http://www.kompas.com/kompas-cetak/0506/23/opini/1832199.htm

 
Indonesia, Negara Tong Sampah? 

Oleh Siswono Yudo Husodo

SUNGGUH amat menyesakkan, membaca sebuah perusahaan Singapura membuang lebih 
dari 1.000 ton limbah bahan berbahaya dan beracun ke Pulau Galang, Batam, 
dengan memakai dokumen pupuk organik.

Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) itu amat berbahaya karena mengandung 
zat radioaktif yang dapat membuat mutasi genetik dan menyebabkan cacat tubuh 
pada manusia dan makhluk hidup lainnya. Malangnya, saat barang-barang itu akan 
dikirim kembali (reekspor), sebagai negara pengirim, Singapura menolak. 
Alasannya, barang-barang itu benar-benar pupuk organik, bukan limbah B3. Muatan 
itu ditengarai masih terkatung-katung di perairan Tanjung Balai Karimun, 
Kepulauan Riau.

Inggris juga membuang 19 kontainer limbah B3-nya dengan dokumen (bill of 
lading) kertas bekas ke sini melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Untung, 
setelah hampir dua bulan di terminal kontainer Tanjung Priok dan Kawasan 
Berikat Nusantara Marunda, limbah itu dapat dikirim kembali ke Inggris.

Jika benar barang-barang itu limbah B3 dan ada importir Indonesia yang sengaja 
menerimanya untuk memperoleh keuntungan, maka orang atau perusahaan importir 
itu harus dihukum amat berat, tidak hanya dengan menyuruh mereekspor karena dia 
telah melakukan kejahatan dan penghianatan terhadap negara dan bangsanya 
sendiri. Sayang, hingga kini belum ada proses hukum terhadap importir yang 
konon melibatkan salah satu anggota DPR itu.

Pengiriman limbah B3 dengan memalsukan dokumen transportasi laut yang 
tertangkap baru dua kasus, di Pulau Galang (Batam) dan Tanjung Priok (Jakarta). 
Diperkirakan yang lolos mencapai lebih dari sepuluh kali, karena lemahnya 
pengawasan lalu lintas barang. Ini merupakan modus operandi yang diperkirakan 
telah berlangsung bertahun-tahun, yaitu mengirim limbah B3 ke Indonesia dengan 
diberi nama produk lain.

Perlunya introspeksi

Sebagai negara bangsa, kita perlu introspeksi. Mengapa negara-negara asing tega 
mengirim sampah atau limbahnya ke Indonesia. Mengapa tidak mengirimnya ke 
Jepang, Singapura, atau negara lain? Jangan-jangan negara kita memang pantas 
dikirimi limbah karena dianggap tempat buangan oleh negara-negara lain.

Jika kita melihat kerusakan lingkungan di Pulau Jawa, antara lain berupa hutan 
mangrove sepanjang pantura yang praktis telah hancur, dan tambak-tambak udang 
yang tidak lagi produktif karena udangnya mati pada umur dua bulan akibat 
merajalelanya white spot oleh polusi dan kontaminasi yang demikian besar. 
Padahal di tempat itu ada aparat pemerintah yang seharusnya melindungi dan 
menjaga wilayahnya agar kualitas lingkungannya dapat tetap terpelihara. Tidak 
ada sejengkal tanah pun di Indonesia ini yang tidak berada di bawah kewenangan 
bupati dan wali kota.

Jika kita terbang di atas Pulau Bangka dan Belitung, akan tampak ratusan kolam 
(orang Bangka menyebutnya kolong) berwarna hijau bekas galian timah yang ikan 
pun tidak bisa hidup di dalamnya, padahal di negara kita ada Departemen 
Pertambangan yang seharusnya mengawasi eksploitasi pertambangan dan menjaga 
kelestarian lingkungan. Kita juga melihat hutan-hutan di seluruh Tanah Air yang 
rusak berat sampai di hutan lindungnya, yang menurut data dari World Research 
Institute, sebuah lembaga think thank di Amerika Serikat, 72 persen hutan asli 
kita telah hilang, meski ada Departemen Kehutanan. Lihat juga sungai-sungai di 
Jakarta dan di kota-kota besar yang terpolusi berat sehingga berwarna hitam 
membuih. Semua diam dan menganggapnya sebagai hal biasa.

Hal-hal itu jangan-jangan telah membuat orang luar menganggap negeri kita tidak 
menganggap penting masalah lingkungan. Jika ada rumah tertata rapi dan 
halamannya berumput hijau nan bersih, bisa dipastikan pejalan kaki enggan 
membuang puntung rokok ke halaman rumah itu. Bahkan karena tong sampahnya 
begitu bersih, orang pun akan enggan membuang sampah di tong itu, dan akan 
membuangnya di pelataran rumah yang kotor dan jorok. Jangan-jangan itulah 
gambaran Indonesia di tengah negara-negara yang bersih, seperti Singapura, 
Malaysia, dan Australia? Kita dipandang sebagai negara yang kotor dan jorok 
sehingga negara lain menganggapnya layak dijadikan tong sampah.

Kita perlu introspeksi dan mengambil langkah efektif guna menjadikan negara 
yang bersih dan terpelihara lingkungan alamnya maupun bersih penyelenggaraan 
negaranya agar Indonesia tidak dianggap sebagai tong sampah oleh negara lain. 
Pemerintah diharapkan bukan hanya menangani dampak dari masalah-masalah itu, 
tetapi juga terhadap aneka masalah yang sudah terjadi.

Semoga seluruh warga bangsa, melalui introspeksi menyadari pentingnya 
lingkungan yang bersih dan sehat dengan membuat langkah-langkah nyata, dimulai 
dari diri masing-masing di wilayah masing-masing dengan kompetensi dan 
kewenangan yang dimiliki, mewujudkan Indonesia yang bersih dan sehat.


Siswono Yudo Husodo Ketua Yayasan dan Pembina Universitas Pancasila


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke