Tulisan ini adalah sambungan (bagian ke-II) dari tulisan saya yang
lalu tentang SAINS dan TEKNOLOGI. Pembahasan kali ini akan saya
mulai dengan komentar atas berita sensasi tentang Nanotechnology
oleh penulis Roy Sembel dikoran warta-ekonomi yang bisa diakses di:

http://www.wartaekonomi.com/detail.asp?aid=3405&cid=9

Artikelnya yang lengkap saya muat dibawah tulisan ini sebagai
referensi #1. Disini saya hanya mengkomentari beberapa kalimatnya
saja yang jelas2 menelanjangi kepalsuannya maupun itikad penipuannya:

Roy Sembel: *** Tak mau kalah, Intel Corporation pun mengembangkan
prosesor yang memiliki kemampuan sepuluh kali lipat dibanding
Pentium 4, yang rencananya dilepas ke pasar pada 2007.***

*** Bagaimana dengan Indonesia? Kita juga tak kalah. Adalah PT
Dirgantara Indonesia, bekerja sama dengan Pusat Teknologi
Elektronika Dirgantara dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional (LAPAN), merancang satelit nano yang dinamakan Indonesia
Nano Satelit-1 (Inasat-1). Mochtar Riady dari Grup Lippo dan
Prof. Yohanes Surya (pelopor Tim Olimpiade Fisika Indonesia) dan
kawan-kasan juga telah mendirikan Center for Nanotechnology.***

KOMENTAR INDOSHEPHERD:
Wah, wah! Bener2 HUEBATT RRUARR-Biasa Indonesia hari ini, dalam
sekejap mata telah berhasil mencapai kecanggihan nomor satu didunia
dalam bidang IPTEK.
Apakah benar demikian adanya?
Nah ini dia, Habibie model baru …! Mana BUKTI-nya bahwa kalian
JUGA
TIDAK KALAH ? Lha satelit itu, baik yang meluncurkan, yang membuat,
maupun bahan2nya (komponennya) semuanya hasil BELI kok. Indonesia
kan cuma bisa MEMAKAI, tapi tidak sanggup membuat. Lebih celaka
lagi, yang menikmati hasil jual-beli satelit adalah para konglomerat
+ pejabat2 KKN golongannya si Mochtar Riady, tetapi yang disuruh
bayar adalah RAYAT Indonesia !!! Lihat saja, hutan Klalimantan
sekarang boleh dikata sudah hampir ludes. Tapi pemiliknya yang sah,
yaitu orang2 Dayak, satu peserpun tidak mendapat manfaatnya, bahkan
kecipratan pun tidak. Demikian juga hasil bumi dan minyak bumi,
yang uangnya dipakai buat mendanai Mochtar Riady punya Center for
Nanotechnology. Jelas semua KIBULAN ini adalah AKAL BULUSnya si
pakar KKN Mochtar Riady ber-kongkalikong dengan penguasa KKN dalam
menyelewengkan DANA milik RAKYAT Indonesia untuk mempertebal
kantongnya sendiri, dan sekaligus menhadiahi dirinya sendiri
kehormatan diangkat menjadi Dewan Rektor Universitas Indonesia
…..
Bener2 TIPU MUSLIHAT yang berlipat ganda !

Semua ini gara2 Lipponya Mochtar Riady dilanda musibah Krismon,
hingga kehabisan sumber duit (hasil mencangkok uang pinjaman luar
negeri dengan kongkalikong KKNnya, yang tetap wajib dilunasi oleh
rakyat Indonesia sampai generasi yad). Otak buayanya si Mochtar
Riady ini segera bekerja, mencari2 jalan buat mencangkok uang dana
buat pendidikan dan perkembangan IPTEK, yang masih disediakan oleh
pemerintah Indonesia dan pengucurannya dijinkan oleh IMF. Maka
dilahirkanlah olehnya gagasan memperbaiki ekonomi yang terpuruk
dengan menggunakan kata yang mendadak populer,
yaitu nano teknologi (lihat komentar saya atas buku karya Mochtar
Riady). Ini PERSIS SAMA seperti dulu sehabis Pernag Dunia ke-2
ketika rame2nya perkataan BOM ATOM, serta merta ada perusahaan
makanan Indonesia yang memproduksi KACANG ATOM ! Benar2 menggelikan
dan sekaligus menyedihkan, menyaksikan betapa latah, naïf serta
impotennya orang2 Indonesia (baca: elite Indonesia), ditipu habis2an
kok masih tidak sadar, malahan ada yang merasa bangga (kebanggaan
palsu, sebab dompetya menipis, cuma dompetnya Mochtar Riady sendiri
sajalah yang tambah tebal).

Notabene, kalau mau tahu siapa yang benar2 punya skill dalam
nanoteknologi itu, anak saya adalah researcher di Intel, tepatnya
riset dalam bidang nanotechnology. Jadi tidak salah kalau dikata,
dia benar2 sanggup MEMBUAT chip2 dengan ukuran nanometer, lha wong
dia sendiri yang (ikut) memperkembangkannya, kok. Riset dalam
bidang hi-tech macam ini dilarang untuk di-ekspor, jadi jangan ada
orang yang nanti mengimpi atau coba2 mengibul, Amerika meng-ekspor
pusat riset nanotechnology-nya ke Indonesia. Kalau bicara soal
software, masih masuk akal, sebab sebagian besar bisa dikerjakan
oleh tenaga2 murah tanpa skill yang khusus, apalagi skill istimewa
(sekarang pun sudah banyak software jobs yang di-ekspor ke India).
Tetapi sekali lagi, seluruh bidang computer dan information
technology (IT) TIDAK termasuk SAINS (baca tulisan saya yang lalu
bagian ke-I). Who cares, jika seluruh produksi + perkembangan
software diekspor keluar negeri? Tapi nanotechnology lain lagi.
Itu termasuk dalam bidang2 teknologi yang sensitif, jadi tidak
bakalan di-ekspor, setidaknya dalam waktu 1-2 generasi yad.
Sedangkan bidang saya sendiri lebih2 lagi sensitifnya, sebab
menyangkut ruang-angkasa dan pertahanan negara. Dalam bidang ini
Amerika bukannya mengekspor tetapi justru meng-impor saintis2 dari
luar. Contoh dan buktinya adalah saya sendiri, yang ditarik untuk
berimigrasi dengan diberi green-card untuk seluruh keluarga. Ini
bukannya saya ingin menyombongkan diri, tetapi cuma supaya tidak
dibilang non-etis, demi menanggulangi suara2 yang sudah bisa
diramalkan nanti akan menuntut, bahwa yang mengkritik (yaitu saya
sendiri) harus sanggup menunjukkan prestasi yang lebih dari yang
dikritik. Karena tidak layak bagi saya untuk membuka identitas
saya, seperti biasa saya ganti dengan bukti yang lebih konkrit:
Barangsiapa meragukan kemampuan saya dalam science & teknologi, mari
kita berdebat diforum ini dalam suatu disiplin iptek yang kita
setujui bersama. Jangan kuatir, sebagai scientist yang sudah
berprofesi didunia professional internasional (dimulai dari jerman)
selama 35 tahun lebih, saya memiliki keahlian dalam sekian banyak
bidang2 Hi-Tech, hingga mudah melayani kemauan pakar Indonesia YANG
MANAPUN. Bekas rekan2 saya di ITB angkatan tua pun welcome untuk
mengirim e-mail per Japri dengan identitas yang jelas. Jika
kebetulan saya kenal dan orangnya memadai, saya bersedia membuka
identitas diri saya kepadanya.

Roy Sembel: *** Meski belum menyentuh hajat hidup orang banyak,
minimal kita tidak kalah start. Perkembangan ke depan
nanoteknologi membuat KITA MAMPU MEMPRODUKSI CHIP dengan ukuran
lebih kecil, lebih kuat dan lebih efisien. Hal ini akan berdampak
positif bagi perkembangan teknologi. Bahkan, kini sedang
dikembangkan komputer quantum dengan nanoteknologi. ***

KOMENTAR INDOSHEPHERD: Wah,wah! Ini sih benar2 TEKEBUR bukan
main!!! Entah NGIBUL entah AKAL BULUS, Roy Sembel berusaha
mengaburkan dengan kata2 **PERKEMBANGAN KE DEPAN nanoteknologi
membuat KITA …**, rupanya agar supaya kalau nanti ditegor orang
bisa
mudah berkelit. Jelas kata2 ini bermaksud MENIPU masyarakat, demi
membenarkan politik KKN si Mochtar Riady dalam menyalah-
gunakan/menyelewengkan DANA MILIK RAKYAT INDONESIA. Lha wong
membikin chip ukuran mikro saja kagak becus, kok berani2nya mengaku
mampu memproduksi chip dengan ukuran nanometer! Kini jelas keliatan
Udang Dibalik Batu nya si pakar KKN Mochtar Riady, mengakali uang
negara dan RAKYAT Indonesia dengan mengibul, se-olah2 dia sendiri
dan anak buahnya sudah memiliki kesanggupan dalam nano teknologi,
sedikitnya menjajnjikan sesuatu yang kita tahu sedari sekarang tidak
bakal ada hasilnya, sebab semua aktivitasnya beserta dengan anak-
buahnya semuanya termasuk dalam apa yang dinamakan PSEUDO-SAINS.

Kata2 Roy Sembel ini bersangkutan dengan bukunya MOCHTAR RIADY yang
dijadikan modal olehnya untuk memulai kegiatannya dalam bidang
nanoteknologi ini. Artikel tersendiri yang memuat berita tentang
peluncuran buku Mochtar Riady ini bisa diakses di:

http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/m/mochtar-
riady/buku/index.shtml

Judul artikel ini cukup membingungkan seseorang yang benar2 mengerti
apa itu nanoteknologi: Memanfaatkan Nanoteknologi untuk Mendorong
Pemulihan Ekonomi. Pertama, apa hubungannya antara nanoteknologi
dengan ekonomi? Jika ada, paling tidak, hubungan itu cuma secara
tidak langsung, yaitu bahwa PRODUKSI barang2 jenis baru hasil
nanoteknologi pada akhirnya akan memajukan ekonomi sang produsen.
Kalau orang cuma LATAH ikut2an mencelotehkan kata *nano teknologi*
saja, dia tidak akan kebagian barang satu senpun. Ini adalah
kondisi dalam negara2 yang maju. Tapi di Indonesia yang maha-
canggih IPTEKnya rupanya lain lagi: Cuma ikut2an bicara soal
nanoteknologi pun bisa medatangkan duit! Bahkan (jauh) lebih besar
dari mereka yang benar2 punya skill dalam nanoteknologi. Darimana
datang uangnya? Gampang! Yaitu dari dana hutang LN yang sebenarnya
ditujukan buat pendidikan dan perkembangan infra struktur Indonesia.

Kejanggalan yang kedua (dan ini yang paling bizarre & amburadul)
adalah khasiat nanoteknologi untuk **mendorong PEMULIHAN ekonomi**.
Loh, jadi maksudnya, ekonomi rusak mau dipulihkan dengan
nanoteknologi? Entah ini dimaksudkan sebagai lelucon, atau AKAL
BULUS, tetapi tanpa ada keinginan menghina atau memandang rendah,
saya terpaksa tertawa ter-pingkel2 mendengar ucapan yang demikian
PANDIR-nya ini. Rupanya si-BADUT Mochtar Riady ini sudah demikian
LATAH dan KEBLINGERnya hingga sempat berceloteh dengan kata2 yang
demikian ABSURDnya. Jika Mochtar Riady mau membikin suatu metoda
baru buat menyelamatkan dan melanjutkan KKN nya sehabis ditimpa
musibah Krismon 1998, itu barangkali benar, sekalipun tidak bisa
dibenarkan (artinya tidak boleh dibiarkan). Tapi, apa hubungannya
dengan Nanotechnology yang sesungguhnya? Nanoteknologi ini dikenal
sebagai suatu cabang yang muthakir dari hi-tech, sesudah makro
teknologi (teknologi konvensional), kemudian mikro teknologi
(teknologi computer chip, transistor, dan integrated circuit, yaitu
alat2 yang berukuran micron, satu per seribu milimeter), dan
sekarang nanoteknologi, yaitu membuat alat2 (devices) yang sama tapi
dalam dimensi nanometer (satu per sejuta milimeter), jadi terdiri
dari satu atau beberapa atom saja. Jelas tidak ada saling-
hubungannya apapun dengan ekonomi, apalagi dengan ekonomi yang
terpuruk ala Indosia (baca: Mochtar Riady).

Kembali kepada artikelnya si Roy Sembel yang semula, tema artikel
berpindah secara abrupt kepada nano-teknologi yang sebenarnya.
Menimbulkan kesan yang PALSU, bahwa bukunya si raja KKN Mochtar
Riady ini berhubungan erat dengan nanoteknologi, hal mana rupanya
dipakai sebagai pembuka jalan buat akal bulusnya menyelewengkan dan
mengangkangi dana pendidikan dan perkembangan industri Indonesia
yang direstui oleh IMF. Sebagai suatu perkataan yang belakangan ini
sangat di-populer-kan oleh media Indonesia, dengan mudah isapan
jempolnya Mochtar Riady tentang nanoteknologi ini bisa diterima oleh
massa, sekalipun orangnya tidak memiliki background sedikitpun,
hingga tafsirannya sdamaseklai NGAWUR dan AMBURADUL, OMONG-KOSONG
dan NGIBUL, persis sama nilainya seperti perusahaan yang memproduksi
KACANG ATOM.

Sebagai penutup kritik saya atas Roy Sembel, saya kutip disini kata2
penutup dalam artikelnya, yaitu yang berbunyi:

*** Ada dua pertanyaan besar yang harus kita tanyakan kepada
diri sendiri. Pertama, apakah kita akan menjadi pemain dalam
perkembangan nanoteknologi, ataukah hanya sebagai penonton?
Pilihan ada di tangan kita. Selama ini Indonesia selalu belajar
dari negara maju. Tidakkah ada keinginan suatu saat kita menjadi
guru? ***

*** Kedua, apakah nanoteknologi ini akan membawa perbaikan
standar hidup manusia, atau malah merusaknya? Teknologi ibarat
pisau, bisa digunakan untuk kebaikan atau kejahatan. Nanoteknologi
bisa menghasilkan produk pertanian yang berguna bagi pengentasan
kemiskinan dan kelaparan. Namun, nanoteknologi juga dapat
menghasilkan bahan kimia yang mematikan. Pilihan ada di tangan
kita.***

Komentar Indoshepherd:
Nah … kelihatan kan sekarang betapa TEKEBUR-ya penulis yang
bernama
Roy Sembel ini? Sanggup *belajar* saja sudah patut diragukan (baca
tulisan saya yang lalu), kok belum2 sudah mengimpi mau menjadi
GURU ??? Bangun Roy, bangun !! Anda mengimpi !!! Buktikan dulu
bahwa anda sanggup belajar nanoteknologi. Atau yang lebih gampang,
mikro teknologi saja dulu. Baru nanti boleh bicara lebih lanjut.
Tetapi anda tidak usah mengimpi mau menjadi GURU. Kedua, **pilihan
ada ditangan KITA?*** artinya pilihan ada ditangan Roy Sembel,
Mochtar Riady dan/atau orang Indonesia? Sekali lagi ini kata2 yang
sungguh TEKEBUR dan tidak pada tempatnya, kecuali dengan maksud
MENIPU MASSA dan RAKYAT Indonesia, persis seperti dulu jaman
Soeharto dengan proyek mercu-suarnya B.J. Habibie. Nano
teknologinya Mochtar Riady dan Roy Sembel manabisa sih berguna buat
masyarakat? Lha wong cuma omong-kosong doang, kok. Berguna buat
mengisi kantongnya si Mochtar Riady yang sudah mulai menipis, itu
memang benar! Tetapi yang dirugikan justru adalah RAKYAT Indonesia,
sebab dana pendidikan dan pembangunan infrastrukturnya kena di-
SEROBOT oleh buaya darat yang bernama Mochtar Riady.

Sebagai pembahasan terakhir, tidak lengkap kiranya jika tidak
disertai kritik yang konkrit akan NIHIL-nya usaha Mochtar Riady
dengan Center for Nanotechnology-nya
Salah satu hasil karya para *pakar* nano teknologi Mochtar Riady
adalah tulisan Keba Moto, Z. Abubakar, L. Setiarini, A. Faisal, H.
Nurhadi yang berjudul ** Shifting of Hall-Petch Effect in Super and
Ultra-hard Nanocomposites ** yang dimuat dimajalah
**Physics Journal of the Indonesian Physical Society ** yang bisa
diakses di
http://www.jurnal.lipi.go.id/situs/pjhfi/ -
http://pj.hfi.fisika.net , yang Abstract-nya (singkatan pendahuluan)
saya cantumkan sebagai Referensi #3 dibawah ini.

Lha kok ternyata *karya* itu cuman TEORITIS? Bisa bikin teori bukan
berarti otomatis juga bisa membuat barangnya. Sering2 keduanya
masih terpisah oleh jarak ber-juta2 kilometer jauhnya! Lha kalo mau
teori2an thok, kan anak SD juga bisa! Lha wong Ruskandar saja
ditahun 1960-an bisa bikin TEORI ATOM segala, kok ! O.K. deh, teori
juga bisa diakui sebagai kontribusi dunia ilmu & teknologi. Tapi,
apakah "teori" itu memenuhi criteria ilmiah? Bukti bahwa
suatu
karya memenuhi standard ilmiah, karya tsb harus bisa dimuat
dimajalah professional yang "peer reviewed". Jika artikel
dibawah
ini gagal dimuat dimajalah professional yang peer reviewed, artinya
karya teoritis ini tidak memenuhi syarat. Lantas, apa bedanya
dengan teori atom-nya Ruskandar?

Kedua, hard-coating itu TIDAK termasuk nano technology. Hard-
coating yang paling unggul adalah CVD diamond (lapisan intan yang
diproduksi dengan proses kimia didalam plasma), yang justru menjadi
salah-satu bidang riset saya sendiri 10 tahun yang lalu. Saya
pribadi telah menulis sebagai main author (penulis utama) atau sole
author (penulis tunggal) lebih dari 5 artikel tentang CVD diamond
(teoritis + eksperimental) dimajalah2 profesional yang peer-
reviewed. Saya bisa tandaskan disini, bahwa hard-coating TIDAK
termasuk apa yang disebut nano teknologi. Kalau bicara nano
teknologi, maka buckminster fullerence (carbon-60, yaitu molekul
carbon yang terdiri dari 60 atau lebih atom carbon yang mengatur
diri dipermukaan sebuah bola) adalah salah-satu perintisnya, dimana
sayapun punya satu-dua artikel ilmiah. Jadi jangan sok ngibul
didepan saya, bahwa hard-coating macam ini termasuk nano teknologi.

Pertanyaan yang paling mendasar disini adalah, MANA BARANG-nya?
Jika tidak sanggup menunjukkan barangnya yang bisa ditangkap dengan
pancaindera, maka syarat utama buat bisa digolongkan sains TIDAK
dipenuhi. Sebab sains itu tidak lain adalah ide kita tentang
pengalaman atau observasi empiris. Tidak ada Sains berarti juga
otomatis tidak ada Teknologi. Dari sini sudah jelas bahwa suatu
karya teoritis itu nilainya sangat jauh dibawah karya eksperimental,
kecuali jika teori itu menyangkut pengetahuan yang fundamental,
seperti Teori Kuantum atau Teori Relativitas. Suatu karya teoritis
HARUS berkaitan dengan benda yang sesungguhnya. Jika tidak, orang
bisa MENGIBUL SEENAK UDELNYA SENDIRI, tanpa perlu diverifikasi oleh
pengamatan pancaindera, yaitu verifikasi eksperimental. Nah jika
para pembaca mau mengetahui ulahnya saintis2 gadungan golongannya
Mochtar Riady ini mengibul seenak udelnya sendiri, harap kunjungi
website http://www.fisikanet.lipi.go.id/utama.cgi?artikel&&21
(Referensi #4), dimana **pakar2 sains** Indonesia bangsanya Roy
Sembel, Yohannes Surya dan Keba Moto (penulis utama dari karya
teoritis yang dikutip tadi) sempat mendemonstrasikan bakatnya
MENGIBUL dan MENGISAP JEMPOL dengan artikel2 yang pseudo-saintifik.
Alangkah menyedihkan, kalau yang dibilang *pakar* kok kemampuannya
cuma sampai disitu? Tidak mampu menghasilkan artikel yang benar2
ilmiah (artinya bisa masuk majalah profesional yang peer-reviewed)
maka mereka akhirnya memilih jalan pendek kearah ketenaran (dan
kemakmuran KKN) dengan akal bulus yang amburadul demikian.

Memang cara yang dipelopori dan dipopulerkan oleh Mochtar Riady ini
terbukti sangat efektif di Indonesia buat mencari duit melalui KKN,
sanggup menyerobot dana yang semula dimaksudkan untuk mengembangkan
sains dan teknologi yang SEBENARNYA, yaitu yang bisa menghasilkan
barang2 yang benar2 bisa berinteraksi dengan pancaindera manusia,
hingga benar2 bisa berguna, bukannya Pseudo-Sains yang cuma
memproduksi omong-kosong yang tidak ada harganya. Saya sungguh
ingin bertanya: Dimanakah gerangan itu rekan2 dari ITB dulu, yang
saya tahu ada beberapa yang punya bakat dan kemampuan sebagai
saintis yang sejati? Agaknya mereka sudah mati tidak bisa berkutik,
sebab dananya habis diserobot dan digeragoti oleh para saitis
gadungan ini. Disini terbukti betapa busuknya dampak Pseudo-Sains
buat negara seperti Indonesia. Sudah dana riset buat Sains sangat
minimum, masih direbut lagi oleh buaya2 darat bangsanya Mochtar
Riady cs. dengan akal bulus mereka yang benar2 RUARR BIASA, sampai2
bisa menciptakan sumber keuangan dijaman paska-Krismon, dan
sekaligus mengorbankan RAKYAT Indonesia yang disuruh menanggung
hutang2nya.

Himbauan saya kepada bekas rekan2 saya dulu yang cukup berbakat,
serta generasi muda yang kiranya cukup banyak jumlahnya, BOIKOT lah
semua aktivitas pseudosains macam Mochtar Riady dan Yohannes Surya,
sebab dampaknya seratus persen impoten tetapi menelan biaya besar,
hingga tidak akan ada sisanya lagi buat aktivitas sains yang
sesungguhnya. Bagi angkatan tua, motivasinya adalah jangan
membiarkan dana kalian direbut oleh buaya2 darat itu. Buat angkatan
muda, motivasinya adalah haridepan karier mereka. Barangsiapa
terlanjur terjun kedalam aktivitas pseudosains demikian, sudah boleh
dipastikan tidak bakalan bisa kembali menempuh karier dalam bidang
sains yang sesungguhnya, seperti halnya dengan kaum Creationist di
Amerika. Dari antara aktivitas Indonesia baru2 ini, Dr. Wospakrik
sudah berada diambang pintu dengan karyanya yang tinggal selangkah
l;agi jaraknya dari dunia sains yang sesungguhnya. Sayang dia
keburu meninggal, hingga tidak sempat membuktikan kemampuannya
terlebih lanjut. Dipihak lain, Yohannes Surya kiranya sudah
terlanjur salah jalan, kesasar masuk bidang pseudo-sains, hingga
tidak ada harapan lagi baginya buat kembali kedunia sains yang
sebenarnya. Kariernya boleh dikata sudah mati. Kalaupun dia ingin
menulis artikel yang serius dalam bidang fisika (bukannya ekono-
fisika), jangan harap bisa diloloskan oleh referee untuk dimuat di-
peer-reviewed journals. Saya hanya bisa memperingatkan kepada kaum
muda calon2 saintis Indonesia, jangan se-kali2 mengikuti jejak
Yohannes Surya, Roy Sembel, Keba Moto, dll., apalagi sampai me-LACUR-
kan diri bekerja pada Center for Nanotechnology nya Mochtar Riady.
Anda menutup hari depan karier anda sendiri. Kepada Institut2 resmi
seperti ITB, LIPI dan UI, saya anjurkan supaya harus cepat2 sadar
dan buru2 melepaskan diri dari cengkeraman buaya darat itu, agar
dananya tidak di-LALAP habis oleh mereka tanpa ada hasil yang bisa
dijangkau pancaindera dan berguna buat rakyat Indonesia.

Salam,
Indoshepherd


DAFTAR REFERENSI:

[1] Referensi #1:
Small is Beautiful: Memanfaatkan Nanoteknologi untuk Mendorong
Pemulihan Ekonomi
http://www.wartaekonomi.com/detail.asp?aid=3405&cid=9
Jum'at, 5 November 2004 01:32 WIB - warta ekonomi.com

Oleh:Roy Sembel ([EMAIL PROTECTED]), Direktur MM Finance
and Investment, Universitas Bina Nusantara
Danny Eugene, Dosen MM Universitas Bina Nusantara

Ungkapan small is beautiful sudah sering kita dengar. Mengatur
perekonomian dengan membagi ke dalam unit-unit kecil ternyata lebih
indah dibanding dalam skala global. Pengalaman Indonesia melewati
krisis ekonomi tahun 1997 membuktikan asumsi tersebut. Saat
banyak perusahaan besar berguguran, karyawan di-PHK dan
pengangguran meningkat, ternyata usaha kecil menengah (UKM)
menjadi penyelamat ekonomi Indonesia. Maka, tak heran kini sejumlah
bank berlomba membentuk divisi yang khusus melayani UKM.

Tren small is beautiful juga melanda industri peralatan
elektronik, seperti handphone dan komputer. Dulu ukuran handphone
sangat besar, sehingga mustahil masuk ke dalam saku. Kini
handphone sedemikian mudah digenggam. Mungkin sudah saatnya
istilah handphone diganti menjadi palmphone.
Juga komputer, saat pertama kali diperkenalkan, ukuran CPU-nya tak
lebih kecil dari sebuah ruangan. Namun kini sebuah laptop memiliki
kemampuan mengolah data jauh lebih besar dan cepat. Jika 30 tahun
lalu satu chip komputer hanya memuat 2.250 transistor, kini sudah
42 juta transistor.

Kian kecilnya ukuran komputer atau handphone ini tak lepas dari
kemajuan teknologi mikroelektronika. Sudah cukup. Belum. Pada
awal 1990-an Dr. Rohrer, pemenang Nobel Fisika tahun 1986,
memprediksi bahwa teknologi mikroelektronika ini akan segera
diganti oleh teknologi yang lebih maju, yang mampu membuat komponen
elektronik dengan ukuran yang 1.000 kali lebih kecil. Namanya
nanoteknologi.
Komentar IS: Lha setiap orang kan bisa saja mengambil kesimpulan
demikian. Namun intinya adalah, bisa atau kagak orang tersebut
mempelajari dan menguasai teknologi tersebut? Sejauh pengertian
saya, teknologi canggih ini hanya bisa dimengerti dan dikuasai oleh
mereka yang sudah lebih dahulu mahir dan menguasai mikro teknologi.
Jadi untuk Indonesia, saya yakin jaraknya masih tak tepermanai
jauhnya, hingga tidak patut si Roy Sembel maupun Mochtar Riady
mengimpi atau ber-angan2, bisa berbuat sesuatu dengan nano
teknologi.

Teknologi Sepermiliar Meter
Nanoteknologi bertujuan melakukan rekayasa, memanipulasi dan
mengontrol sebuah objek dengan ukuran nanometer (sepermiliar
meter). Rekayasa ini dilakukan oleh "mesin-mesin" seukuran molekul
yang diciptakan khusus untuk tujuan tersebut. Ide awal
nanoteknologi ini dicetuskan pada 1959 oleh fisikawan pemenang
Nobel, Richard Feynman. Dalam ceramahnya yang berjudul There is
Plenty Room at The Bottom, ia mengatakan bahwa materi dapat disusun
atau diubah dengan cara memanipulasi dan menggabungkan atom-
atom pembentuknya. Misalnya, dengan nano-teknologi kita dapat
membuat materi, seperti kayu, dengan merangkai sejumlah atom untuk
menggantikan kayu alam yang persediaannya kian menurun.

Namun baru pada 1980-an nanoteknologi menemukan bentuknya. Adalah
K. Eric Drexler, fisikawan dari MIT, yang mematangkan konsep
ini dan menamakannya molecular nanotechnology. Menurut Drexler,
nanoteknologi adalah teknologi yang sangat berguna bagi semua aspek
kehidupan manusia, mulai dari aspek ekonomi, kesehatan hingga
lingkungan hidup.

Dalam bukunya Engine of Creation (1986), Drexler menjelaskan konsep
dasar dari nanoteknologi. Ia menyatakan bahwa sebuah materi
terbentuk dari atom-atom yang saling berhubungan, yandisusun seperti
menyusun lego. Dengan mengubah lego (atom), akan didapat sebuah
bentuk (materi) baru sesuai keinginan.
Dalam buku keduanya, Unbounding the Future, Drexler menggambarkan
kemudahan yang dapat dinikmati manusia dengan memanfaatkan
nanoteknologi. Dalam bidang kesehatan, melalui nanoteknologi
dapat diciptakan "mesin nano" yang disuntikan ke dalam tubuh guna
memperbaiki jaringan atau organ tubuh yang rusak. Untuk industri
logam, dapat diciptakan sebuah materi logam alternatif yang
murah, ringan dan efisien, yang dapat menekan biaya produksi
kendaraan, mesin dan lainnya.

Penerapan Nano-Teknologi
Jepang dan AS merupakan dua negara terdepan dalam riset
nanoteknologi. Berdasarkan data tahun 2002, pemerintah Jepang
mengeluarkan dana riset US$1 miliar, sementara AS US$550 juta,
dan Uni Eropa US$450 juta. Jepang memulai risetnya pada 1985.
Untuk itu pemerintah Jepang, melalui Federasi Organisasi Ekonomi
Jepang, Kaidanren, membentuk Expert Group on Nanotechnology
sebagai motor penelitian nanoteknologi. AS mulai serius
mengembangkan nanoteknologi di era Bill Clinton, yang tahun 2000
lalu mendirikan National Nanotechnology Initiative.

Selain badan pemerintahan, perusahaan swasta juga serius
mengadakan riset pengembangan nanoteknologi. IBM, misalnya,
melalui IBM Zurich Research Laboratory yang dipimpin oleh Petter
Yettiger dan Gerd Binning, sedang mengembangkan instrumen penyimpan
data sebesar jarum nano dengan teknik scanning tunneling
microscope. Dengan teknologi ini, IBM mampu menyimpan 25 juta
halaman buku dalam alat penyimpanan yang ukurannya hanya sebesar
perangko (bandingkan dengan hard disk yang ada saat ini). Prototipe
alat penyimpan data ini akan dinamakan Millipede.

Tak mau kalah, Intel Corporation pun mengembangkan prosesor yang
memiliki kemampuan sepuluh kali lipat dibanding Pentium 4, yang
rencananya dilepas ke pasar pada 2007.

Bagaimana dengan Indonesia? Kita juga tak kalah. Adalah PT
Dirgantara Indonesia, bekerja sama dengan Pusat Teknologi
Elektronika Dirgantara dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional (LAPAN), merancang satelit nano yang dinamakan Indonesia
Nano Satelit-1 (Inasat-1). Mochtar Riady dari Grup Lippo dan
Prof. Yohanes Surya (pelopor Tim Olimpiade Fisika Indonesia) dan
kawan-kasan juga telah mendirikan Center for Nanotechnology.

Meski belum menyentuh hajat hidup orang banyak, minimal kita tidak
kalah start. Perkembangan ke depan nanoteknologi membuat kita
mampu memproduksi chip dengan ukuran lebih kecil, lebih kuat dan
lebih efisien. Hal ini akan berdampak positif bagi perkembangan
teknologi. Bahkan, kini sedang dikembangkan komputer quantum dengan
nanoteknologi.

Dalam bidang pertanian, dengan nanoteknologi, hasil rekayasa
genetika tanaman akan lebih mudah dikontrol, sehingga tercipta
produk pertanian yang unggul dengan harga murah. Dalam bidang
pertahanan, pemerintah AS melalui Institute for Soldier
Nanotechnologies of MIT tengah mengembangkan pakaian tempur pintar
yang tipis dan ringan, yang dapat melindungi pemakainya dari
terjangan peluru, senjata kimia serta radiasi. Bukan itu saja, baju
pintar ini dapat mendeteksi bagian tubuh yang terluka dan
mengobatinya. Kecanggihan terakhir, baju pintar ini dapat berubah
warna sesuai kondisi sekitar bak bunglon.

Dalam bidang industri, berbagai terobosan dapat dilakukan dengan
nanoteknologi untuk menggantikan bahan baku industri yang kian
langka. Jepang, misalnya, pada 1997 membuat proyek ultra baja
untuk mengembangkan teknologi konservasi baja. Baja super ini
dilaporkan memiliki kekuatan dua kali lipat dari baja biasa,
sehingga pemakaiannya dapat lebih efisien. Hal ini dapat menjadi
solusi bagi krisis baja yang melanda dunia beberapa bulan terakhir
akibat melonjak tajamnya permintaan baja dari Cina.

Banyak ilmuwan yang percaya bahwa nanoteknologi adalah
teknologi masa depan, yang sebentar lagi akan terjadi. Dalam
bukunya 10 Lessons From the Future : Tomorrow is A Matter of
Choice, Make It Yours , Wolfgang Grulke menyatakan bahwa
nanoteknologi akan berkembang sangat pesat, bahkan masyarakat umum
sudah dapat merasakan manfaatnya pada 2007. Dengan kemampuan
nanoteknologi yang dapat mengubah materi dari elemen paling dasar,
yaitu atom, kita akan dapat menghasilkan banyak hal yang dulu hanya
ada di angan-angan.

Ada dua pertanyaan besar yang harus kita tanyakan kepada diri
sendiri. Pertama, apakah kita akan menjadi pemain dalam
perkembangan nanoteknologi, ataukah hanya sebagai penonton?
Pilihan ada di tangan kita. Selama ini Indonesia selalu belajar
dari negara maju. Tidakkah ada keinginan suatu saat kita menjadi
guru?

Kedua, apakah nanoteknologi ini akan membawa perbaikan
standar hidup manusia, atau malah merusaknya? Teknologi ibarat
pisau, bisa digunakan untuk kebaikan atau kejahatan. Nanoteknologi
bisa menghasilkan produk pertanian yang berguna bagi pengentasan
kemiskinan dan kelaparan. Namun, nanoteknologi juga dapat
menghasilkan bahan kimia yang mematikan. Pilihan ada di tangan
kita.

[2] REFERENSI # 2:
*** Lembaga Penerbit FEUI Luncurkan Buku Karya Mochtar Riady ***
http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/m/mochtar-
riady/buku/index.shtml
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI meluncurkan buku kaya Mochtar
Riady berjudul "Nanotechnology management Stayle: Bagaimana
menyehatkan penyakit ketuaan pada perusahaan dan menyelamatkan
perusahaan keluarga", yang digelar dalam suatu acara bedah buku,
berlangsung Selasa (07/12/2004) di Golden Ballroom Hotel Hilton
Jakarta.

Suatu acara peluncuran buku yang istimewa, karena tidak saja
dihadiri oleh kalangan akademisi, tetapi juga para professional,
pengusaha, birokrat, pejabat dan mantan pejabat negara serta para
menteri. Sambutan pada acara berturut-turut disampaikan Dr.Aditiawan
Chandra Dekan Fakultas Ekonomi UI, Rektor UI Prof. Dr.Usman Chatib
Warsa, SpMK dan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Dr.Alwi
Shibab. Sedangkan para pembahas yang membedah buku yaitu Prof.Dr.
Azhar Kasim, Prof.Dr. S.B. Joedono, Prof.Dr.Usman Chatib Warsa, SpMK
dan Dr. Rhenald Kasali.

Dalam buku ini, Mochtar Riady memaparkan prinsip-prinsip dasar dari
setiap manajemen, baik di sektor swasta maupun pemerintahan,
bagaimana mengatur dan mengendalikan secara harmonis unsur-unsur
yang terkecil dalam suatu organisasi, yaitu single person, single
action,, single duty dan single merchandise. Konsep ini merupakan
dasar dari Nanoscientific Management yang sudah diterapkan pada
industri yang paling kompleks, industri ritel dan perbankan dan juga
pada manajemen pendidikan tinggi. Konsep manajemen ini berlaku
secara universal, tentunya dapat bermanfaat dan dapat ditrerapkan
untuk segala bidang manajemen, baik swasta maupun pemerintahan untuk
melaksanakan reformasi cara kerja guna meningkatkan produktivitas
hasil.

Di lingkungan UI, Mochtar Riady pernah menjabat sebagai Ketua
Majelis Wali Amanat
[3] REFERENSI # 3:
Physics Journal of the Indonesian Physical Society
http://www.jurnal.lipi.go.id/situs/pjhfi/ -
http://pj.hfi.fisika.net
Monday, 29 August 2005
Shifting of Hall-Petch Effect in Super and Ultra-hard Nanocomposites
Keba Moto, Z. Abubakar, L. Setiarini, A. Faisal, H. Nurhadi
Material Technology Group, Departemen Fisika, Universitas Indonesia,
Kampus Baru Depok, 16424, Indonesia and
THE MOCHTAR RIADY CENTRE FOR NANOTECHNOLOGY AND BIOENGINEERING
Karawaci-Banten, Indonesia
Abstract
Nanocomposites coating such as nc-TiN/a-Si3N4 has been produced as
hard coating for cutting tools industries. Novel properties such as
high hardness, toughness and thermal stability have set up this
coating material to have a wide range of application. However, the
origin of these novel properties is still unclear and left as
scientific problems. In order to solve these problems, we present a
mechanical system modeling of nanocrystalline that can clarify the
experimental result in obtaining super- and ultrahard coatings. It
is obtained that the influence of amorphous content and
nanocrystallite size in the nanocomposite nc-TiN/a-Si3N4 has form a
similar effect to the Hall-Petch relation, in a new view point. The
model demonstrates that in nc-TiN/a-Si3N4 the Hall-Petch relation
occurs in a different way, that is, this relation has two vital
parameters (amorphous content and crystallite size) which create a
shifting on the Hall-Petch relation in common nanostructure design.
Publication : Physics Journal IPS Proceeding Supplement C8
(2004) 0527

Date : 5 June 2004 / 5 June 2004
Full paper : format PDF (155.516 byte)

Contact : Keba Moto

Additional info : 4 pages, language English



[4] REFERENSI # 4: http://www.fisikanet.lipi.go.id/utama.cgi?
artikel&&21

402. Wolfgang Ernst Pauli : Lebih Suka ke Kafe daripada Belajar -
Yohanes Surya (17 Agustus 2003)
409. Belajar Teori Chaos Lewat Goyang Inul - Kebamoto (10 Mei 2003)
412 . Kiprah Cowok/cewek Indonesia dalam Olimpiade Fisika Dunia -
Yohanes Surya (18 April 2003)
416. Martinus JG Veltman : Si "Nilai Pas-pasan" Peraih Nobel -
Yohanes Surya (15 November 2002)
417.
419. Gerardus Hooft : Kelak, Orang Bisa Menghilang - Yohanes Surya
dan Candra Widanarko (12 Oktober 2002)
417. Murray Gell-Man : The Man with Five Brains - Yohanes Surya (18
Oktober 2002)
418. Santa Fe Institute : "Mengawinkan" Ilmu Non-eksak dan Eksak -
Yohanes Surya (18 Oktober 2002)

Quo Vadis Pembelajaran Sains?
Roy Sembel (Universitas Bina Nusantara)
Sepuluh tahun lalu, Yohanes Surya, Agus Ananda, Stephan van den
Brink, Joko Saputro, saya, dan beberapa orang Indonesia lain masih
menjadi mahasiswa S-3 di Amerika Serikat. Tiga yang disebut pertama
di bidang fisika, Joko di bidang ilmu komputer, dan saya di bidang
bisnis dan ekonomi. Sebagai mahasiswa idealis, kami merasa potensi
siswa Indonesia sebenarnya sangat besar.
S Kami sangat bersyukur diberi kesempatan dan membuktikan sendiri
bahwa mahasiswa Indonesia tidak kalah dari mahasiswa dari
mancanegara. Bila diberi kesempatan dan bekal yang cukup, siswa
Indonesia sangat mampu bersaing di kancah internasional. Masalahnya,
akses ke arena internasional masih sulit dan pembekalan di dalam
negeri masih terbatas.
S Kesempatan mengikutsertakan siswa Indonesia dalam kompetisi fisika
tingkat internasional (International Physics Olympiade/IphO)
langsung ditangkap Yohanes dan Agus. Dengan inisiatif dan lobi
mereka, Indonesia diberi perlakuan khusus untuk tidak perlu memulai
sebagai peserta pengamat, melainkan langsung sebagai peserta biasa.
S Setelah melakukan lobi ke dalam negeri dan seleksi singkat
terhadap siswa SMA (belum menjadi SMU) di Indonesia (kebanyakan atas
biaya sendiri), terpilihlah lima wakil Indonesia. Kelima siswa itu
kemudian dilatih secara khusus oleh Yohanes dan Agus di tengah
kesibukan mereka berdua sebagai mahasiswa S-3. Hasilnya luar biasa.
Baru ikut pertama kali, Indonesia langsung meraihmedali perunggu.
Banyak negara yang telah ikut berkali-kali, namun tak pernah sekali
pun meraih medali.
S Berbekal idealisme dan hasil awal yang menggugah semangat,
terbentuklah Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI,
http://www.tofi.or.id). Selama 10 tahun berikutnya, perjuangan TOFI
mengalami pasang surut, namun tetap berlanjut. TOFI akhirnya menjadi
motor suksesnya siswa Indonesia dalam kompetisi sains, khususnya
fisika, di level internasional.
Sejak tahun lalu, Indonesia dipercaya menjadi tuan rumah IPhO dan
berhasil meraih tiga medali emas, satu perak, dan satu perunggu.
Tahun ini, Indonesia menjadi juara umum Olimpiade Fisika Asia (APhO)
dengan meraih enam medali emas dan dua penghargaan khusus. Tahun
2003 ini, IPhO baru dimulai awal Agustus mendatang.
Resep sukses TOFI diadopsi untuk membentuk Tim Olimpiade Komputer
Indonesia (TOKI), yang dipelopori Joko Saputro. TOKI pun meraih
medali emas di Olimpiade Komputer Internasional. Pola pembinaan TOFI
dan TOKI mulai diterapkan pada tim sains lainnya (kimia, biologi,
matematika). Meski belum sesukses TOFI, tim sains lain mulai
menampakkan hasil. Tahun ini, misalnya, Tim Olimpiade Kimia
Indonesia sukses memperoleh medali perak dan penghargaan lainnya.
Sumber : Gatra (28 Juli 2003)







------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital.
http://us.click.yahoo.com/ons1pC/lbOLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke