Catatan A. Umar Said

(tulisan ini juga disajikan dalam website

 http://perso.club-internet.fr/kontak/  )







                                KORUPSI MEMALUKAN ISLAM

                                        DAN ……BANGSA !





Pidato presiden SBY soal moral dan korupsi di depan kongres Muhamadiyah di
Malang merupakan cubitan yang sangat pedih atau slentikan yang pedas sekali
bagi kita semua.  Sebab, antara lain ia mengatakan terang-terangan :
«"Setelah kita merdeka 60 tahun, moral bangsa kita belum baik. Reformasi
belum sepenuhnya bisa memperbaiki moral, terutama dalam memberantas KKN.
Masih banyak pejabat yang menggunakan kekuasan dan kewenangannya untuk
melakukan KKN tanpa merasa malu. Alangkah malunya bila Indonesia sebagai
bangsa yang mayoritas beragama Islam dan merupakan negara muslim terbesar di
dunia tetapi angka korupsinya juga tertinggi di dunia »  (Jawapos 4 Juli
2005)



Presiden kembali menegaskan komitmennya untuk memberantas KKN melalui
penegakan hukum dan tindakan aparat secara tegas. Namun, upaya itu dirasakan
belum optimal jika para pemimpin organisasi kemasyarakatan tidak memberikan
dukungan penuh. "Ketika hukum belum bisa ditegakkan dan aparat belum
efektif, maka kesadaran moral yang bisa," tegasnya. "Kesadaran moral bisa
menyadarkan kita bahwa korupsi adalah pelanggaran terhadap nilai-nilai
agama," tambahnya. Karena itu, SBY berharap agar para peserta muktamar
terlibat aktif dalam penyusunan program-program persyarikatan selama lima
tahun ke depan, termasuk upaya pemberantasan korupsi. Presiden juga mengajak
warga Muhammadiyah untuk bersama-sama membangun kesadaran bersama agar umat
Islam jauh dari korupsi. Sebab, korupsi hanya akan menyengsarakan umat dan
negara (masih menurut Jawapos 4 Juli 2005).





Apa yang dikatakan oleh presiden SBY kali ini sebenarnya bukanlah hal yang
baru, sebab selama ini  sudah diketahui  oleh banyak orang, baik di
dalamnegeri maupun luarnegeri. Tetapi, karena kali ini hal-hal itu diucapkan
oleh kepala negara, dan lagi pula di depan kongres organisasi agama Islam
yang besar pula, maka bisa mempunyai arti tersendiri atau menjangkau dimensi
yang tidak kecil.  Dan ketika ia bicara soal moral bangsa, maka sebenarnya
ia telah mengangkat masalah besar yang sekarang sudah (dan sedang terus!)
jadi pembicaraan hangat dalam masyarakat. Sebab, kalau kita melihat apa yang
terjadi di negeri kita dewasa ini maka sulitlah untuk bisa mengatakan  bahwa
moral bangsa kita dewasa ini adalah baik, atau bisa dibanggakan. Begitu
banyaknya berita-berita dalam media massa tentang korupsi yang terjadi
hampir di seluruh bidang kehidupan negara dan bangsa, adalah suatu bukti
bahwa moral bangsa kita sudah rusak parah dan membusuk sekali.





HIDUP MEWAH DENGAN HARTA HARAM



Peristiwa korupsi gubernur Aceh (Puteh), hiruk pikuk tentang penggunaan Dana
Abadi Umat di Departemen Agama, pembongkaran “korupsi berjemaah” di kalangan
KPU, tersangkutnya tokoh-tokoh penting Badan Pemeriksa Keuangan dalam
soal-soal suapan, penyelewengan dana di Jamsostek,  diperiksanya sejumlah
besar bupati dan walikota serta anggota DPRD di berbagai daerah, itu semua
menunjukkan dengan jelas bahwa kerusakan akhlak di kalangan “atasan”
masyarakat kita sudah mencapai tingkat yang menyedihkan sekali. Berita
tentang kebejatan moral yang sudah tersiar saja sudah membikin banyak orang
geleng kepala, padahal masih banyak sekali kasus-kasus korupsi yang masih
belum muncul dalam media massa.



Bahwa pembusukan rohani sudah menjalar ke mana-mana dapat kita lihat juga
dalam kehidupan sehari-hari di sekeliling kita masing-masing. Yang amat
menyolok adalah kehidupan kalangan “atas” (baik sipil maupun militer) yang
mewah dan berlimpah-limpah secara kelewatan, walaupun gaji “resmi” mereka
hanya kecil saja. Gejala begini ini terdapat tidak hanya di Jakarta atau
kota-kota besar saja, tetapi sudah di seluruh Indonesia. Para koruptor sudah
tidak malu-malu lagi mempamerkan kepada siapa saja harta-benda yang mereka
peroleh secara haram itu. Dan banyak orang juga sudah bersikap masa-bodoh
dan cuwek  saja terhadap gejala-gejala yang nista semacam itu. Ada yang
menganggap korupsi adalah kelemahan manusia yang wajar. Bahkan ada pula yang
malahan cemburu dan, karenanya,  terangsang untuk tiru-tiru. Banyak yang
merasa “ketinggalan zaman”, kalau tidak mengikuti arus “aji mumpung” ini.
Kalau kita perhatikan secara teliti, (termasuk di lingkungan teman-teman dan
kenalan kita masing-masing), maka akan nyatalah bahwa perpacuan kemewahan
dan pamer kekayaan yang didapat dari pencurian uang orang banyak ini
sungguh-sungguh sudah merusak budi nurani banyak kalangan dan golongan.



“Masih banyak pejabat yang menggunakan kekuasan dan kewenangannya untuk
melakukan KKN tanpa merasa malu”  kata presiden SBY di depan kongres
Muhammadiyah itu. Ucapannya ini adalah konstatasi yang pasti dibenarkan oleh
pendapat umum, yang makin menandaskan bahwa moral banyak pejabat negara kita
memang sudah sangat bobrok. Tetapi, khalayak ramai pun mengetahui bahwa
pejabat yang mensalahgunakan kekuasaan mereka untuk melakukan KKN tanpa
merasa malu ini tidak hanya terdapat di kalangan sipil, melainkan juga di
kalangan militer. Hanya saja, korupsi di kalangan militer selama ini – sejak
puluhan tahun ! – ditutup-tutupi secara ketat sehingga tidak bisa terbongkar
dengan mudah. Jadi, keliru besar sajalah, atau omong kosong sajalah,  kalau
ada orang yang mengatakan bahwa kalangan militer itu bersih dari korupsi.





ISLAM TETAPI KORUPSINYA TERTINGGI



Pernyataan presiden SBY lainnya yang  sangat menarik adalah ketika ia
mengatakan :”Alangkah malunya bila Indonesia sebagai bangsa yang mayoritas
beragama Islam dan merupakan negara muslim terbesar di dunia tetapi angka
korupsinya juga tertinggi di dunia “ !!! ( tanda seru tiga kali ini dari
penulis). Sebab, memang soal korupsi di Indonesia ini sudah merupakan hal
yang memalukan sekali, dan sekaligus juga sangat memprihatinkan atau bahkan
menyedihkan,  Negara muslim terbesar di dunia tetapi korupsinya juga
tertinggi di dunia. Ini mendorong kita semua untuk bertanya-tanya : mengapa
bisa terjadi begitu ?



Mungkin,  orang bisa juga mengajukan pertanyaan-pertanyaan lainnya,
umpamanya : apa sebagai bangsa yang mayoritas  beragama Islam tidak bisa
mencegah merajalelanya korupsi di Indonesia ? Apakah ajaran-ajaran dalam
Islam tidak cukup untuk melarang penganut-penganutnya melakukan korupsi ?
Karena banyak koruptor-koruptor Indonesia beragama Islam apakah berarti
bahwa mereka melecehkan ajaran agama Islam? Apa sajakah kelemahan atau
kesalahan Islam di Indonesia sehingga tidak bisa melarang
penganut-penganutnya melakukan korupsi? Apakah merajalelanya korupsi di
Indonesia bisa diartikan sebagai kegagalan Islam? Apa masih bisa diharapkan
bahwa dari golongan Islam di Indonesia ada sumbangan besar dan penting untuk
memberantas korupsi? Apakah akhlak para ulama dan tokoh-tokoh agama Islam di
Indonesia bisa kita percayai? Apakah Islam bisa betul-betul menjadi kekuatan
moral untuk membrantas korupsi? (harap tambahkan sendiri
pertanyaan-pertanyaan lainnya .......)



Adalah wajar, dan juga bahkan sudah sepatutnya, bahwa pertanyaan-pertanyaan
semacam itu diajukan, ketika kita membaca bahwa di Departemen Agama, (sebuah
instansi puncak yang justru mengurusi banyak aspek kehidupan keagamaan di
negara kita) sudah menjadi tempat operasi maling-maling kaliber kakap.
Sebab, antara lain, selain mantan Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam (Taufik
Kamil) juga mantan Menteri Agama (Said Agil Al Munawar) telah diperiksa
dengan tuduhan penyelewengan penggunaan Dana Abadi Umat sebesar  Rp 216
miliar. Dana Abadi Umat adalah  uang yang dikumpulkan dari para jemaah haji
sejak bertahun-tahun. Dan sejak lama pula sudah tersiar kabar tentang
praktek-praktek kotor atau perbuatan haram di sekitar pengaturan perjalanan
haji. Setiap tahun terjadi banyak sekali penipuan, pemerasan secara halus,
dan berbagai macam kejahatan lainnya, dalam urusan ibadah haji yang oleh
banyak orang dianggap suci ini.





KORUPSI PERUSAK MORAL YANG DAHSYAT



Ketika melihat sekeliling kita, baik ketika berada di Jakarta atau kota-kota
besar dan kota kecil di negeri kita, maka terasa sekali bahwa moral bangsa
kita sedang sakit. Dan sakit berat sekali! Bagaimana tidak? Sebab, ketika
tersiar berita banyaknya bayi-bayi di berbagai daerah terkena busung lapar
karena kekurangan makanan, maka tersiar juga berita tentang adanya koruptor
yang mencuri uang rakyat sampai puluhan atau ratusan miliar Rupiah. Dan
ketika kita mendengar adanya puluhan juta orang menganggur tidak punya
pekerjaaan untuk hidup sehari-hari, maka kita melihat adanya kelas “atasan”
(termasuk sipil, militer, tokoh agama dan pengusaha) hidup mewah dan
berfoya-foya dengan menyolok mata dari hasil perbuatan haram.



Dari segi ini, kelihatan jelas bahwa korupsi adalah perusak moral yang amat
dahsyat berbahayanya bagi bangsa dan negara. Parahnya kerusakan atau
besarnya kerugian yang disebabkan oleh korupsi bukan hanya berwujud
hilangnya harta publik, tetapi juga – dan ini lebih penting !!! – dalam
bidang moral. Adanya anggapan yang beredar luas  “ bahwa korupsi adalah
normal” adalah ukuran bahwa moral bangsa kita betul-betul menuju dekadensi
yang sangat parah. Yang sangat memprihatinkan dan sekaligus amat
menyedihkan, ialah bahwa banyak anak-anak kita – yang akan jadi generasi
yang akan datang – sudah terpengaruh oleh “budaya korupsi” yang
dipertontonkan oleh orang tua mereka. Karena itu, tidak salahlah kalau ada
orang berteriak dengan marah ;”Awas, generasi penerus kita ikut jadi busuk!”
.





ORDE  BARU  ADALAH PERUSAK MORAL BANGSA



Mengingat itu semua, kita patut merenungkan dalam-dalam, dan dengan
pemikiran yang menjangkau jauh pula,  sejarah perjuangan bangsa kita dari
segi moral. Sebab, dengan meninjau kembali ke belakang dan memandangnya
sekarang, maka nampak jelas garis kemerosotan moral ini sebagai bangsa. Pada
masa sebelum revolusi 45, pedoman moral bangsa lebih didijiwai oleh
perjuangan melawan kolonialisme Belanda, yang antara lain dimotori oleh
pembrontakan tahun 1926 yang menyebabkan ribuan orang dibuang ke tanah
pengasingan Digul dan dikobarkan oleh perjuangan Bung Karno sejak mudanya di
tahun 20-an. Pada masa revolusi sampai 1965, pedoman moral bangsa Indonesia
ialah mempertahankan kemerderkaan RI dari segala gangguan dalamnegeri dan
luarnegeri (RMS, DI-TII, PRRI-Permesta dll) dan menyokong perjuangan rakyat
Asia-Afrika-Amerika Latin melawan imperialisme.



Tetapi, sejak Suharto dan pendukung-pendukungnya menyerobot kekuasaan Bung
Karno sebagai rentetan peristiwa 65, maka kelihatan dengan jelas bahwa moral
bangsa Indonesia meluncur anjlok ke bawah sekali. Moral bangsa yang tadinya
terkenal dan dipuji-puji oleh banyak rakyat di dunia (terutama di
Asia-Afrika), telah dirusak porak-porandakan oleh para pendiri Orde Baru.
Jadi, sebenarnya, kerusakan moral bangsa yang kita saksikan dewasa ini sudah
dimulai sejak dibangunnya Orde Baru 40 tahun yang lalu oleh tokoh-tokoh
TNI-AD di bawah pimpinan Suharto (jangan lupa, dengan dukungan  GOLKAR!).



Kebejatan moral bangsa bukan hanya bisa dilihat dari banyaknya korupsi yang
sudah melanda secara besar-besaran di negeri kita, tetapi juga dari
hilangnya kesalehan sosial secara umum, dan merosotnya nilai-nilai baik
bangsa seperti gotongroyong, patriotisme, nasionalisme kerakyatan, dan
semangat untuk pengabdian kepada rakyat. Kerusakan moral bangsa juga nyata
nampak pada ketidakpedulian banyak orang terhadap puluhan juta orang korban
peristiwa 65 yang mengalami berbagai penderitaan yang berkepanjangan.
Orang-orang yang tidak berdosa apa-apa  ini selama puluhan tahun telah
diperlakukan sewenang-wenang dan secara kejam oleh Orde Baru.



Kita semua sudah melihat dengan gamblang sekali bahwa Orde Baru sama sekali
tidak memberi sumbangan apa-apa dalam “nation building and character
building”, bahkan sebaliknya, malahan merusak atau membusukkan. Orde Baru
sudah merusak jiwa perjuangan rakyat, melecehkan jiwa dan memalsu isi
Pancasila. Pada umumnya, para pemimpin rezim militer Orde Baru tidak bisa
digolongkan dalam orang-orang yang bermoral tinggi (tidak semuanya, memang)
, karena terlibat dalam banyak KKN atau dalam menjalankan politik yang
anti-sosial, anti-demokrasi dan anti-perikemanusiaan.



Oleh karena itu, jelas sekali sudah, bahwa moral bangsa akan tetap rusak dan
busuk selama sisa-sisa fikiran dan  “budaya”  serta praktek-praktek
kebiasaan Orde Baru masih belum terkikis habis. Pembaruan moral bangsa tidak
mungkin dilakukan oleh  - dan bersama-sama – para tokoh negara dan tokoh
masyarakat (termasuk partai politik  dan golongan-golongan agama) yang masih
berjiwa Orde Baru. Mustahil!



Siapa dan golongan mana sajakah mereka itu, terpulang kepada para pembaca
untuk menjawabnya .....!



Paris, 7 Juli 2005





.

--
No virus found in this outgoing message.
Checked by AVG Anti-Virus.
Version: 7.0.323 / Virus Database: 267.8.10/43 - Release Date: 06/07/2005


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Reply via email to