>RUMAH DUNIA  DAN CITRA ANTAR BANGSA
Oleh Halim HD*)
 
“Simpan golokmu, asah penamu!” (Toto ST Radik)

***

Sehari sebelum peringatan hari kemerdekaan ke-60, jurusan Sosiologi 
Unika Atmajaya menyelenggarakan diskusi dua buah buku karya seorang 
doktor sejarah lulusan Paris, Jean Jacques Kusni, seorang penulis 
kelahiran Katingan, Kalimantan Tengah, yang selama ini bermukim di 
Paris, Perancis, yang sebelumnya berkelana di berbagai Negara seperti 
Cina, Vietnam dan juga Australia. Disamping doktor sejarah, Kusni juga 
pernah kuliah ekonomi pembangunan, Sosiologi dan Antropologi, serta 
hukum internasional pada bidang diplomasi. Saya mengenal penulis itu 
sejak 20-an tahun yang lampau melalui sebuah bukunya yang terbit pada 
akhir tahun 1970-an, yang saya baca pada awal tahun 1980-an, kiriman 
seorang teman dari Nederland. Sejak itu saya berkorespondensi dengannya. 
Dan jika kali ini saya datang pada diskusi bukunya, saya bukan hanya 
ingin menambah gizi intelektual, tapi juga silaturahmi dengan seorang 
sohib yang jarang ketemu. Dan kebetulan juga Kusni menyertakan isterinya 
untuk kunjungannya kali ini, yang selama ini saya hanya mengenal namanya 
saja, Didien. 

Pagi itu, di kampus Unika Atmajaya, saya bertemu dengan Kusni dan Didien 
dan seorang peneliti dari Finlandia, serta beberapa dosen serta aktivis 
dan seniman Yogyakarta. Silaturahmi itu mengantarkan kami ke dalam 
perbincangan tentang kesehatan, dan obrolan mengalir bagai air sungai 
yang jernih yang merunuti celah-celah bebatuan. Di antara obrolan itu, 
terbetik tentang Rumah Dunia (RD), yang dilontarkan oleh Didien, yang 
menurutnya selalu mengikuti perkembangan dan kegiatan RD dari jagat 
maya, internet.  

Bagi Didien, RD merupakan suatu bentuk kegiatan kebudayaan yang sangat 
menarik dan sangat dibutuhkan oleh kaum muda di dalam mengolah 
pikirannya melalui dunia tulis-menulis, membuat cerpen, novel, penulisan 
jurnalistik. Ternyata, ketika kami kongko soal RD, bukan hanya Didien 
yang mengetahuinya. Sejumlah penulis di Yogyakarta yang hadir pada acara 
itu juga mengetahui kegiatan RD yang mereka anggap sebagai investasi 
kultural yang penting bagi kehidupan generasi muda dan kaum 
remaja. “Saya senang dengan kegiatan dan program RD”, kata 
Didien. “Mereka nampak bagus kerjanya jika kita melihat dan membaca pada 
jagat maya”, lanjutnya. “Juga yang penting”, tandasnya. “Rumah Dunia 
banyak kerja tanpa banyak cakap!”

Didien hanyalah salah satu orang yang mengikuti kegiatan RD, seperti 
juga Kusni, suaminya. Sementara itu dibagian dunia lain, Ben Abel, staf 
ahli kepustakaan pada Echols Collection, Southeast Asia Library, Cornell 
University, Ithaca, Amerika, juga tak ketinggalan, sama halnya dengan 
beberapa mahasiswa di Mesir, Arab, dan beratus orang lainnya di berpuluh 
kota di Indonesia yang selalu rajin memantau RD. Semuanya terikat kepada 
komitmen untuk memajukan dunia pemikiran di Indonesia melalui tulis-
menulis, sebuah lahan yang selama ini dilupakan oleh dunia pendidikan 
kita, dan juga dilalaikan oleh para pengelola daerah yang selalu 
cenderung bermain politik-ekonomi. 

Secara pribadi, saya mengenal RD sejak 2 tahun terakhir. Dan baru 
mengenal langsung beberapa waktu yang lalu, melalui kunjungan singkat 
yang hanya beberapa jam ke RD di desa Ciloang. Kunjungan saya itu ketika 
saya diundang oleh panitia Festival Teater Rakyat Lintas propinsi 2005 
(FTRLP-2005). Saya dengan antusias datang ke Serang, kota kelahiran 
saya, dan sekaligus bersilaturahmi dengan Gola Gong, pendiri RD, serta 
rekan-rekan RD lainnya, Toto St. Radik, Firman Venayaksa, Aji 
Setiakarya, dan sejumlah penulis muda lainnya. Silaturahmi diantara 
penulis. 

Rasa penat dari perjalanan Solo-Jakarta-Serang yang selama belasan jam, 
dari rasa kurang tidur, kemacetan kota Serang, udara kota yang pengap 
serta debu dan asap kendaraan yang membuat mata dan hidung saya pedih, 
semuanya sirna ketika memasuki halaman kampus RD yang sederhana namun 
asri. Yaa, kampus! Bagi saya, RD adalah sebuah kampus, sebuah lembaga 
pendidikan informal di sebuah desa, Ciloang, walaupun jalan desa itu 
amburadul oleh truk-truk besar Pusri (Pupuk Sriwijaya) yang berlalu 
lalang, yang nampak tak pernah diperhatikan dan diperbaiki oleh pihak 
yang bersangkutan. Di sana pula saya dapatkan beberapa kaum muda dan 
remaja yang sedang menyampul buku sambil bercengkerama. Sementara itu 
beberapa rekan lainnya diskusi dan merencanakan beberapa program kerja 
yang akan digarap untuk mengisi kegiatan RD: pembacaan puisi, diskusi 
buku, kegiatan kesenian, woksyop teater, musikalisasi puisi. Siang 
harinya woksyop penulisan yang diadakan setiap minggu yang diikuti oleh 
30-an peserta kaum muda diberikan oleh Gola Gong. 

Apakah saya harus malu jika diam-diam saya menghapus pelupuk mata saya, 
ketika menyaksikan semua kegiatan itu, walaupun saya baru dan hanya 
beberapa jam kunjungan pribadi? Dalam hati saya bangkit rasa optimis dan 
mendekati rasa bahagia ketika sempat memasuki ruang kegiatan RD, yang 
selama ini hanya saya kenal melalui jagat maya. Tak ada sesuatu yang 
bisa saya janjikan untuk rekan-rekan RD. Saya hanya bisa menyimpan 
harapan dan hanya ada janji dalam hati saya. Untuk itulah saya menulis 
tentang RD, dan saya sampaikan kehadapan publik, khususnya di kota 
Serang, Banten, lantaran hal itu saya anggap penting. Sebab, Serang dan 
Banten yang selama ini hanya dikenal dengan kultur jawara yang sudah 
identik dengan bentuk kekerasan akibat politisasi dan interest pribadi 
sekelompok elite lokal dalam membentuk kepentingan politik-ekonominya, 
membuat Serang dan Banten menjadi wilayah yang hanya dikenal sebagai 
pengekspor para jagoan yang hidup disekitar terminal, pelabuhan dan 
hiburan malam. 

Dalam kaitannya dengan citra yang cenderung negatif itulah posisi dan 
peran RD sangat penting, bahwa di Serang, di propinsi Banten bukan hanya 
ada golok yang selalu diselempangkan dipinggang yang siap dicabut. Tapi, 
ada kegiatan yang visoner, suatu bentuk kegiatan investasi kultural yang 
bisa kita harapkan pada masa yang akan datang akan lahir para penulis, 
peneliti dan penggiat kebudayaan yang akan mewakili citra Serang-Banten 
sebagai wilayah yang budayawi, yang memandang suatu masalah dengan nilai-
nilai manusiawi, yang lahir dari permenungan tentang posisi dan fungsi 
manusia dalam rasa keadilan dan kesetaraan. Dan itulah salah satu 
kontribusi terpenting dari Serang-Banten untuk Indonesia yang akan 
datang.

Maka, “simpan golokmu, asah penamu!”

-o0o-

*) Halim HD. – Networker Kebudayaan, kelahiran Serang, tinggal di Solo. 



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
<font face=arial size=-1><a 
href="http://us.ard.yahoo.com/SIG=12hod1cak/M=362343.6886681.7839642.3022212/D=groups/S=1705329729:TM/Y=YAHOO/EXP=1124307823/A=2894350/R=0/SIG=10tj5mr8v/*http://www.globalgiving.com";>Make
 a difference. Find and fund world-changing projects at GlobalGiving</a>.</font>
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke