http://www.jurnalperempuan.com/yjp.jpo/?act=perspektif%7C-29%7CX
Senin, 15 Agustus 2005
Menolak Tabu (sebuah pernyataan) 


Oleh: Mariana Amiruddin


Perayaan adalah waktu untuk melanggar tabu-tabu (Georges Bataille) 

Ribuan tabu meneror kita, diantaranya terdiri dari mitos-mitos. Ia bukan mitos 
yang terhampar di dinding-dinding gua. Bukan mitos yang dilahirkan orang 
purbakala. Ia mitos yang ada hari ini di sekitar kita, yang mengungkung kita, 
menjebak kita dalam kehidupan absurd. Absurd? Sesuatu yang getir, kita ingin 
tertawa tetapi hati kita sedih, kita ingin bersedih tetapi realitas mengatakan 
itu konyol. Mental berpura-pura, always trying to pretending ourselves. 
Kira-kira begitu. Itulah diri kita sendiri, masih rela dimainkan oleh tabu yang 
kita ciptakan sendiri. 

Lihatlah isu sentral di media massa kita, ketika ribuan orang atas nama sebuah 
kelompok militan demonstrasi menentang kontes ratu kecantikan sedunia, berita 
berikutnya adalah busung lapar, ibu-ibu kebingungan memberi gizi anaknya, 
menyusui bayinya. Bayangkan, orang lebih memperhatikan kontes kecantikan sampai 
demonstrasi dan teriak-teriak di jalan dibanding busung lapar. Ketika para 
birokrat dan sekelompok orang gila-gilaan bicara antipornografi dan pornoaksi, 
mafia perdagangan perempuan dan anak masih bebas berkeliaran, dan kemiskinan 
yang memotivasi gadis-gadis muda menjadi pelacur. Mengapa orang begitu buta 
melihat persoalan yang sesungguhnya atau pura-pura tak tahu bagaimana 
seharusnya melihat sebuah persoalan? 

Tak lain diantaranya adalah tabu. Tabu ibarat peti kuno yang menyimpan apa yang 
mereka namakan aib, kekotoran, kebusukan, dan menumbuhkan sikap munafik pada 
orang yang menyimpannya. Tabu membuat orang tidak menjadi dirinya sendiri, 
tidak menjadi manusiawi. Tabu ibarat peti kuno yang disimpan di dalam gudang 
tua, dengan beranggapan tak seorang pun akan membukanya. Kemudian orang akan 
bilang tabu adalah sebuah tradisi, kultur masyarakat kita yang tak bisa dibuang 
begitu saja, meskipun akibatnya akan menjadi buruk, dan kita telah menutup 
perubahan dalam kultur kita sendiri. Itulah sebabnya ketika tabu dibuka, 
dilontarkah, dikaji, banyak orang akan terkejut dan tak percaya, bahkan menolak 
menerimanya. 

Lalu mengapa perempuan menolak tabu? Sebab teror tabu lebih banyak melanda 
perempuan, terutama yang berkaitan dengan tubuhnya. Novel Saman saya jadikan 
contoh teks yang merepresentasikan betapa tabu menyempitkan ruang gerak Laila, 
Yasmin, Cok dan Shakuntala sebagai tokoh cerita. Di sini kemudian tokoh-tokoh 
itu mencoba untuk melepas kungkungan tabu dengan gaya bicara dan karakter 
mereka masing-masing. Teks sastra merupakan salah satu media yang memiliki 
potensi membongkar ketabuan itu, bahkan tanpa harus dengan motif membongkar, 
alam bawah sadar teks akan mengangkat ketidaksadaran tentang tabu itu dalam 
teksnya. 

Seks adalah salah satu tabu yang tak ada habisnya dan telah terbenam di gudang 
ketidaksadaran kita. Ia sulit sekali diangkat ke permukaan, seperti membuka 
peti tua yang lama tersimpan di gudang. Karena itulah kita harus menuliskannya, 
kita harus menulis tabu-tabu itu supaya ia tidak lagi menjadi tabu. Seperti 
Helene Cixous, sastrawan Prancis sekaligus feminis ini bicara: I shall speak 
about women’s writing. Woman must write herself... Woman must put herself into 
the text – as into the world and into history – by her own movement. Menurutnya 
menulis adalah media yang dapat mengungkap wacana tabu terutama diantaranya 
tentang tubuh perempuan yang selama ini tersita oleh dominasi laki-laki. Dengan 
menulis, perempuan bisa kembali pada tubuhnya yang lama menjadi tabu itu. Sebab 
tanpa tubuh yang ia miliki, perempuan menjadi bisu, tuli dan buta dan tak 
mungkin menjadi a good figther dalam hidupnya. Perempuan tanpa tubuh akan terus 
direduksi menjadi pelayan dan terus hidup di bawah bayang-bayang lelaki. Why 
don’t you write? Write! Writing is for you: your body is yours, take it... 
Write yourself. Your body must be heard... 

Maka bukalah tabu itu sekarang juga, agar tak ada lagi pura-pura atas diri kita 
sendiri, agar mitos tak berkumpul bergumul membengkak menjadi akut. Kita tak 
mau stroke melanda diri kita sendiri dan tabu telah menyumbat aliran darah yang 
tak kuasa mengalir, yang membuat tubuh kita lumpuh dan bodoh. 

Jakarta, 20 Juni 2005 

Mariana Amiruddin adalah . Redaktur Pelaksana Jurnal Perempuan, Manajer Program 
Yayasan Jurnal Perempuan 




------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
<font face=arial size=-1><a 
href="http://us.ard.yahoo.com/SIG=12h71e301/M=362343.6886681.7839642.3022212/D=groups/S=1705329729:TM/Y=YAHOO/EXP=1124431313/A=2894352/R=0/SIG=11fdoufgv/*http://www.globalgiving.com/cb/cidi/tsun.html";>Help
 tsunami villages rebuild at GlobalGiving. The real work starts now</a>.</font>
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Reply via email to