http://www.indomedia.com/bpost/082005/8/opini/opini1.htm
Perombakan Kabinet Oleh : Imam Suharjo Hajatan besar pilkada di Kalsel selesai dilaksanakan. Masyarakat patut berbangga, karena pilkada di banua ini tidak termasuk dalam 12 daerah bermasalah dari 166 daerah yang melaksanakan pemilihan. Kemenangan tidak hanya milik kepala daerah terpilih, tetapi juga milik calon yang belum diberi kesempatan untuk memimpin masyarakat namun mampu memimpin diri sendiri dan konstituennya untuk tidak berbuat anarkis. Sejak 5 Agustus 2005, Kalsel memiliki gubernur baru. Di beberapa daerah seperti Banjar dan Banjarmasin juga akan memiliki bupati/wabup dan walikota/wawali baru. Sedangkan di wilayah lain masih dipimpin bupati ataupun walikota lama yang terpilih kembali. Bagi wilayah yang masih akan dipimpin oleh kepala daerah lama tentunya hembusan angin perubahan tidak akan sesignifikan pimpinan baru. Program yang dijalankan kepala daerah lama tidak akan jauh berbeda dengan masa jabatan sebelumnya, perubahan yang dilakukan mungkin hanya untuk memperbaiki kekurangan. Bagi kepala daerah baru, perbedaan visi misi dengan pejabat sebelumnya melahirkan program yang berbeda pula. Implementasi program akan membawa dampak pada perubahan input ataupun output yang dihasilkan. Indikator input seperti pemanfaatan anggaran daerah dan sumberdaya manusia/aparatur, akan digunakan semaksimal mungkin oleh kepala daerah untuk menjalankan program kegiatan. Kebijakan penggunaan anggaran dan belanja daerah dilakukan bersama anggota dewan, namun tidak demikian dengan pemanfaatan aparatur. Berdasarkan PP Nomor 9 Tahun 2003, pembina PNS di daerah adalah gubernur untuk propinsi, bupati/walikota untuk kabupaten/kota yang ketiganya notabene bukan jabatan karir tetapi politis. Sebagai pembina kepegawaian, peran kepala daerah sangat menentukan posisi pegawai. Landasan hukum ini yang nantinya digunakan kepala daerah untuk memilih orang-orangnya menduduki jabatan strategis di pemerintahan. Tidak mengherankan apabila beberapa kepala daerah terpilih, jauh hari memberikan sinyalemen akan dilakukan perombakan kabinet sebagai bagian untuk mewujudkan perubahan. Budaya Latah Perombakan kabinet merupakan istilah yang biasa digunakan ketika presiden mengganti menterinya. Di era orde baru, perombakan kabinet dilakukan setiap lima tahun. Tidak banyak yang berubah dalam perombakan tersebut, kecuali sebagai upaya penyegaran sekaligus untuk mengukuhkan penggantian nama kabinetnya. Di era reformasi, perombakan kabinet selalu terjadi seiring penggantian kepala pemerintahan. Penggantian menteri merupakan hak perogatif presiden, namun sangat dipengaruhi kekuatan politik lain. Sah-sah saja hal ini dilakukan karena menteri bukan jabatan karir pegawai negeri, tetapi merupakan jabatan politis. Tak mengherankan apabila muncul nama politikus untuk menduduki jabatan menteri. Meski demikian, untuk menjadi menteri harus tetap mempunyai kompetensi sesuai departemen yang akan dipimpinnya. Presiden SBY cukup jeli melihat dua kepentingan tersebut, sehingga SBY menjadi presiden yang pertama kali melakukan uji kepatutan dan kelayakan terhadap calon menterinya. Mungkin karena budaya latah, istilah perombakan kabinet saat ini digunakan juga untuk pergantian kepala dinas di daerah. Secara fungsional, tugas kepala dinas hampir mirif dengan menteri yaitu membantu kepala pemerintahan. Namun secara struktural, kepala dinas adalah jabatan karir bagi PNS yang mempunyai aturan sendiri dan sudah sepantasnya harus terlepas sama sekali dari kepentingan politik. Tetapi kenyataan tidak demikian. Dengan sistem pilkada langsung, tak pelak menyeret pegawai negeri dan posisi jabatan strukturalnya ke kancah perpolitikan. Netralitas Pegawai Meski telah diatur tentang netralitas PNS, di tingkat pemerintahan daerah sikap tersebut tak mudah diwujudkan tapi juga sulit dibuktikan. Sementara ini, jabatan struktural dengan segala fasilitasnya masih menjadi tujuan akhir bagi pegawai negeri. Untuk mendapatkannya apalagi setingkat kepala dinas, saat ini tidak lagi hanya bisa mengandalkan DUK (Daftar Urutan Kepangkatan), pendidikan struktural maupun kemampuan, karena semua itu dapat diatur belakangan. Tetapi yang terpenting adalah harus mempunyai kedekatan dengan kepala daerah terpilih, melalui pertarungan politik dalam ajang demokrasi yang namanya pilkada langsung. Salah satu cara untuk dekat adalah dengan menjadi pendukung baik langsung maupun tak langsung terhadap calon kepala daerah dalam proses