http://www.kompas.com/kompas-cetak/0510/04/opini/2097397.htm

 
Mengapa Bom Bali Terjadi (Lagi)? 
Oleh SULFIKAR AMIR



Tanggal 1 Oktober adalah Hari Kesaktian Pancasila. Tetapi di tahun ini, 
Pancasila telah kehilangan kesaktiannya. Pertama, pemerintah telah mengkhianati 
rakyat dengan memberi beban ekonomi begitu besar melalui kenaikan harga BBM 
demi keberlangsungan anggaran negara. Kedua, nilai kemanusiaan yang adil dan 
beradab diinjak-injak oleh pembantaian melalui aksi peledakan bom di Jimbaran 
dan Kuta.

Hanya beberapa hari sebelum memasuki bulan Ramadhan, deja vu bom Bali tiga 
tahun lalu terjadi. Tidak sulit untuk mengatakan, peledakan bom Jimbaran dan 
Kuta adalah aksi terorisme, tindakan biadab antikemanusiaan.

Dalam peristiwa yang menggenaskan seperti ini, di antara tangis dan pilu mereka 
yang ditinggal, dalam benak kita menempel pertanyaan, siapakah yang begitu tega 
melakukan tindakan keji itu. Ini adalah pertanyaan instan saat sebuah nilai 
kemanusiaan dikoyak. Tetapi ada pertanyaan lebih penting, Mengapa ini terjadi 
lagi?

Logika kekerasan

Jika politik didefinisikan sebagai proses pembenturan kepentingan, maka 
kekerasan adalah salah satu metode politik paling primitif. Selama ribuan 
tahun, kekerasan dalam bentuk perang mewarnai jatuh bangunnya peradaban 
manusia. Memasuki paruh kedua abad ke-20, sejarah menyaksikan kelahiran sebuah 
metode politik yang paling menakutkan: terorisme. Jika perang menyisakan ruang 
bagi aksi-aksi �legal� dalam pertikaian antarkelompok, terorisme tidak 
mengenal aturan main, karena itu selalu menjadi momok menakutkan. Kita tak 
pernah tahu kapan muncul.

AP Schmid dan A J Jongman (1988) mendefinisikan terorisme sebagai upaya 
penciptaan kegelisahan melalui aksi-aksi kekerasan berulang-ulang, yang 
dilakukan kelompok terorganisasi dalam mencapai tujuan ekonomi, politik, dan 
ideologi tertentu. Yang menarik, target langsung dari aksi kekerasan berencana 
bukan target utama. Korban-korban aksi terorisme adalah hasil pilihan secara 
acak maupun selektif dari populasi yang dituju teroris.

Mereka hanya tumbal dari pesan yang ingin disampaikan kelompok peneror. Ancaman 
dan kekerasan adalah media komunikasi teroris guna memanipulasi target utama 
(audiens) sehingga timbul situasi ketidakpastian keselamatan publik dan 
ketidakpercayaan kepada otoritas.

Dengan melihat terorisme sebagai metode politik, kita dihadapkan pertanyaan 
tidak saja soal siapa yang melakukan bom Bali kali ini, tetapi juga pertanyaan 
kepentingan apa di balik peristiwa itu. Ini menuntut kita untuk tidak 
semata-mata mengutuk apa yang telah terjadi dan menghukum mereka yang 
bertanggung jawab. Lebih penting lagi, kita harus mampu memahami logika 
kekerasan yang menjadi dasar rasionalitas aksi peledakan bom di Jimbaran dan 
Kuta secara beruntun.

Aksi teror itu merupakan produk rangkaian tindakan terencana matang yang 
melibatkan motivasi kuat dan pengetahuan teknis. Karena itu, upaya pelacakan 
kelompok yang bertanggung jawab tidak hanya berhenti pada penangkapan para 
teroris itu, tetapi harus mencari logika kekerasan yang menjadi blueprint 
peledakan bom Jimbaran dan Kuta.

Diperlukan sebuah analisis kultural untuk membongkar idiom-idiom kebenaran yang 
menjadi tempat berpijak kaum teroris dalam melihat aksi kekerasan mereka 
sebagai sebuah keharusan yang tidak terhindarkan.

Dalam perspektif lebih luas, peledakan bom Jimbaran dan Kuta adalah sebuah 
peristiwa lokal yang memiliki konektivitas global, bukan merupakan titik yang 
lepas dari garis sejarah yang begitu kompleks.

Karena itu, peristiwa peledakan bom di Bali tidak terjadi secara acak, tetapi 
ditentukan oleh suatu bentuk rasionalitas dan pola tertentu. Dengan memahami 
rasionalitas itu kita dapat menjawab berbagai pertanyaan tentang mengapa 
peledakan bom terjadi lagi di Bali, mengapa terjadi pada 1 Oktober, bagaimana 
masyarakat memaknai peristiwa itu.

Tanggung jawab negara

Terungkapnya pelaku peledakan bom Bali tahun 2002 hanya dalam tempo dua bulan 
patut diakui sebagai prestasi institusi kepolisian dalam menindak tegas pelaku 
kekerasan terorisme. Tetapi ketika peristiwa yang sama terjadi di daerah yang 
sama hanya dalam kurun waktu tiga tahun, prestasi itu hilang oleh ombak sejarah 
begitu saja. Kini kita bertanya sejauh mana negara memberi jaminan keselamatan 
bagi masyarakat saat aksi teroris silih berganti datang menyapa setiap saat 
kehidupan masyarakat yang telah terbebani oleh berbagai kesulitan ekonomi ini.

Kita tahu, peristiwa peledakan bom tidak hanya terjadi di Bali. Berbagai aksi 
peledakan bom terjadi di daerah lain dengan skala dan lokasi beragam. Semuanya 
menjadi catatan buruk tentang begitu mudahnya kelompok teroris melakukan aksi 
kekerasan mereka di Indonesia.

Frekuensi aksi terorisme yang cukup tinggi di Tanah Air adalah indikasi 
bagaimana lemahnya institusi kepolisian dalam memformulasi aneka tindakan 
preventif. Berulangnya aksi peledakan bom di Bali adalah bukti lambannya proses 
pembelajaran kepolisian kita dalam mengidentifikasi dan mengantisipasi aksi 
terencana kelompok teroris.

Mengingat Bali adalah ibu kota pariwisata Indonesia yang menjadi etalase wajah 
kita, sudah saatnya kepolisian tidak hanya berpikir bagaimana menangkap pelaku, 
tetapi juga menghindari terulangnya aksi yang sama.

Sulfikar Amir Pengajar di Dept. Science and Technology Studies, Rensselaer 
Polytechnic Institute di Troy, New York


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Make a difference. Find and fund world-changing projects at GlobalGiving.
http://us.click.yahoo.com/j2WM0C/PbOLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke