http://www.indomedia.com/bpost/082005/9/opini/opini1.htm
Quo Vadis Polri? Oleh : Re Nadalsyah Ironis dan memperhatikan. Pembeberan berita seputar 15 perwira tinggi dan perwira menengah (pati/pamen) Polri pemilik dana rekening fantastis yang berjumlah triliunan rupiah itu, benar-benar fantastis dan penuh kejutan luar biasa. Jikalau boleh dibandingkan dengan beragam musibah yang menerpa bangsa ini, barangkali setelah keterpurukan ekonomi yang menerjang Asia dekade 1980-an dan bencana Tsunami Aceh yang mengenaskan itu, peristiwa besar yang menohok lingkungan elit Polri tersebut layak pula dianggap sebagai 'musibah'. Betapa tidak, sejumlah pejabat yang selama ini sering berkoar tentang penegakan hukum tanpa pandang bulu, bahkan sebagian sangat dikenal masyarakat karena keterlibatannya dalam pengambilan keputusan penting yang menyangkut perkembangan hukum dan wajah keadilan di negeri ini, ternyata ibarat 'musang berbulu ayam'. Mereka bukan hanya tidak peka, tapi juga bebal dan tidak memiliki hati nurani. Di saat sebagian besar rakyat menjerit menghadapi beban berat dan tekanan hidup yang keras sebagai dampak penaikan harga BBM, tarif listrik, leding dan rupiah yang berseok-seok, mereka justru saling berlomba memperkaya diri dengan mengandalkan sekaligus menyalahgunakan jabatan dan pangkat yang diemban. Selain kurang peka dalam menangkap realitas sekitar, mereka ikut andil pula menambah permasalahan yang ada dan tidak habis-habisnya itu. Semangat Polri dalam memerangi judi, narkoba dan kejahatan multidimensi lainnya, justru ditelikung secara internal oleh pejabatnya sendiri. Mereka ibarat 'menggunting baju dalam lipatan'. Langkah bijak Kabinet Indonesia Bersatu yang digawangi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dijadikan peluang untuk mempertebal isi kocek dengan mencari celah untuk menghindari jeratan hukum secara licik dan lihai. Tampaknya di sini, tesis Magnus Aurelius Cassiodorus Poverty is the mother of crime (kemiskinan adalah induk kejahatan) tidak berlaku. Sebaliknya ungkapan yang sering disitir kalangan pengamat dan praktisi hukum itu, terasa kontradikif dan melecehkan makna keadilan itu sendiri. Bagi mereka bukan kemiskinan yang menjadi penyebab, melainkan nafsu serakah mengumpulkan harta dan kekayaan secara tidak hahal itu membuatnya lupa, kehilangan kendali, dan akhirnya tergelincir dalam kubangan hitam penuh dosa dan noda. Masyarakat teramat kecewa. Upaya keras pemerintah, dan lebih keras lagi di saat negara dan bangsa dihimpit berbagai masalah yang tidak habis-habisnya, dikangkangi oleh oknum mata duitan namun sangat berkompeten dalam memerangi penyakit masyarakat. Bukankah budaya masyarakat kita sangat menghormati keteladanan pemimpin atau pemuka masyarakatnya, termasuk perilaku yang jauh dari sikap tercela itu? Illegal Logging Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Aryanto Boedihardjo minta agar masyarakat mewaspadai kelompok tertentu yang ingin membangun opini yang menyudutkan institusi Polri lewat pembeberan berita dugaan penyimpangan oleh 15 pati/pamen Polri pemilik dana rekening fantastis yang menghebohkan itu. Menurut Aryanto, kita tetap harus memegang asas praduga tak bersalah. Lebih jauh lagi ia menyatakan, tidak bisa serampangan menyatakan bahwa uang dalam jumlah tidak wajar dan diduga masuk ke rekening pejabat Polri itu pasti berasal dari setoran pelaku tindak kejahatan. Bisa juga berasal dari usaha keluarga atau sumber lainnya yang sah. (BPost, 1 Agustus). Sesuai kompetensinya, penegasan Kadiv Humas Mabes Polri itu benar adanya. Namun jikalau kita mau jujur, imej dan citra Polri yang terbentuk selama ini juga sangat dikenal masyarakat. Dengan mudah kita bisa mencermati hampir setiap hari media menyiarkan berita yang terkait citra kurang sedap dilakukan oknum Polri sendiri. Karena itu, kita pun kurang sependapat jikalau kritik pers dianggap membangun citra negatif. Sebaliknya, pers justru berkepentingan mendambakan wajah Polri yang sejuk dan selalu mengayomi masyarakat. Bukankah tugas Polri yang utama membebaskan masyarakat dari berbagai krisis? Jadi bukan hanya harus siap dengan manajemen krisis dan antisipasinya, tapi juga antisipasi secara menyeluruh dari preemtif, preventif, represif dan rehabilitatif yang terencana dan konsepsional. Untuk membangun kepercayaan masyarakat, Polrilah yang lebih dahulu memelihara kebanggaan dirinya agar dicintai dan dihormati. Polisi Inggris tidak dibenarkan dipersenjatai, cukup dengan pentungan, itulah lambang kepercayaan diri polisi. Polisi Jepang tidak pernah memakai label nama, karena polisi Jepang adalah samurai yang di dalamnya terkandung sikap kewiraan dan kepemimpinan yang diandalkan. Dalam profesionalitas Polri itu juga terkandung sikap keperwiraan yang di dalamnya terurai makna kejujuran, keberanian dan ketangguhan. Dalam konteks itulah pembeberan nama pati/pamen Polri secara inisial itu, bahkan juga desakan agar pimpinan Polri agar segera membekukan rekening bank pemilik, mengungkap nama dan memulai penyidikan, harus dilihat secara proporsional. Sebab bukan rahasia lagi citranya yang babak belur itu terkait dengan ulah oknum yang tidak bertanggung jawab itu. Mereka --mengutip penjelasan Direktur Eksekutif Aliansi Masyarakat Independen Pemantau Kinerja Aparatur Negara (AMIPKA) David Ridwan Betz-- 40 pati dan pamen Polri saat ini tidak layak lagi mendapat promosi jabatan dan kenaikan pangkat. Menurut penyelidikan AMIPKA, selama empat tahun terakhir pejabat tersebut menyalahgunakan jabatan dengan menerima suap dari bandar judi, bandar narkoba, penghentian penyidikan BBM dan illegal logging. Bahkan, kata David, mereka juga menerima suap dari perdagangan gula dan terigu ilegal, bisnis VCD porno, prostitusi, memeras orang asing, pelayanan SIM dan STNK, jual beli nomor kendaraan cantik dan jabatan. Naujubillah. Kalau memang benar, kita hanya bisa mengurut dada, kesal, marah dan kecewa. Lebih memperhatikan lagi, dugaan terjadinya praktik money loundering (membersihkan uang dari hasil kejahatan), seperti dilaporkan PPTAK (Pusat Pelaporan Transaksi dan Analisa Keuangan) tidak ditepis oleh Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Luki Djani. Untuk 15 pati/pamen tersebut, seharusnya dibuka saja ke 15 nama tersebut. Kalau terbukti, dinonaktifkan dan ditindak tegas, ucapnya. Praktik pencucian uang hasil kejahatan, bukan masalah baru bagi Indonesia. Sebagai negara yang termasuk tax heaven country (negara dengan perizinan lembaga keuangan/bank bebas), Indonesia terkenal sebagai negara dengan tingkat kebebasan lalu lintas devisa, modal dan dana yang tinggi. Artinya setiap individu, atau perusahaan yang memasukkan dana atau devisa melalui bank, tidak diusut asal-usulnya. Dari peradilan Eddy Tansil terungkap, orang bebas memindahkan uang rupiah simpanan mereka ke mana saja yang diinginkan. Ketika ekonomi kita terpuruk, konglomerat ramai-ramai memindahkan uangnya ke negara tetangga, terutama Singapura. Penyucian uang itu dimungkinkan, terlebih sejak berlakunya ketentuan 'rahasia bank' dalam UU No 1 Tahun 1967. Maknanya, uang panas (dirty money) dari dana yang berdomisili di republik ini bisa dibersihkan dengan masuknya dana ke dunia perbankan nasional, tanpa diusut asal-usulnya. Sejauh itu, kita mengenal Cayman Island yang memberikan fasilitas kelonggaran pajak dari uang panas. Namun sebenarnya banyak wilayah lain melakukan hal serupa seperti kepulauan Antigua, Bahamas, Bermuda, Montserrat dan Antillen Belanda, negara di Pasifik Selatan termasuk beberapa negara Eropa dan Hongkong. Tidak mengherankan bila bisnis uang rahasia yang dilakukan sejumlah petinggi Polri itu, disimpan di berbagai bank dalam negeri. Namun jika terlambat pembekuannya, pemilik dengan mudah pula memindahkan ke bank asing di luar negeri sebagai tempat pelarian modal dari hasil setoran kejahatan yang mereka lakukan. Kini seluruh pandangan terfokus pada pimpinan Polri. Mereka menanti harap-harap cemas, apakah benar institusi akan berubah dengan mengikis habis semua citra buram yang menerpa wajahnya. Bagaimana pun sesuai aturan main yang berlaku, sebelum ia menertibkan orang lain, internal dalam tubuhnya sendiri harus lebih dahulu ditertibkan. Itu berarti, siapa pun pejabat atau oknum yang terlibat dalam penyalahgunaan jabatan itu, seharusnya dinonjobkan, diberhentikan, diminta pensiun dini dan diseret ke meja hijau. Sebab jika mereka tetap dibiarkan bercokol, kita khawatir cita-cita ingin berubah untuk mewujudkan sosok Polri yang dicintai dan menjadi kebanggaan seluruh masyarakat itu tidak akan tercapai. Dan, proses pembusukan dalam tubuhnya akan berlanjut. Karena, hukum 'sebab-akibat' akan segera berfungsi tanpa ampun, dan semua itu tinggal menunggu waktu. Wartawan, tinggal di Banjarmasin [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> <font face=arial size=-1><a href="http://us.ard.yahoo.com/SIG=12hpjb640/M=362343.6886681.7839642.3022212/D=groups/S=1705329729:TM/Y=YAHOO/EXP=1123551388/A=2894354/R=0/SIG=11qvf79s7/*http://http://www.globalgiving.com/cb/cidi/c_darfur.html">Help Sudanese refugees rebuild their lives through GlobalGiving</a>.</font> --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/