Sudah terlalu banyak menangis mas. Hingga tak ada lagi
air mata yang keluar. Sejujurnya kalau pemerintah
serius (tapi mau ditujukan pada siapa, benarkah pada
pemerintah...kepercayaan itu sudah mendekati ambang
batas bahkan negatif) pertanian dan kelautan jadi
prime mover ekonomi. Dua bulan ini berbagai seminar
digelar IPB untuk membicarakan bagaimana pertanian
terangkat. Setahun silam serangkaian lokakarya politik
pertanian juga diselenggarakan. Diperoleh konsep
pertanian matang dari para ahli yang kompeten.
Kemudian dihaturkan pada pemerintah, namun semua itu
hanya jadi onggokan sampah. Berapa banyak biaya yang
dikeluarkan untuk semua itu... nggak kehitung.
Pemerintah melirik konsep itupun tidak, boro-boro mau
mengimplimentasikannya. 

Mereka tak mau kerja keras, pengen yang instan. 
Korupsi dan menjual aset negara kan cepet memperoleh
hasil kan. Privatisasi aja sekalian air, biar petani
nggak bisa nanam di lahannya. 

Setiap tahun IPB melaunching produk baru. Dua hari
lalu dilaunching produk nenas Delik subang (berukuran
jumbo), nenas mahkota (sangat manis rasanya), Melon
varietas terbaru, pepaya Thailand (ukuran jumbo juga).
Ditambah lagi ada Buru Hotong, serealia dari pulau
Buru yang  kandungan karbohidratnya setara beras
bahkan proteinnya lebih tinggi. IPB sudah mengolah
buru hotong menjadi berbagai produk olahan, kue,
brownies dll. Teknologi penyosohnya pun ada, sekarang
lagi diteliti pemuliaan tanamannya.

Nggak kalah dengan gandum, but.... siapa yang peduli. 
Katanya, Pemerintah  mau mengadopsi untuk
dikembangkan.Benarkah??? Seberapa kuat perjuangan
seorang Anton Apriyantono melawan tim ekonominya
SBY:-( Maaf bukan pesimis tapi melihat analisa
sederhana di lapang.

 Saya katakan kita (Indonesia) punya teknologinya ko
nggak kalah deh..... Tapi sekali lagi siapa
peduli.....
Oh petaniku sayang petaniku malang. dalam
kesahajaanmu, ada usaha keras yang tiada kunjung
padam. 

Salam,
dari orang yang dibesarkan dari keluarga
petani,tumbuh, besar, hidup dari hasil pertanian serta
belajar mengenal hidup dari pertanian


--- irwank <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> Dan orang harus tersenyum apapun yang terjadi. :-P
> Harga BBM mau dinaikkan, beras lokal banyak tapi
> impor jalan terus..
> Utang konglomerat ditanggung rakyat (lewat APBN -
> keputusan pemerintah)..
> Orang coba protes dibilang marah.. malah dicap cuma
> bisa nyalahin doank.. 
> :-(
> 
> CMIIW..
> 
> Wassalam,
> 
> Irwan.K
> 
> Pada tanggal 9/20/05, RM Danardono HADINOTO
> <[EMAIL PROTECTED]> menulis:
> > 
> > *** Indonesia adalah negara pertanian, tapi
> petaninya menangis
> > 
> > SUARA PEMBARUAN DAILY
> >
>
----------------------------------------------------------------------
> > ----------
> > 
> > Menangislah Petani Indonesia
> > 
> > SUNGGUH malang nasib petani. Sudah dijadikan warga
> kelas bawah,
> > diabaikan hak-haknya, dipelintir pula nasibnya
> oleh pejabat dan orang-
> > orang yang tidak bertanggung jawab. Sejak masa
> lalu, petani dijadikan
> > objek, diproyekkan, dan harga produk mereka selalu
> ditekan semurah
> > mungkin dengan berbagai alasan, antara lain untuk
> kepentingan rakyat
> > banyak.
> > 
> > Padahal, mayoritas petani masih hidup dalam
> kemiskinan yang parah.
> > Petani di sektor persawahan yang memproduksi beras
> untuk makanan
> > pokok rakyat Indonesia, jumlahnya puluhan juta.
> Data yang diungkap
> > berbeda-beda, ada yang mengatakan sekitar 35 juta.
> Sebagian besar
> > buruh tani. Yang punya lahan pun, umumnya sempit,
> tak lebih dari
> > seperempat hektare.
> > 
> > Sebagian juga menerima program beras untuk rakyat
> miskin (raskin).
> > Berdasarkan data resmi pemerintah, tahun ini
> raskin hanya ditujukan
> > kepada delapan juta keluarga, dari sekitar 15 juta
> keluarga miskin.
> > Tak jelas jumlah keluarga miskin di Indonesia,
> karena ukurannya pun
> > tak jelas. Faktanya, di mana-mana kita melihat
> kemiskinan dan
> > kehidupan yang menyayat hati.
> > 
> > Perjuangan petani tak kalah dengan tentara dan
> guru. Tentara sering
> > dianggap pahlawan. Guru pun disebut pahlawan tanpa
> tanda jasa, dan
> > selalu diperjuangkan agar gaji dan
> kesejahteraannya meningkat.
> > 
> > Nasib tentara dan guru mungkin lebih baik. Masih
> ada celah yang
> > bisa ''dimanfaatkan'' untuk menambah penghasilan.
> > 
> > Tentara, misalnya, bisa berbisnis, atau
> menyediakan jasa keamanan
> > partikelir. Sementara guru, lewat sekolah
> tempatnya bekerja,
> > berkesempatan memunguti uang dari orangtua murid.
> > 
> > Namun, tak jelas siapa yang memperjuangkan nasib
> petani. Tak jelas
> > juga disebut apa kepahlawanan para petani, karena
> petani hanya
> > dianggap warga kelas dua. Mereka sering didatangi
> pejabat, dan
> > menjadi tontonan orang kota yang sukses, yang
> sebagian dengan tega
> > mengambil hak-hak keluarga petani, hak-hak rakyat
> miskin.
> > 
> > Pukulan keras sering datang bertubi-tubi. Petani
> harus menanggung
> > risiko terberat dalam usaha pertanian,
> dibandingkan pedagang, apalagi
> > calo. Petani harus memulai dengan ketersediaan dan
> kondisi lahan yang
> > sempit. Usaha mereka juga sangat bergantung pada
> ketersediaan air,
> > bibit, pupuk, obat pembasmi hama, ditambah cuaca
> yang sering berubah-
> > ubah.
> > 
> > 
> > Impor Beras
> > 
> > Jumat (9/9) lalu, petani kembali mendapat hantaman
> godam menyakitkan.
> > Menteri Perdagangan (Menperdag) Mari Elka Pangestu
> dan Direktur Utama
> > Perum Bulog Widjanarko Puspoyo, di Istana Wakil
> Presiden di Jakarta,
> > mengumumkan Perum Bulog diizinkan mengimpor
> 250.000 ton beras. Impor
> > dilakukan bertahap, mulai Oktober sampai Desember
> 2005.
> > 
> > Menurut Mari, jumlah impor itu sangat sedikit,
> paling kecil dalam
> > sejarah impor beras di negeri ini. Jadi, tak perlu
> dipermasalahkan.
> > 
> > Widjanarko pun menjamin tidak akan ada distorsi
> harga beras di dalam
> > negeri, karena impor dikhususkan sebagai cadangan
> program beras untuk
> > rakyat miskin (raskin) yang dianggap tidak cukup.
> Untuk kesekian
> > kalinya petani harus menelan mentah-mentah
> keputusan bak geledek di
> > siang bolong itu.
> > 
> > Sejumlah pengamat pertanian menilai kebijakan
> membuka keran impor
> > beras menunjukkan inkonsistensi dan tidak adanya
> keberpihakan kepada
> > petani. Keputusan itu juga menunjukkan, pemerintah
> kehilangan wibawa
> > dan kredibilitas. Juni lalu, pemerintah telah
> menetapkan impor beras
> > dilarang sampai akhir tahun ini, kecuali harga
> beras melewati Rp
> > 3.500 per kilogram (kg). Itu pun harus dengan
> pertimbangan sangat
> > matang.
> > 
> > Pengamat pertanian dan perberasan, Bustanul
> Arifin, mengatakan,
> > kredibilitas pemerintah telah jatuh. Tim ekonomi
> tidak konsisten
> > terhadap kebijakan, dan mengambil jalan pintas
> yang menimbulkan
> > ketidakpastian. Lebih parah lagi, kebijakan itu
> bisa berdampak besar
> > terhadap kehidupan petani. Mereka bisa kehilangan
> semangat dan
> > produktivitas.
> > 
> > Ketua Wahana Masyarakat Tani Indonesia (Wamti),
> Agusdin Pulungan,
> > mengingatkan, untuk tujuan-tujuan ketahanan pangan
> nasional,
> > kebijakan impor harus ditempatkan pada upaya yang
> paling akhir. Bulog
> > sebagai lembaga usaha yang dibentuk pemerintah,
> seharusnya menjadi
> > instrumen untuk memperkuat pertanian dan petani
> Indonesia, bukan
> > sebaliknya, sekadar menjadi pedagang bahkan
> mungkin broker.
> > 
> > Bulog dinilai mau enaknya saja dengan mengimpor
> beras, yang nantinya
> > akan ditenderkan kepada pengusaha yang akan
> mencari keuntungan
> > sebesar-besarnya. Padahal, harga impor akan sangat
> tinggi mengingat
> > nilai rupiah yang sedang anjlok, kecuali membeli
> beras dengan
> > kualitas sangat jelek.
> > 
> > Ketua Badan Pertimbangan Organisasi (BPO) Himpunan
> Kerukunan Tani
> > Indonesia (HKTI), Siswono Yudo Husodo,
> menambahkan, impor beras
> > sangat tidak wajar karena diizinkan justru saat
> kondisi rupiah sedang
> > melemah dan harga beras sedang tinggi di pasar
> internasional.
> > Pemerintah dinilai terlalu tergesa-gesa dan
> gegabah mengambil
> > keputusan.
> > 
> > 
> > Menyakitkan
> > 
> > Siswono mengatakan, kebijakan itu sangat
> menyakitkan dan memukul
> > petani yang sedang menikmati harga jual gabah dan
> beras cukup lumayan
> 
=== message truncated ===



"Hendaknya kita mengukur ilmu bukan dari tumpukan buku yang kita habiskan. 
Bukan dari tumpukan naskah yang kita hasilkan. Bukan juga dari penatnya mulut 
dalam diskusi tak putus yang kita jalani. Tapi...dari amal yang keluar dari 
setiap desah nafas kita".(Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah)





                
__________________________________ 
Yahoo! Mail - PC Magazine Editors' Choice 2005 
http://mail.yahoo.com


------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
1.2 million kids a year are victims of human trafficking. Stop slavery.
http://us.click.yahoo.com/X3SVTD/izNLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke