http://www.sinarharapan.co.id/berita/0508/30/opi01.html


Seragam Sekolah, Perlukah? 
Oleh
Arissetyanto Nugroho

Mendiknas (Menteri Pendidikan Nasional), Bambang Sudibyo punya rencana 
menghapus seragam sekolah. Artinya, tidak ada lagi ketentuan siswa SD sampai 
SMA wajib berseragam. Kita masih menunggu, apakah rencana tersebut akan menjadi 
kenyataan dan ditaati sekolah-sekolah mengingat seragam sekolah adalah sebuah 
identitas-baik dari sisi jenjang pendidikan maupun indentitas sekolah.

Seperti diketahui, SD menggunakan seragam baju putih dan bawahan merah, SMP 
bawahan biru baju putih, sedang SMA menggunakan bawahan abu-abu dan baju putih. 
Seperti diketahui pula, masing-masing sekolah bebas menentukan seragam 
sekolahnya masing-masing. Motif seragam merupakan indentitas sekaligus 
kebanggan sekolah.

Beberapa sekolah malah menambah keseragaman tersebut dengan sepatu. Misalnya, 
warna sepatu harus hitam dan harus bertali. Plus harus pula menggunakan kaos 
kaki putih dan ikat pinggang hitam. 
Saya ingat betul seragam sekolah dimaksudkan untuk menghilangkan perbedaan 
antarsiswa yang satu dengan yang lain. Seorang siswa tidak bisa bergaya dan 
memamerkan baju-baju mewahnya di sekolah. Seorang siswa dipaksa tampil seperti 
siswa lainnya. Di dalam kebijakan seragam ini, ada pula pengajaran disiplin 
terhadap siswa. Pada sekolah tertentu, siswa dikenai hukuman apabila melanggar 
ketentuan seragam sekolahnya. 
Tepatkah kebijaksanaan menghapus seragam sekolah? Kebijakan seragam sekolah 
bukanlah kebijakan mendasar karena itu hanyalah atribut, asesoris. Seragam 
sekolah tidak memiliki korelasi dengan prestasi siswa dan kualitas pendidikan 
nasional. 

Tanpa adanya ketentuan dan keharusan memakai seragam pun pendidikan nasional 
harus jalan. Generasi muda sebagai penerus bangsa harus tetap mendapatkan 
pendidikan agar memiliki kapabilitas dan kemampuan meneruskan mengelola 
kehidupan berbangsa dan bernegara.

Bukan Pendidikan Militer 
Kebijakan Mendiknas menghapus seragam sekolah patut dipertimbangkan. Kita tidak 
perlu khawatir penghapusan seragam sekolah akan menimbulkan efek negatif 
terhadap siswa misalnya akan terjadi perang pamer kekayaan. Siswa keluarga kaya 
akan memamerkan pakaian mewahnya, sehingga menimbulkan kecemburuan siswa lain.
Pada sisi lain, pada saat ini amat sulit menghentikan menonjolnya strata 
ekonomi tertentu untuk seorang siswa. Sekolah tidak pernah melarang siswa ke 
sekolah dengan kendaraan pribadi atau antarjemput dengan sopir pribadi. Tidak 
ada larangan pula seorang siswa membawa telepon selular ke sekolah. 

Tidak cuma itu, siswa dari golongan mampu pun memilih menggunakan sepatu dari 
merek ternama, karena memakai sepatu mahal tidak melanggar aturan yang 
diterapkan sekolahnya. Jadi pamer kekayaan dan kecemburuan pun tetap terjadi 
walaupun seragam sekolah diberlakukan. 

Pendidikan sekolah dari SD hingga SMA bukanlah pendidikan militer. Bagi sebuah 
angkatan perang, identitas memang amat dibutuhkan. Filosofinya untuk membedakan 
tentara dengan masyarakat sipil dan membedakan satu kesatuan dengan kesatuan 
lainnya. Di medan perang akan membedakan musuh dengan kawan. 
Para saat ini, kebijakan tanpa seragam sekolah bila dikaitkan dengan upaya 
perbaikan sistem pendidikan dan berujung pada upaya pemerintah untuk mengubah 
pola berpikir dalam pendidikan, merupakan terobosan yang harus 
diimplementasikan di sekolah-sekolah. Saya tidak berharap, kebijakan tanpa 
seragam itu sebagai bagian inkonsistensi sistem pendidikan nasional, melainkan 
berangkat dari pemikiran yang amat mendasar-yakni upaya meningkatkan kualitas 
pendidikan secara sistematis. 

Pola Berpikir Formal 
Selain itu, sudah saatnya kita menyadari sepenuhnya, indoktrinasi generasi 
melalui sistem pendidikan harus diubah dengan pola pendidikan yang lebih 
interaktif dua arah. Siswa bukanlah objek tetapi adalah subjek pendidikan. 

Hubungan siswa dengan sekolah, siswa dengan guru, harus didorong pada hubungan 
kesetaraan pada pola berpikir, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang 
sekarang digunakan di tingkat SD hingga SMA menempatkan guru sebagai salah satu 
sumber kebenaran informasi, bukan pemilik tunggal kebenaran informasi itu 
sendiri. Dengan demikian terjadi pula demokratisasi di dalam dunia pendidikan.

Dengan menghapus seragam diharapkan siswa, orang tua siswa, guru dan pengelola 
sekolah membuka wawasan berpikir seluas-luasnya, tentang pentingnya 
mengeliminasi pola berpikir formal yang selama ini telah menghambat kreativitas 
baik siswa maupun guru dalam mengembangkan kemampuan berpikir dan bakat-bakat 
alamiahnya menjadi lebih berpikir substantif (pendekatan isi).

Saya meyakini, kebebasan berpikir dan tidak terbelenggu pada pola berpikir 
formal, secara jangka panjang berdampak positif kepada perkembangan generasi 
muda bangsa. Kita pun tidak perlu berburuk sangka, bahwa penghapusan seragam 
akan berdampak pada tingkat kedisiplinan siswa dan menumbuhkan kecemburuan 
sosial antara siswa yang mampu dan tidak mampu. 
Pengalaman ketika duduk di SMP dan SMA yang tidak berseragam sekolah, 
menunjukan kecerdasan intelektual, disiplin dan rasa kesetiakawanan yang tinggi 
bisa terwujud.
Adalah lebih tepat apabila disiplin diajarkan tidak secara formal seperti di 
dalam pendidikan militer, tetapi ditempatkan pada kerangka pola dan perilaku 
masyarakat secara lebih luas. Disiplin haruslah dimulai dari tingkat paling 
dasar, yakni rumah tangga. 

Artinya, orang tua dan anggota keluarga harus menjadi garda terdepan 
keteladanan bagi siswa untuk bersikap disiplin bagi diri sendiri dan orang 
lain. Disiplin harus dilakukan sebagai tanggung jawab bukan sebagai 
indoktrinasi. Disiplin bukanlah sekadar formalitas melalui seragam sekolah, 
karena seragam sekolah bukanlah unsur elementer dalam sistem pendidikan 
nasional. 

Penulis adalah pemerhati masalah pendidikan
 

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give at-risk students the materials they need to succeed at DonorsChoose.org!
http://us.click.yahoo.com/Ryu7JD/LpQLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Reply via email to