masih menulis?
>  
> Ya, kira-kira sebulan yang lalu saya baru saja menyelesaikan 
sebuah buku berjudul Manifesto
> Kalifatullah yang akan diterbitkan oleh Mizan. Sekarang dunia 
dikuasai oleh ideologi sekularisme terutama berpengaruh atau yang 
dimanifestasikan dalam bentuk politik, dengan arti khususnya, 
politik internasional dan sosial ekonomi. Dan itu dikuasai
> oleh negara-negara Barat. Ini sesungguhnya adalah suatu proses 
terakhir dari perkembangan ideologi atau sikap hidup kebudayaan 
Barat sejak Renaisance abad ke-15 sampai sekarang. Barat itu hebat, 
tapi zaman sekarang, kehebatan otak, terutama otak Barat itu agak
> menyeleweng menjadi kehebatan sekularisme yang negatif. Ini tampak 
dari sikap hidup manusianya an sich satu per satu sebagai individu, 
seperti Presiden AS George W. Bush itu. Ia, kata orang, beragama 
sekali, ke luar masuk gereja setiap hari, tapi politik
> dan ideologi sosial-ekonominya, terutama politik internasional.
>  
> Pada usia-usia Anda tumbuh dulu dalam prosespenjelajahan 
intelektual, mungkin sekira pada tahun 1920-1930-an, siapa saja yang 
paling berpengaruh pada Anda?
>  
> Sebetulnya saya banyak membaca saja. Sebenarnya semua berpengaruh 
tapi saya kritis. Semua pengaruh itu saya lihat dalam kaca mata 
Islam atau agamawi ketuhanan,
> sehingga saya punya kepribadian sendiri, kepercayaan sendiri, 
kekuatan, dan keyakinan sendiri. 
>  
> Sebagai salah seorang sastrawan Indonesia yang mungkin paling 
sepuh saat ini, apakah Anda masih sempat membaca perkembangan karya-
karya sastrawan Indonesiasekarang?
>  
> Ya, itulah. Dengan usia sekarang yang menginjak 93 tahun lebih, 
terutama sejak dua tahun yang lalu mata saya sudah lolong, buta 
huruf, tidak bisa lagi dipakai membaca dan menulis. Tapi, untung 
pihak KBRI memberi sumbangan berupa tenaga seorang typiest. Jadi saya
> sekarang menulis lewat typiest komputer. Tentang perkembangan 
karya sastra Indonesia sekarang, dengan kondisi semacam ini saya 
sudahtidak mengikuti
> perkembangannya lagi. Tapi, kontak dengan penulis-penulis yang 
sudah tua-tua masih dilakukan, terutama dengan Atun (Ramadhan K.H.) 
dan Ajip Rosidi atau Taufiq Ismail. 
>  
> Sudah 43 tahun Anda bermukim di Australia, apa Anda masih merasa 
sebagai orang Sunda? 
>  
> Ya, tentu saja (tertawa). Tapi, pada tahun 2001 saya ikut 
menghadiri Konferensi Internasional Budaya Sunda. Menurut keyakinan 
saya, Sunda sebagai suatu kebudayaan harus berdasarkan Pancasila. 
Itu pendirian saya. Karena Pancasila menurut saya jauh lebih penting
> ketimbang ideologi kecil-kecilan, kedaerahan, dan sebagainya.
>  
> Apa tidak ada keinginan untuk menghabiskan hari tua Anda di Tanah 
Air?
>  
> Ada. Tapi, itu semua urusan Tuhan dan urusan saya juga. Melihat 
kenyataan saya dan istri saya yang sudah 87 tahun, serta kami sudah 
menikah 73 tahun, kami
> sudah merasa sangat bersatu. Kami sudah 43 tinggal di Australia 
dan sering kami berpikir, meski pun sadar bahwa mati itu bisa di 
mana saja sementara kenyataannya kami ada di Australia, saya sudah 
membeli tanah kuburan untuk kami berdua nanti (tertawa).
> Padahal mati itu kan bisa di mana saja. Tapi, bukan berarti saya 
ingin mati dan dikubur di Australia, ini hanya sekadar persiapan 
saja, kalau-kalau saya memang harus meninggal di sana. Tapi saya 
pikir, di mana saja, itu urusan Tuhan. (Ahda Imran)***
>  
> http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/1204/05/04.htm
> 
> 
> 
> Ungkapkan opini Anda di: http://mediacare.blogspot.com
>             
> ---------------------------------
> Yahoo! Sports
>  Rekindle the Rivalries. Sign up for Fantasy Football
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]




***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]




---------------------------------
Yahoo! Groups Links

   To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/
  
   To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]
  
   Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service. 


                
---------------------------------
Yahoo! Sports
 Rekindle the Rivalries. Sign up for Fantasy Football

[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Reply via email to