Refleksi: Apakah standard penipuan jemah haji yang lebih canggih belum 
dimiliki? Depag seharusnya didepak, jelasnya dibubarkan!


MEDIA INDONESIA
Selasa, 05 Juli 2005


Depag belum Miliki Standar Pelayanan Haji


PENGUMUMAN kenaikan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH/dulu ONH) 2006 
melalui kesepakatan Rapat Kerja (Raker) Komisi VIII DPR dan Menteri Agama 
(Menag) 27 Juni 2005 di gedung MPR/DPR, Senayan, akhirnya disetujui dengan 
catatan.

Kebanyakan fraksi menerima BPIH 2006 dengan pernyataan keberatan, karena mereka 
merasa tidak berdaya lagi sehingga terpaksa harus menerima keputusan tersebut.

Menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), keputusan penetapan BPIH 
2006 itu telah sesuai dengan prinsip perhitungan full recovery cost, yaitu 
seluruh komponen hitungan biaya yang harus dikeluarkan oleh penyelenggara haji 
meski di-cover oleh jemaah haji.

"Yang terpenting, ketika biaya dikeluarkan, berapa harga yang meski dibayar 
sesuai dengan komponen seperti transportasi, akomodasi atau pemondokan, dan 
sebagainya. Jadi, ini prinsip yang harus dipegang mengenai ongkos produksi yang 
diperlukan dalam sebuah perhelatan acara," kata Ketua Umum YLKI Indah 
Sukmaningsih kepada Media di kantornya Jl Duren Tiga, Jakarta, Sabtu (2/7).

Prinsip full recovery cost, jelas Indah, juga harus sesuai dengan standar 
pelayanan yang ada. Artinya, kalau komponen-komponen harga dari ongkos produksi 
yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kualitas pelayanan, harga yang ditetapkan 
tidak selayaknya naik. "Jadi kalau tidak sesuai lagi dengan standar pelayanan, 
seharusnya harga itu turun," tukasnya.

Dia mempertanyakan apakah Depag selama 30 tahun lebih sebagai pengendali utama 
penyelenggaraan haji telah memiliki standar pelayanan? "Sepertinya saya tidak 
menemukan standar itu, katakanlah semacam standar layanan minimal," tukasnya.

Standar layanan minimal, contohnya, melingkupi apa kriteria pemondokan yang 
memadai bagi jemaah, standar makanan, transportasi kota di Arab Saudi, laporan 
haji yang diaudit, dan sebagainya. Seharusnya ada pembanding dengan 
penyelenggaraan haji di Malaysia. Seharusnya ONH Indonesia lebih murah 
mengingat konsumen jemaah haji di sini jauh lebih besar dan lebih banyak, 
sedangkan Malaysia jauh lebih sedikit.

Bisnis menguntungkan

Namun, ungkap Indah, pengalaman menunjukkan bisnis haji selalu menguntungkan, 
khususnya bagi para pejabat penyelenggara haji dan di sini bingkai agama jadi 
tameng, seharusnya tamu Tuhan ini dilayani dengan manajemen baik dan 
profesional.

Menceritakan pengalaman pribadinya sewaktu mengadakan perjalanan haji tahun 
2001, Indah merasakan pelayanan haji oleh Depag yang tidak manusiawi. Dia 
mencontohkan ketika dirinya menginap di Jeddah. Dalam satu ruang pemondokan 
bercampur jemaah haji lelaki dan perempuan.

"Bayangkan satu ruangan ini bercampur, bagi yang bawa mahram tidak masalah, 
tetapi yang tidak membawa mahram kan kasihan," ujarnya.

Pada 2001, YLKI juga pernah mengadakan uji publik meminta pendapat konsumen 
(jemaah haji) tentang penyelenggaraan ibadah haji yang pernah diikuti dengan 
istilah Bulan Pengaduan Haji oleh konsumen. Tetapi responsnya sangat minimal 
hanya 10 orang yang mengadukan masalahnya. Hal ini mencerminkan kesadaran 
konsumen jemaah haji Indonesia masih rendah karena haji adalah ibadah, maka 
segala sesuatu yang terjadi kesengsaraan atau penderitaan merupakan takdir atau 
ujian yang harus diterima.

"Di sini jemaah kita secara kultural terbentuk seperti itu. Konsumen jemaah 
haji kita terkenal taat, pemaaf, nrimo penderitaan selama berhaji dianggap 
takdir," cetusnya.

Sementara itu, Koordinator Forum Maslahat Haji Zaim Uchrowi berpendapat dengan 
BPIH yang ditetapkan pemerintah, maka fasilitas dan pelayanan apa yang didapat 
oleh jemaah. "Di sini kalangan pemerhati haji harus terus memantau, apakah 
sesuai pelayanan yang diberikan kepada jemaah," ujarnya.

Dia mengaku forumnya lebih menyoroti aspek kebijakan makro untuk perbaikan 
sistem haji ke depan. Kenaikan BPIH, katanya, harus dipantau apakah signifikan 
dengan peningkatan perbaikan pelayanan haji oleh Depag. Soal transportasi 
Garuda, dia mengusulkan juga harus diawasi apakah ruang pesawat jarak penumpang 
yang satu dengan penumpang yang lain berjejalan atau berdekatan satu sama 
lainnya.

Pengajar pesantren Nurul Iman, Parung, ustaz Muhammad Iskandar berpendapat 
lain. Kenaikan BPIH, katanya, selama keuntungannya benar-benar dipergunakan 
negara untuk pembangunan, akan baik bagi umat. "Namun, kalau keuntungan haji 
dimasukkan DAU lalu dikorupsi oknum pejabat ini yang kita pertanyakan," ujarnya.

Dia merasa tidak rela kalau ONH naik untuk menutupi kerugian penerbangan 
Garuda, karena itu harus ada kontrol dari semua pihak.

Di tempat terpisah, ustaz Syafrudin, dari Ciputat, berpendapat kenaikan ONH 
jelas memberatkan masyarakat. Seharusnya ONH bisa turun kalau Depag mau 
berhemat. Mubalig yang pernah bermukim di Malaysia ini mengaku iri 
membandingkan Indonesia dengan negara jiran itu yang sudah sangat berhasil 
menyelenggarakan haji secara profesional dan dirasakan manfaatnya bagi 
masyarakat Malaysia dengan Tabung Hajinya.

"Bayangkan setiap tahun usai berhaji, pemerintah Malaysia langsung mengumumkan 
hasil penyelenggaraan haji sehingga publik puas dan percaya," ujarnya.


Sementara itu, pengajar Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri 
(UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Jaenal Arifin berpendapat harus ada 
perhitungan yang fix mengenai kebutuhan riil pada komponen BPIH 2006. Dengan 
perhitungan itu akan dapat diminimalisasi derita kerugian terhadap konsumen. 
Dia mencontohkan BPIH 2005 dengan nilai Rp25 juta berapa keuntungan yang sudah 
didapat.

"Dirjen Bimas Islam dan Pelayanan Haji Depag jangan selalu mematok berapa 
keuntungan yang didapat pada BPIH 2006 sementara kualitas pelayanannya masih 
belum memadai, tentu akan merugikan konsumen jemaah haji," kata Jaenal.

Dia menyatakan Depag harus transparan dan kalau ada keuntungan hendaknya 
diinformasikan ke jemaah serta dikembalikan kegunaannya untuk kepentingan 
jemaah. "Sebab itu, saya usulkan harus ada Dewan Pengawas Haji yang independen 
yang mengontrol penyelenggaraan haji secara fair dan jujur yang terdiri dari 
kalangan profesional," ujarnya.

Dia meminta posisi Depag sebagai regulator, operator dan pengawas harus 
dibatasi, karena faktor inilah penyebab terjadinya lubang-lubang korupsi dan 
pelayanannya yang masih belum maksimal bagi jemaah haji Indonesia. (Bay/H-5)

[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke