http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2005/10/4/b1.htm
Dari Warung Global Interaktif Bali Post Pasang Alat Pemantau Pendatang di Pintu Masuk Bali DI Bali semangat penertiban penduduk rupa-rupanya hanya sebatas ketika ada peristiwa bom. Aksi penertiban penduduk yang sempat hangat di sejumlah kabupaten tidak terdengar lagi. Bahkan, sampai dibangunnya monumen ground zero ternyata tidak membuat kita selalu waspada. Setelah peristiwa Bom Bali II ini apakah penertiban penduduk akan dilakukan lagi? Apabila dilakukan lagi apakah akan kendor lagi? Masalah kependudukan memang erat kaitannya dengan kemerosotan moral. Tanpa KTP bisa masuk Bali dengan imbalan Rp 5 ribu. KTP bisa jadi cepat dengan imbalan uang. Pemerintah daerah harus berani mengeluarkan dana untuk membeli teknologi canggih seperti yang sudah diterapkan di bandara, dipasang di semua pintu masuk Bali. Aparat desa dan klian desa juga harus memantau. Demikian yang terungkap dalam acara Warung Global di Radio Global FM 96,5 yang direlay oleh Radio Singaraja FM dan Radio Genta Bali, Senin (3/10) kemarin. Berikut rangkuman selengkapnya. ----------------------------------------------- Agung Purna Wijaya di Denpasar mengatakan dulu ketika peristiwa bom Bali yang pertama tahun 2002 penertiban penduduk sempat dilakukan dengan baik, tetapi ternyata hanya hangat-hangat tahi ayam. Bali ini kalau bukan orang Bali ini yang menjaga siapa lagi. Pejabat jangan hanya bicara yang besar-besar, kenyataannya di Gilimanuk pendatang bisa masuk Bali hanya membayar dengan Rp 2-5 ribu. Ketika orang masuk Bali harus ada protap atau prosedur tetap. Harus ada aturan main di Bali yang harus dijalankan. Sementara itu, menurut Bowo di Gianyar, sebagai pendatang dari Jakarta ia menilai memang ia melihat tidak ada pemeriksaan KTP ketika di Gilimanuk. Ia berharap surat-surat kelengkapan dari pendatang saat masuk diperiksa dan yang punya pekerjaan harus punya keterangan atau jaminan dari yang mempekerjakannya. Awe di Legian menambahkan, masyarakat Bali yang mempunyai rumah kos juga teledor. Mereka hanya berpikir yang penting dapat uang. Sebenarnya semua harus kembali pada masyarakatnya sendiri yang selama ini mungkin teledor. Kelemahan petugas juga tidak meneliti secara mendetail apakah mereka punya pekerjaan yang jelas. Namun, menurut Iskandar di Denpasar, kalau kita mengandalkan petugas terus maka susah. Kita harus memulai dari lingkungan yang terkecil dari kita sendiri. Dia mencontohkan seperti di daerah Moding tidak mengandalkan klian saja. Untuk menjaga lingkungan di Moding dibuatkan beberapa kelompok. Ketua kelompok ini mengawasi 50 KK untuk 50 rumah. Maka setiap ada tamu datang, misalnya saudaranya yang menginap diwajibkan lapor. Kalau tidak klian dan pecalang bergerak. Akhirnya sistem ini diterapkan di daerah lain. Putu Agus di Denpasar meminta kepada aparat desa agar menertibkan penduduk. Jangan masalah keamanan selalu diserahkan pihak keamanan semata. Sebagai rakyat di Bali berhak untuk menjaga keamanan. Oknum kepala desa yang terlalu longgar mengeluarkan KTP harus ditindak. Karena yang terjadi seseorang yang belum ada satu minggu tinggal di Bali sudah mendapat KTP. Mereka selalu berprinsip yang penting uang masuk, tetapi tidak memikirkan efeknya apa. Vijay di Pecatu mengatakan harus dibuat aturan yang mengatur mekanisme kepindahan seseorang, misalnya pindah antarnegara, antarpropinsi, perpindahan antartempat. Sepertinya itu belum diatur. Seharusnya dibuat undang-undang yang jelas tentang prosedur kependudukan dinas mengatur jaminan, proses dan lain-lain. Bagi Ledang Asmara di Imam Bonjol, penertiban penduduk dalam usaha mengantisipasi bom itu tidak ada kaitannya, sebab pengebom itu sudah canggih dan bahkan dia berani mati. Bagaimana pun pintarnya seorang polisi kalau pengebomnya berani mati sangat susah. Sarannya, para petugas keamanan harus banyak melakukan yoga. Ketut Sadam di Tabanan menilai dalam masalah kependudukan memang erat kaitannya dengan kemorosotan moral. Kemorosotan moral di tingkat oknum-oknum yang hanya melihat materi sehingga bisa disogok dengan uang, asal ada uang bisa masuk Bali. Dalam era otonomi harus ditertibkan penduduk pendatang. Pelaksana yang paling ujung di tingkat desa harus betul-betul melaksanakan tugasnya. Apabila seorang pejabat desa atau pejabat diketahui melanggar ketentuan dan melindungi warga pendatang yang tidak sah itu maka ia harus dikenakan sanksi yang diatur perda. Artha Jaya Astawa di Singaraja menilai selama ini rupanya dari pihak terkait atau masyarakat tidak ada cross check dan monitoring dengan tempat kos-kosan. Jangan hanya melihat kipak-kipek saja. Harus ditanya secara mendetail apa urusannya di Bali. Karena masalah kependudukan ini sangat kompleks maka perlu adanya langkah-langkah kongkret membuat format pengecekan. Putu Artha di Padangsambian mengajak kita jangan main-main dan harus serius menerapkan teknologi canggih dalam menertibkan penduduk. Gunakanlah CCTV di semua pintu masuk di Bali. Di airport saja sudah ada teknologinya seperti pemeriksaan X-ray, membawa pisau saja bisa ketahuan apalagi membawa bom. Dari dulu masalah CCTV sudah dikritisi masyarakat. Menurut Kakang Guru di Denpasar masalah penertiban akhir berawal dari kesadaran semua pihak termasuk penduduknya sendiri. Semua peraturan sudah ada, cuma kesadaran dari kita yang tidak ada. Pemerintah punya tugas untuk menyadarkan juga, yang dijaga bukan hanya pintu masuk tetapi semua tepian pantai. Suarjana di Singaraja menilai seharusnya sudah sejak dulu Bali yang merupakan destinasi internasional sudah menerapkan standar internasional dalam komponen kepriwisataan. Salah satu komponen yang sangat vital itu adalah keamanan. Inilah yang membuat rasa nyaman, damai dalam berwisata. Aspek penegakan hukum, disiplin serta pendukung berupa hardware dari sistem keamanan. Dalam penegakan hukum pemerintah harus betul-betul melindungi komponen-komponen pariwisata yaitu salah satunya segera eksekusi para pelaku bom Bali terdahulu. Pemerintah pusat harus memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk mengatur sistem hukum sesuai dengan kondisi daerah, seperti Bali yang punya spesifikasi yang unik yaitu mempunyai pecalang dan mempunyai sistem adat yang begitu kuat agar dimasukkan dan disinergikan dalam sistem hukum positif di Indonesia. Usaha-usaha untuk melindungi wisatawan dari segala bentuk ancaman harus dilakukan tanpa henti. Pemerintah harus mendanai sistem keamanan itu dengan serius. * bram [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> DonorsChoose.org helps at-risk students succeed. Fund a student project today! http://us.click.yahoo.com/O4u7KD/FpQLAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/