Mungkin karena lebih dari 5 bulan gak dilayani ya Sang Suami pergi 
ke tempat lain.

Dan Karena lebih dari 5 bulan Sang Istri gak juga memenuhi kebutuhan 
Biologisnya, ya jadi tetap dalam alam bawah sadarnya mencari sumber 
kepuasan yang bisa ditemukan.

Nah pada saat kesempatan ada.....dan Niat memang sudah terpendam 
(walau tidak disadari) kemudian terjadilah apa yang sangat tidak 
diinginkan oleh semua Keluarga........Nauzubillah.

" jujurlah terhadap diri sendiri, akuilah ada keburukan yang 
terselip dalam hatimu, Otherwise kau tidak akan pernah menemukan 
Solusinya "

Banyak sekali orang berusaha mengingkari ada niat buruk yang 
terselip dalam hatinya. Jika niat buruk ini diabaikan, Bagaimana 
mungkin seseorang dapat menemukan jawaban dari apa yang 
diingkarinya..........Mengakui niat buruknya saja enggak pernah 
apalagi menemukan Penyelesaiannya.........


--- In ppiindia@yahoogroups.com, "Ambon" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>       GALAMEDIA 15/9/2005
> 
>       Selingkuh Dibayar dengan Serong (3)  
>      
>       KISAH sebelumnya, Ny. Melati (42), ibu rumah tangga asal 
Bandung menikah dengan Egi. Sewaktu muda ia sempat berpacaran dengan 
beberapa orang lelaki, salah satunya Idang. Setelah menikah dengan 
seorang pegawai swasta, Egi ia dikaruniai dua orang anak. Namun 
setelah 10 tahun lebih berumah tangga, ada berita yang menyebutkan 
bahwa Egi suka "main" perempuan. Nyatanya, Egi memang punya istri 
simpanan. Bagaimana kisah selengkapnya? Mari kita simak.  
>      
> AKHIRNYA, setelah kepergok, suamiku mengaku. "Maafkan Papa, Ma. 
Memang benar Papa punya istri lagi, Pada menikah di bawah tangan. 
Tunggulah nanti Papa ceraikan setelah ia melahirkan," ujarnya. 
Ucapannya memang datar, tetapi bagiku bagai sengatan lebah yang 
menusuk ulu hati.
> 
> Aku yang tak bisa berkata-kata, cuma bisa menangis tersedu-sedu. 
Esoknya, aku tidak ke kantor karena memang sakit. Lagi pula aku 
takut teman-temanku di kantor melihat mataku memerah dan sembab.
> 
> Sejak itu, aku jadi hambar dalam melayani suami. Aku mengadu 
kepada mertuaku. Tentu saja mertuaku marah besar kepada Kang Egi. 
Anaknya itu dinasihati dengan keras, bahkan ia diancam. Jika tidak 
diceraikan istri keduanya itu maka mereka akan mengambil tindakan.
> 
> Selama lima bulan aku enggan melayani suamiku di ranjang, walaupun 
Kang Egi selalu merayuku. Jika ia mulai membujukku agar mau 
melayaninya, aku jawab dengan ketus. "Kan sudah ada cewek lain, 
mengapa harus Mama?"
> 
> Begitulah yang terjadi, hingga akhirnya istri mudanya, sebut saja 
Yosefa melahirkan. Aku tak mau tahu, bahkan menengok atau melihat 
wajah maduku itu pun aku tak ingin. Aku juga tak memaksa suamiku 
untuk menceraikannya lagi.
> 
> "Ma, nanti sebulan lagi akan kuceraikan Yosefa, ya Ma," kata 
suamiku.
> 
> "Terserah kamu saja, mau cerai atau tidak itu bukan urusanku 
lagi," kataku masih tetap dengan nada ketus. Jujur saja, antara 
ucapan dan hati sebenarnya bertolak belakang. Jauh di lubuk hatiku 
sebenarnya aku ingin mengatakan, "Segera ceraikan istri mudamu Pa!"
> 
> Dua bulan kemudian, suamiku mengatakan telah menceriakan Yosefa. 
Aku tetap saja jaim alias jaga imej. Kuacuhkan ucapan suamiku itu. 
Aku tetap seperti sediaka kala seolah tak ada kejadian apa-apa, lagi 
pula aku ingin menghargai kedua anakku yang mulai berangkat remaja.
> 
> Begitulah yang terjadi. Namun namanya juga hidup serumah, lama 
kelamaan aku dan suamiku mulai akur lagi, kendati kepercayaanku 
kepadanya tidak penuh lagi. Apalagi kedua anakku sudah tahu apa yang 
sebenarnya terjadi.
> 
> Bahkan yang sulung sering menasihatiku. "Sabarlah Mama, lebih baik 
biarkan saja toh Papa juga akan punya pilihan. Kalau memang sudah 
menceraikan istri mudanya, syukurilah. Mudah-mudahan Papa akan cepat 
sadar dengan kesalahannya," ujarnya.
> 
> Setahun dua tahun, aku tak mau ambil pusing dengan sikap suamiku. 
Tetapi perlahan aku mulai meyakini, suamiku memang telah menceraikan 
istri simpanannya. Memang, tak ada surat cerai karena katanya 
menikahnya juga di bawah tangan. Tetapi suamiku cuma memperlihatkan 
sehelai surat bersegel yang menyatakan istrinya telah diceraikan. Di 
situ tertera nama suamiku dan juga nama Yosefa.
> 
> Tetapi pada 2002, isu tentang suamiku suka main wanita lain 
kembali terdengar. Konon katanya, selain Yosefa selalu dikunjungi 
dalam waktu-waktu tertentu, ia pun masih suka "main" dengan wanita 
lain. Hal ini kuketahui ketika saudara sepupuku katanya memergoki 
Kang Egi sedang berduaan malam-malam dalam mobilnya di sebuah pusat 
perbelanjaan.
> 
> Aku mencoba bertahan dan di kantor memang beberapa temanku ada 
yang sepertinya telah tahu tentang perilaku suamiku, tetapi untuk 
menjaga perasaanku mungkin, mereka tak pernah ada yang mau bertanya. 
Lagipula, hingga saat itu rumah tanggaku aman-aman saja.
> 
> Suatu petang sehabis ngantor, aku berniat akan ke pusat 
perbelanjaan di daerah Jln. Dalem Kaum Bandung. Niatku akan membeli 
kain untuk anakku karena anakku berpesan katanya ingin pergi ke 
perayaan ulang tahun temannya pekan depan.
> 
> Saat sedang melangkahi tangga berjalan, tiba-tiba dari arah 
berlawanan muncul seorang lelaki. Ia tersenyum, "Mel...kau Melati 
ya?"
> 
> "Ooo...Kang Idang, mau ke mana?" kataku kaget, sebab lelaki itu 
ternyata Kang Idang, teman SMA-ku dulu atau mantan pacarku dulu.
> 
> Karena saat itu tangga yang aku injak dan tangga yang dipakai Kang 
Idang bertolak belakang, Kang Idang memberi isyarat agar aku harus 
turun lagi. Dengan cepat, aku beralih ke tangga menurun. Di bawah 
Kang Idang menyambutku, lalu kami bersalaman.
> 
> "Jangan di sini ngobrol-nya, yuk di sana saja. Aku ingin 
bernostalgia berbagi cerita denganmu. Kangenlah, kita 'kan teman," 
kata Kang Idang yang tampak gagah dan awet muda.
> 
> "Kau agak kurus sekarang, tetapi justru tambah cantik saja," 
katanya menggoda. Memang Kang Idang dari dulu suka memujiku setengah 
mati. Kata-kata puisi yang kuanggap kuno dan klise itu justru 
mengenakan aku. Aku sering merasa tersanjung.
> 
> Ini jauh berbeda dengan Kang Egi. Suamiku ini jarang memuji 
diriku, padahal yang namanya wanita soal pujian dan sanjungan memang 
perlu untuk meningkatkan kepercayaan diri. Jauh berbeda dengan Kang 
Idang. Makanya, begitu bertemu lagi dengannya, aku merasa kembali ke 
masa SMA dulu.
> 
> Kang Idang mengajakku untuk makan. Tapi aku cegah, selain perutku 
masih kenyang, lagi pula aku takut diketahui orang. Maklum saja Jln. 
Dalem Kaum ini pusat keramaian, jadi bukan sesuatu yang mustahil 
jika ada orang kenalanku atau saudaraku yang memerĀ­gokiku. Jika sudah 
demikian, aku takut kena fitnah.
> 
> Akhirnya aku mau diajak pergi dari tempat itu naik mobil milik 
Kang Idang. Kami berputar-putar di pusat kota, sambil mengobrol 
tentang masa lalu yang indah. Ia mengatakan, telah berputra tiga 
orang dan kini jadi seorang wiraswasta.
> 
> "Kamu masih tetap cantik saja lho, aku jadi geregetan. Andai saja 
kau bukan istri lelaki lain...," kembali Kang Idang memujiku.
> 
> "Kalau aku bukan istri lelaki lain mau bagaimana gitu?" aku 
mencoba menjawab dengan nada menantang.
> 
> Kang Idang tersneyum, aku diam. Selanjutnya, obrolan jadi tambah 
seru, membuatku penasaran. Setelah ingat suamiku yang suka 
selingkuh, diam-diam aku berpikir untuk membalasnya. bersambung 
(dituturkan kepada ginanjar)** 
> 
> 
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]




------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Help Sudanese refugees rebuild their lives through GlobalGiving.
http://us.click.yahoo.com/V8WM1C/EbOLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Reply via email to