pemilihan. Konsekuensi logis akibat kondisi ini antara lain dapat mengakibatkan, pertama, tidak terjaganya netralitas pegawai akan menimbulkan friksi antarsesama pegawai yang kebetulan mendukung calon kepala daerah yang berbeda. Apabila friksi ini berlanjut terus maka tidak menutup kemungkinan kegiatan kerja diwarnai ajang saling menjatuhkan. Kedua, fungsi aparatur pemerintah dalam pelayanan publik menjadi tidak optimal karena munculnya kebijakan publik yang sarat kepentingan politik. Ketiga, menurunnya dedikasi dan motivasi kerja pegawai yang disebabkan tidak adanya kepastian jenjang karir yang didapatkan secara wajar. Keempat, kemungkinan terpilihnya aparatur yang tidak profesional dan berkompeten menduduki jabatan tertentu hanya karena faktor kedekatan dengan kepala daerah terpilih, sehingga akan menjadi beban dalam perputaran roda kegiatan kantor. Kelima, dalam menjalankan programnya kepala daerah memerlukan orang-orang yang loyal. Seringkali wujud loyalitas diterjemahkan dalam sikap taklik yang berlebihan, sehingga aparatur cenderung tidak lagi menjadi abdi negara dan masyarakat karena lebih disibukan sebagai abdi dalem kepala daerah. Pegawai Pesolek Anggapan, menjadi pegawai akan mendapat kebutuhan materi dan kekuasaan perlu dihapuskan. Ketika seseorang memutuskan untuk berkarir menjadi pegawai negeri, saat itu seharusnya ia membuang jauh-jauh sifat pesolek karena sesungguhnya gaji pegawai lebih banyak pada nilai pengabdian dibanding jumlah uang yang diterima setiap bulan. Di sisi lain, kewenangan yang dimiliki bukan sebagai alat kekuasaan yang dapat digunakan semena-mena demi meraup keuntungan pribadi, namun merupakan tanggungjawab dalam memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. Menjadi pegawai pesolek dengan gaya hidup serba wah dapat menggelincirkan seorang pegawai untuk menyalahgunakan kewenangan. Dalam mewujudkan impiannya, ditemui banyak pegawai pesolek yang mengambil jalan pintas dengan meninggalkan sikap netral dan menjadi pendukung calon kepala daerah pada proses pilkada. Kemenangan calon yang didukung akan membuka lebar peluang untuk dapat menduduki jabatan lebih tinggi. Semakin tinggi jabatan, kewenangan yang melekat juga besar sehingga kesempatan meraup keuntungan pribadi untuk memenuhi hasrat hidup berlebihan semakin mudah. Di sisi lain, risiko yang diterima jika terjadi hal sebaliknya adalah harus siap masuk kotak. Inilah fenomena baru yang akan terjadi sebagai salah satu dampak pilkada terhadap kinerja pemerintahan. Setiap lima tahun saat terjadi pergantian kepala daerah, akan diikuti perombakan pejabat struktural/kabinet. Tanpa disadari kepala daerah baru mengakui, pejabat lama adalah orang-orang kepala daerah sebelumnya sehingga perlu diganti. Bukan hanya kepala daerah, sesungguhnya kita semua merasakan ada ketidaknetralan aparat pemerintah daerah dalam pilkada. Namun itu sulit dibuktikan. Belajar dari presiden kita, sudah waktunya pengangkatan pejabat setingkat kepala dinas yang memenuhi syarat kepangkatan dan pendidikan penjenjangan dilakukan uji kelayakan dan kepatutan. Karena itu merupakan jabatan karir, maka untuk menjaga objektivitas uji tersebut tidak dilakukan oleh kepala daerah, tetapi doleh lembaga independen yang mempunyai komitmen terhadap peningkatan pelayanan publik. Sikap independen ini sangat penting agar lembaga tersebut tidak seperti Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan) yang mudah diintervensi oleh kepala daerah. Tidak ada unsur kepentingan dalam uji kelayakan dan kepatutan, kecuali untuk mendapatkan pejabat yang memiliki integritas moral dan berkompeten dalam menciptakan good governance dan pelayanan publik. Dengan penerapan sistem tersebut diharapkan tidak lagi terjadi bongkar pasang pejabat setiap kali pergantian kepala daerah. Perlu diketahui, setiap pegawai pada dasarnya loyal kepada atasan seperti yang disyaratkan dalam DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan) sehingga kepala daerah baru tidak perlu takut programnya akan terganjal. Pengamat sosial, tinggal di Banjarbaru e-mail: [EMAIL PROTECTED] [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> <font face=arial size=-1><a href="http://us.ard.yahoo.com/SIG=12hulmik2/M=362343.6886681.7839642.3022212/D=groups/S=1705329729:TM/Y=YAHOO/EXP=1123459069/A=2894350/R=0/SIG=10tj5mr8v/*http://www.globalgiving.com">Make a difference. Find and fund world-changing projects at GlobalGiving</a>.</font> --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/