--- In ppiindia@yahoogroups.com, A Nizami <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> Aneh juga ya PD dan Golkar termasuk 2 partai terbaik
> dan PKS yang relatif bersih dari korupsi justru urutan
> terbawah?

Another claim.. emang paling enak bikin klaim.. Orang bikin klaim
gratis koq.. :-p

Mestinya dibahas juga siapa itu Yudi Latif, apa benderanya?
Kenapa hanya nama satu partai saja yang dibahas tulisan itu?
Ada kesengajaan atau tidak? Atau itu berita 'advertorial'? :-(

> Pada sidang yang membahas kenaikan BBM, Golkar dan PD
> mendukung penuh kenaikan tsb.

Quoted:
"..
Perubahan sikap cukup drastis dilakukan FBR dan FPKS. Kedua
fraksi tersebut memilih opsi kelima. Padahal, dalam pandangan fraksi
sebelumnya, FPKS secara tegas menolak kenaikan harga BBM dan meminta
agar pemerintah membatalkan kebijakan tersebut.
.."

Ternyata sikap tegas yang diawal - awal masa persidangan itu hanya 
cari - cari simpatik ke masyarakat awam. Padahal di belakangnya
'gizi' sudah menanti dan disikat.. :-p

Mana ada (ditraktir) makan gratis. Apalagi klo berkali-kali.. 
CMIIW..

Wassalam,

Irwan.K

-------
Jawa Pos
Selasa, 22 Mar 2005,
Pro Kenaikan BBM Kuasai Suara DPR

FPDIP dan FKB Pilih Walk Out
JAKARTA - Pertarungan politik di DPR terkait penyikapan kebijakan
kenaikan harga BBM kemarin dimenangkan kubu pro kenaikan. Pendukung
pemerintah itu menguasai parlemen lewat voting dalam 
rapat paripurna yang tanpa diikuti FPDIP dan FKB.

Sebanyak 297 suara memilih opsi (nomor 5) yakni DPR berpendapat
bahwa pemerintah perlu meninjau Peraturan Presiden No 22 Tahun 2005
melalui pembahasan APBNP (Anggaran Pendapatan Belanja Negara
Perubahan) 2005 bersama DPR.. Artinya, kenaikan BBM tetap berjalan,
namun akan dikoreski dalam APBNP. 

Sementara 56 suara memilih opsi (nomor 4) yang meminta pemerintah
meninjau kenaikan BBM dengan melakukan pembahasan dengan 
komisi terkait di DPR.

Sedangkan tiga opsi lain yakni, (1) DPR menyerahkan pembahasan
lanjutan tentang kenaikan harga BBM kepada alat-alat kelengkapan DPR
secepatnya sesuai rapat konsultasi 10 Maret 2005; (2) DPR menolak
kenaikan harga BBM dan (3) DPR memahami kenaikan harga BBM. 
Ketiga opsi ini tak ada suaranya.

Kemenangan pemerintah di parlemen itu, semakin menunjukkan 
efektifitas posisi Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai ketua umum 
Partai Golkar. Otomatis suara anggota Fraksi Partai Golkar yang 
berjumlah 122 orang itu berdiri di kelompok yang tidak menolak 
kenaikan BBM. Padahal, sebelum Kalla menjadi ketua umum, 
partai berlambang beringin telah bersekutu dengan FPDIP 
di Koalisi Kebangsaan dan dekat dengan FKB di parlemen.

Sementara kemarin, FPDIP dan FKB bersikap walk out (WO) 
menolak karena kenaikan BBM. Keduanya sejak awal memperlihatkan sikap
menentang keputusan Presiden SBY itu. Bahkan, FKB sejak rapat
paripurna Kamis lalu menyatakan WO. Sedangkan FPDIP baru mundur kemarin.

Dari jajaran pimpinan DPR, dua kursi wakil ketua juga kosong. 
Muhaimin Iskandar yang berasal dari FKB tak hadir bersamaan 
dengan suara fraksinya yang menyatakan mundur. 
Soetardjo Soerjoguritno juga tak terlihat di kursinya saat sidang
dibuka. Praktis, di kursi pimpinan hanya duduk Agung Laksono (Fraksi
Partai Golkar) dan Zaenal Ma'arif (Fraksi Partai Bintang Reformasi).

Begitu rapat paripurna DPR dibuka pimpinan sidang pada pukul 
14.30, suasana rapat langsung panas. Meski tak seriuh persidangan
sebelumnya, interupsi muncul sejak ketok palu Agung membuka
persidangan secara resmi.

Kali ini, anggota FPDIP Trimedya Pandjaitan memprotes ketatnya
pengamanan sidang paripurna yang dianggap mengesankan DPR 
semakin menjauhi rakyat. Namun, Agung tak menanggapi protes tersebut.

Namun, sebelum Zaenal membacakan lima opsi itu, Ketua FPDIP DPR Tjahjo
Kumolo langsung meminta waktu untuk bicara. Dia menegaskan, fraksinya
menghargai sikap fraksi lain yang memiliki sikap berbeda dalam soal
kebijakan kenaikan harga BBM.

Namun, FPDIP tetap menolak kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM
itu. Di samping melanggar undang-undang, masih banyak alternatif yang
bisa ditempuh pemerintah selain menaikkan harga BBM. Karena itu,
pemerintah tak perlu menaikkan harga BBM tersebut.

Mantan ketua umum KNPI itu kemudian meminta agar para anggota
fraksinya yang menolak kenaikan harga BBM berdiri. Seketika itu juga,
seluruh anggota FPDIP DPR langsung berdiri.

Tjahjo kemudian pamit. FPDIP tak bisa mengikuti proses selanjutnya 
dan tak ikut bertanggung jawab terhadap sikap DPR yang tak menolak
kenaikan harga BBM. "FPDIP tetap menolak kenaikan BBM dan 
tidak ikut dalam proses pengambilan keputusan," kata Tjahjo.

Aksi itu langsung mendapat tepukan meriah. Satu per satu para anggota
FPDIP
DPR meninggalkan ruang sidang paripurna.

Meski tanpa diikuti FKB dan FPDIP, rapat paripurna tetap dilanjutkan.
Zaenal
membacakan lima opsi yang ditawarkan untuk kemudian diambil keputusan
melalui pemungutan suara (voting). Dalam voting terbuka itu, pilihan
terbanyak langsung menjadi sikap DPR.

Sebelum voting dilaksanakan, rapat paripurna sempat diskors selama sepuluh
menit. Setelah voting dilaksanakan, hasilnya bisa ditebak. Fraksi-fraksi
yang pro-pemerintah dalam menaikkan harga BBM memenangkan pemungutan suara
itu.

Dalam voting yang dilakukan per fraksi tersebut, 297 anggota DPR memilih
opsi kelima. Opsi yang kemudian menjadi sikap DPR itu adalah: DPR
berpendapat bahwa pemerintah perlu meninjau Peraturan Presiden Nomor 22
Tahun 2005 melalui pembahasan APBNP 2005 bersama DPR.

Suara anggota DPR yang memilih opsi tersebut berasal dari FPG 122
suara, FPP
53 suara, FPD 56 suara, FPKS 36 suara, FBPD 16 suara, dan FBR 14
suara. Opsi
yang secara tersirat setuju dengan kenaikan itu menang, tak lepas dari
suara
FPG yang kini kompak berada di belakang Wapres Jusuf Kalla.

Opsi lain yang mendapat suara hanya opsi keempat. Yakni, DPR menolak
Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2005 dan memberi kesempatan kepada
pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan harga BBM dalam PP tersebut
melalui pembahasan dengan komisi VII, komisi XI, dan panitia anggaran.
Anggota DPR yang memilih opsi tersebut sebanyak 56 suara. Suara itu
berasal
dari FPAN 43 suara dan FPDS 13 suara.

Hasil voting itu menunjukkan terjadinya perubahan sikap fraksi-fraksi
ketika
menyampaikan pandangan dalam rapat paripurna DPR sebelumnya. Saat itu,
enam
fraksi menyatakan menolak kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM.

Keenam fraksi tersebut adalah FPDIP, FKB, FPKS, FPAN, FPBR, dan FPDS.
Fraksi
lainya, FPD dan FPBD, memahami kebijakan pemerintah. Lalu, FPPP mengkritik
kebijakan kenaikan harga BBM, namun tak bersikap. Dan, FPG bersikap
mengambang.

Dari rapat paripurna kemarin diketahui bahwa FPDIP dan FKB tetap konsisten
menolak kenaikan harga BBM, meski akhirnya terpaksa walk out. FPAN dan
FPDS
pun konsisten menolak, meski memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk
meninjaunya kembali melalui pembahasan dengan komisi VII, komisi XI, serta
panitia anggaran.

Perubahan sikap cukup drastis dilakukan FBR dan FPKS. Kedua fraksi
tersebut
memilih opsi kelima. Padahal, dalam pandangan fraksi sebelumnya, FPKS
secara
tegas menolak kenaikan harga BBM dan meminta agar pemerintah membatalkan
kebijakan tersebut.

Atas hasil rapat paripurna itu, FPDIP tetap menyatakan tak bertanggung
jawab
atas sikap DPR yang tak sesuai aspirasi masyarakat tersebut. Wakil Ketua
FPDIP Panda Nababan menegaskan bahwa FPDIP tetap menolak kebijakan
kenaikan
harga BBM tersebut.

"Kami tak bertanggung jawab atas adanya putusan ini karena kami tidak ikut
dalam proses. Boleh saja Agung Laksono menafsirkan bahwa yang tidak hadir
mendukung hasil paripurna ini. Tapi, toh secara fisik kami juga tidak
ada,"
ujarnya dalam keterangan pers di DPR/MPR kemarin.

Panda menegaskan bahwa fraksinya juga tidak ikut meneken kesepakatan lima
opsi dalam rapat konsultasi itu. Sikap tersebut dilakukan bukan karena
permasalahan kalah atau menang. Namun, FPDIP tak mau terlibat dalam proses
bertele-tele.

Sebenarnya, kata dia, FPIDP telah ingin melakukan walk out seperti PKB
dalam
rapat paripurna Kamis lalu. FPDIP masih menoleransi. Namun, tak ada
keinsafan, meski FKB telah walk out. "Bahkan, ketika FKB walk out dulu,
masih ada dua opsi. Sekarang lima opsi. Tentu rakyat akan makin marah,"
ungkapnya.

Wakil Ketua FPDIP DPR Max Moein yang mendampingi Panda menambahkan,
kebijakan pemerintah saat ini berbeda dari kebijakan Presiden Megawati
Soekarnoputri lalu. Saat itu, ketika Mega menaikkan harga BBM, tak ada
penolakan dari DPR karena telah dibahas dengan DPR. "Dulu, ketika Mega
menaikkan harga BBM, hal itu tidak melanggar UU APBN maupun hukum
karena ada
kesepakatan antara pemerintah dan DPR," tegasnya.

Dia mengaku, menaikkan harga BBM adalah wewenang pemerintah. Namun, hal
tersebut tetap harus dibicarakan dengan DPR karena mengubah asumsi-asumsi
APBN seperti inflasi, SBI, serta penerimaan dari BBM. "Padahal, perubahan
asumsi itu harus disetujui DPR. Kalau dibiarkan, berarti kita membiarkan
pelanggaran undang-undang di depan mata DPR," katanya.

Dalam kesempatan yang sama, anggota FPDIP Maruarar Sirait menyatakan,
FPDIP
akan berusaha keras mengegolkan hak angket mengenai kenaikan harga BBM.
Fraksinya akan fokus mendukung penggunaan hak tersebut. "Kan keputusan
rapat
itu abu-abu. Padahal, rakyat memerlukan ketegasan hitam atau putih,"
ujarnya.

Sementara itu, FKB sedari semula memang memutuskan tak akan mengikuti
rapat
paripurna yang membahas sikap DPR terhadap kebijakan pemerintah menaikkan
harga BBM.

Apalagi, terlihat tak ada kemauan politik fraksi-fraksi lain untuk
mengambil
sikap tegas. "Hari ini semakin menunjukkan ketidakmenentuan arah dan
merupakan jebakan kepura-puraan," kata Ketua FKB DPR Ali Masykur Musa
kepada
pers di DPR/MPR kemarin.

Secara terpisah, Ketua FPAN Abdillah Toha menegaskan, fraksinya tetap
menolak kenaikan harga BBM. Meski anggota fraksinya memilih opsi keempat,
tak ada pergeseran sikap semula. "Kami tetap konsisten menolak kenaikan
harga BBM," tandasnya kepada pers di DPR/MPR kemarin.


Minta Masyarakat Memahami

Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kembali
mengharapkan
pengertian masyarakat Indonesia terhadap kebijakan kenaikan harga bahan
bakar minyak (BBM). Bahkan, mantan Menko Polkam itu meminta masyarakat
agar
tidak mengaitkan pengurangan subsidi BBM tersebut dengan masalah politik.

Hal itu diungkapkan oleh presiden di hadapan ratusan peserta Rapat Kerja
Keluarga Berencana (KB) Nasional Tahun 2005, di Istana Negara, kemarin.
"Saya mengimbau semua pihak untuk melihat persoalan ini dengan jernih dan
tidak dilihat dari kacamata politik semata," ungkap SBY dalam pidato tanpa
teks.

Dalam kesempatan itu, SBY didampingi sejumlah menterinya. Antara lain, ada
Menkes Siti Fadilah Supari, Menko Kesra Alwi Shihab, dan Menteri PU Djoko
Kirmanto.

Dia kemudian menjelaskan bahwa masalah subsidi BBM sudah ada sejak Orde
Baru. Selanjutnya, sambung dia, masalah tersebut terus menjadi persoalan
rumit di Indonesia sampai saat ini. "Tak peduli siapa yang memegang tampuk
pemerintahan," kata SBY.

Dia mencontohkan kasus pada era Presiden KH Abdurrahman Wahid. Sebagai
salah
satu anggota kabinet Gus Dur, dia mengaku tahu betul kesulitan negara
waktu
itu sehingga tak ada pilihan lain untuk mengurangi subsidi BBM dengan
menaikkan harga BBM. Hal yang sama terjadi pada zaman Presiden Megawati
Soekarnoputri.

"Tidak ada pilihan lain. Bukan berarti, beliau-beliau (Gus Dur dan
Megawati)
senang menaikkan BBM. Demikian juga yang kita hadapi saat ini karena
persoalan yang rumit, yang kebetulan berhubungan langsung dengan kebutuhan
BBM di dalam negeri," papar mantan Kaster TNI itu.

Dia kemudian mengungkapkan jumlah penduduk Indonesia saat ini sudah
mencapai
sekitar 215 juta jiwa. Dalam soal itu, negara ini menempati peringkat
keempat dunia, setelah RRC, India, dan Amerika Serikat. Pertambahan
penduduk
Indonesia tiap tahun sekitar tiga juta jiwa.

"Banyaknya pertambahan penduduk Indonesia tiap tahun hampir sama dengan
jumlah penduduk Singapura atau penduduk Selandia Baru," ungkap SBY.

Karena pertambahan penduduk Indonesia yang begitu besar tersebut, SBY
meminta semua pihak dengan rasa penuh tanggung jawab menyadari dan
memahami
bahwa tidak mudah menangani masalah bangsa. Dia lalu menghubungkannya
dengan
kebijakannya soal pengurangan subsidi BBM. Menurut dia, pengurangan
subsidi
BBM itu akibat melambungnya harga minyak internasional.

Untungnya, lanjut SBY, meski tidak besar, Indonesia merupakan salah satu
negara penghasil minyak. Di antara 13 negara OPEC, Indonesia menempati
peringkat ke-11. Menurut dia, saat ini, produksi minyak Indonesia baru 1,1
juta barel per hari. Pemerintah saat ini bekerja keras agar Indonesia bisa
mencapai target 1,3 juta barel per hari. Jumlah ini sebenarnya jauh lebih
kecil daripada negara penghasil minyak lain seperti Arab Saudi.

"Kita memang penghasil minyak. Tapi, karena penduduk kita juga besar, maka
konsumsi minyak dalam negeri juga besar," ungkap dia. "Sangat sulit kita
bayangkan apa yang akan terjadi sekiranya negara kita bukan negara
penghasil
minyak," tambahnya. (nur/ssk)
oOo
ARTIKEL II

Republika
Selasa, 22 Maret 2005
DPR Terima Kenaikan BBM


JAKARTA --Sehari sebelum paripurna, pimpinan PKS bertemu Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono. Setelah melewati perdebatan panjang dan ricuh, DPR
memutuskan untuk tidak menolak kenaikan bahan bakar minyak (BBM). Hasil
voting pada rapat paripurna Senin (21/3) memutuskan bahwa pemerintah perlu
meninjau PP No 22 Tahun 2005 tentang kenaikan harga BBM melalui pembahasan
APBN Perubahan 2005 bersama DPR.

Voting terbuka itu diikuti 366 anggota DPR dari delapan fraksi: FPG, FPPP,
FPD, FPKS, FBR, FBPD, FPAN, dan FPDS. Fraksi PDIP melakukan aksi walk out
beberapa saat setelah Ketua DPR Agung Laksono membuka rapat, sedangkan
Fraksi PKB memboikot paripurna. Enam fraksi berjumlah 269 anggota dewan
memilih opsi kelima dari lima opsi yang ditawarkan pimpinan sidang.
Intinya,
mereka meminta agar PP tentang kenaikan BBM dikaji ulang.

FPAN dan FPDS, masing-masing dengan jumlah 56 dan 13 anggota yang hadir,
memilih opsi keempat. Bunyinya, DPR menolak PP No 22/2005 tentang
Pencabutan
Subsidi BBM. Keduanya memberi kesempatan kepada pemerintah untuk membahas
ulang melalui alat-alat kelengkapan dewan. Opsi lainnya, yakni opsi
pertama,
DPR menyerahkan pembahasan kenaikan BBM pada alat-alat kelengkapan DPR,
yakni Komisi VII, XI, dan Panitia Anggaran. Opsi kedua, DPR menolak
kenaikan
harga BBM dan opsi ketiga, DPR memahami kenaikan harga BBM.

Berbeda dengan paripurna sebelumnya, rapat kali ini berjalan lancar dan
tidak kisruh. Setiap kali ada fraksi memilih opsi kelima langsung disambut
tepuk tangan dari fraksi lain. Namun, fraksi balkon yang terdiri dari
mahasiswa dan masyarakat selalu berteriak hu ... hu ...!! terhadap fraksi
yang memilih opsi kelima.Ketegangan sempat muncul ketika Ketua FPDIP,
Tjahyo
Kumolo, melakukan interupsi untuk menginstruksikan seluruh anggotanya
meninggalkan ruang sidang. FPDIP secara tegas menolak kenaikan harga BBM
karena hanya memberatkan rakyat kecil.

Ketua Fraksi PAN, Abdillah Toha, menilai jika hasil voting menunjukkan
kalau
DPR mengamini kenaikan BBM. ''Artinya, silakan jangan diturunkan tapi mari
duduk kembali untuk membicarakan di APBN Perubahan. Meninjau itu tidak
menolak, meninjau itu kebijakan jalan terus,'' kata Abdillah. Dalam
penjelasannya, Ketua Fraksi PKS, Untung Wahono, mengatakan opsi kelima
memberi alternatif pemerintah dan DPR untuk duduk bersama dengan
mengedepankan kepentingan rakyat. Ia mengharapkan DPR dapat mengkritik,
menerima, atau menolak usulan APBN Perubahan 2005. Sehari sebelum rapat
paripurna digelar, pimpinan PKS bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhyono.
Pjs Ketua Umum PKS, Tifatul Sembiring, mengakui adanya pertemuan pada Ahad
(20/3) malam itu. Mereka minta agar pemerintah segera merealisasikan
program
yang akan mengurangi beban hidup masyarakat.

Ekonom Indef, Iman Sugema, menyatakan keputusan DPR soal kenaikan BBM
merupakan kemenangan pemerintah. Keputusan itu dinilainya tidak
mengharuskan
pemerintah untuk menurunkan kembali harga BBM. Sedangkan ekonom UGM,
Revrisond Baswir, berpendapat perintah peninjauan ulang DPR kepada
pemerintah harusnya bukan hanya pada kenaikan harga. Tapi juga, kata dia,
hingga ke akar kenaikan harga BBM tersebut.
 
> Jadi memang polling itu hasilnya bisa macam2.
> 
> --- Ari Condro <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> 
> > ----- Original Message ----- 
> > From: "chaos rules" <[EMAIL PROTECTED]>
> > 
> > Polling Kompas terhadap kinerja anggota DPR, dengan pertanyaan
> > "Menurut anda, saat ini, baik atau burukkah  kinerja Anggota DPR
> > 2004/ 2005".
> > Jawaban respondent : 
> > 
> > Kinerjanya Buruk 
> > (1) Golkar - 45 %, 
> > (2) PDIP - 53,4 %, 
> > (3) PD - 44, 1 %, 
> > (4) PKS - 63,2 %,
> > (5) PAN - 53 %, 
> > (6) Partai lain - 47,6 %.
> >      
> > Kinerjanya baik 
> > (1) Golkar 37 %, 
> > (2) PDIP- 29,5 %
> > (3) PD - 44,8 %, 
> > (4) PKS - 21,1 %, 
> > (5) PAN 35,6 %, 
> > (6) Partai Lainnya - 28,6 %.
> >      
> > PKS dalam analisis para ahli politik, sehari
> > sebelumnya Yudi Latif,
> > Ph.D memperkirakan akan melejit. Dan itu hampir
> > semua analis
> > menaytakan begitu. Pertanyaannya, adakah para
> > pengamat itu bicara
> > subyektif karena ada merasa bangga ataupun malahan
> > takut untuk menilai
> > PKS.
> > 
> > Diskusi terbatas di kampus, ada yang menganggap
> > polling Kompas tidak
> > mewakili konstituen PKS, harapannya terlalu tinggi
> > thd PKS sehingga
> > ketika PKS serba setuju apa yang dilakukan
> > pemerintah, masyarakat
> > menilai jelek. Termasuk Keppres 36/2005, PKS yang
> > rajin berdemo
> > masalah Yahudi dan Amerika sepertinya bungkam
> > terhadap urusan yang di
> > pelupuk mata. Memang Soeripto ikut orasi di depan
> > massa PKS soal
> > Kepres 36, tetapi seperti pemain tunggal. Akibatnya
> > muncul asumsi
> > bahwa Soeripto sekadar pemantas.
> > 
> > Banyak alasan, banyak ragam analisis, dan muncul
> > perdebatan yang tidak
> > akan habis. Tetapi data Kompas menunjukkan Kinerja
> > Anggota DPR dari
> > PKS paling Jelek dan Partai Demokrat paling bagus.
> 
> Bacalah artikel tentang Islam di:
> http://www.nizami.org




***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke