Tulisan ini adalah sambungan (bagian ke-II) dari tulisan saya yang lalu tentang SAINS dan TEKNOLOGI. Pembahasan kali ini akan saya mulai dengan komentar atas berita sensasi tentang Nanotechnology oleh penulis Roy Sembel dikoran warta-ekonomi yang bisa diakses di:
http://www.wartaekonomi.com/detail.asp?aid=3405&cid=9 Artikelnya yang lengkap saya muat dibawah tulisan ini sebagai referensi #1. Disini saya hanya mengkomentari beberapa kalimatnya saja yang jelas2 menelanjangi kepalsuannya maupun itikad penipuannya: Roy Sembel: *** Tak mau kalah, Intel Corporation pun mengembangkan prosesor yang memiliki kemampuan sepuluh kali lipat dibanding Pentium 4, yang rencananya dilepas ke pasar pada 2007.*** *** Bagaimana dengan Indonesia? Kita juga tak kalah. Adalah PT Dirgantara Indonesia, bekerja sama dengan Pusat Teknologi Elektronika Dirgantara dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), merancang satelit nano yang dinamakan Indonesia Nano Satelit-1 (Inasat-1). Mochtar Riady dari Grup Lippo dan Prof. Yohanes Surya (pelopor Tim Olimpiade Fisika Indonesia) dan kawan-kasan juga telah mendirikan Center for Nanotechnology.*** KOMENTAR INDOSHEPHERD: Wah, wah! Bener2 HUEBATT RRUARR-Biasa Indonesia hari ini, dalam sekejap mata telah berhasil mencapai kecanggihan nomor satu didunia dalam bidang IPTEK. Apakah benar demikian adanya? Nah ini dia, Habibie model baru ! Mana BUKTI-nya bahwa kalian JUGA TIDAK KALAH ? Lha satelit itu, baik yang meluncurkan, yang membuat, maupun bahan2nya (komponennya) semuanya hasil BELI kok. Indonesia kan cuma bisa MEMAKAI, tapi tidak sanggup membuat. Lebih celaka lagi, yang menikmati hasil jual-beli satelit adalah para konglomerat + pejabat2 KKN golongannya si Mochtar Riady, tetapi yang disuruh bayar adalah RAYAT Indonesia !!! Lihat saja, hutan Klalimantan sekarang boleh dikata sudah hampir ludes. Tapi pemiliknya yang sah, yaitu orang2 Dayak, satu peserpun tidak mendapat manfaatnya, bahkan kecipratan pun tidak. Demikian juga hasil bumi dan minyak bumi, yang uangnya dipakai buat mendanai Mochtar Riady punya Center for Nanotechnology. Jelas semua KIBULAN ini adalah AKAL BULUSnya si pakar KKN Mochtar Riady ber-kongkalikong dengan penguasa KKN dalam menyelewengkan DANA milik RAKYAT Indonesia untuk mempertebal kantongnya sendiri, dan sekaligus menhadiahi dirinya sendiri kehormatan diangkat menjadi Dewan Rektor Universitas Indonesia .. Bener2 TIPU MUSLIHAT yang berlipat ganda ! Semua ini gara2 Lipponya Mochtar Riady dilanda musibah Krismon, hingga kehabisan sumber duit (hasil mencangkok uang pinjaman luar negeri dengan kongkalikong KKNnya, yang tetap wajib dilunasi oleh rakyat Indonesia sampai generasi yad). Otak buayanya si Mochtar Riady ini segera bekerja, mencari2 jalan buat mencangkok uang dana buat pendidikan dan perkembangan IPTEK, yang masih disediakan oleh pemerintah Indonesia dan pengucurannya dijinkan oleh IMF. Maka dilahirkanlah olehnya gagasan memperbaiki ekonomi yang terpuruk dengan menggunakan kata yang mendadak populer, yaitu nano teknologi (lihat komentar saya atas buku karya Mochtar Riady). Ini PERSIS SAMA seperti dulu sehabis Pernag Dunia ke-2 ketika rame2nya perkataan BOM ATOM, serta merta ada perusahaan makanan Indonesia yang memproduksi KACANG ATOM ! Benar2 menggelikan dan sekaligus menyedihkan, menyaksikan betapa latah, naïf serta impotennya orang2 Indonesia (baca: elite Indonesia), ditipu habis2an kok masih tidak sadar, malahan ada yang merasa bangga (kebanggaan palsu, sebab dompetya menipis, cuma dompetnya Mochtar Riady sendiri sajalah yang tambah tebal). Notabene, kalau mau tahu siapa yang benar2 punya skill dalam nanoteknologi itu, anak saya adalah researcher di Intel, tepatnya riset dalam bidang nanotechnology. Jadi tidak salah kalau dikata, dia benar2 sanggup MEMBUAT chip2 dengan ukuran nanometer, lha wong dia sendiri yang (ikut) memperkembangkannya, kok. Riset dalam bidang hi-tech macam ini dilarang untuk di-ekspor, jadi jangan ada orang yang nanti mengimpi atau coba2 mengibul, Amerika meng-ekspor pusat riset nanotechnology-nya ke Indonesia. Kalau bicara soal software, masih masuk akal, sebab sebagian besar bisa dikerjakan oleh tenaga2 murah tanpa skill yang khusus, apalagi skill istimewa (sekarang pun sudah banyak software jobs yang di-ekspor ke India). Tetapi sekali lagi, seluruh bidang computer dan information technology (IT) TIDAK termasuk SAINS (baca tulisan saya yang lalu bagian ke-I). Who cares, jika seluruh produksi + perkembangan software diekspor keluar negeri? Tapi nanotechnology lain lagi. Itu termasuk dalam bidang2 teknologi yang sensitif, jadi tidak bakalan di-ekspor, setidaknya dalam waktu 1-2 generasi yad. Sedangkan bidang saya sendiri lebih2 lagi sensitifnya, sebab menyangkut ruang-angkasa dan pertahanan negara. Dalam bidang ini Amerika bukannya mengekspor tetapi justru meng-impor saintis2 dari luar. Contoh dan buktinya adalah saya sendiri, yang ditarik untuk berimigrasi dengan diberi green-card untuk seluruh keluarga. Ini bukannya saya ingin menyombongkan diri, tetapi cuma supaya tidak dibilang non-etis, demi menanggulangi suara2 yang sudah bisa diramalkan nanti akan menuntut, bahwa yang mengkritik (yaitu saya sendiri) harus sanggup menunjukkan prestasi yang lebih dari yang dikritik. Karena tidak layak bagi saya untuk membuka identitas saya, seperti biasa saya ganti dengan bukti yang lebih konkrit: Barangsiapa meragukan kemampuan saya dalam science & teknologi, mari kita berdebat diforum ini dalam suatu disiplin iptek yang kita setujui bersama. Jangan kuatir, sebagai scientist yang sudah berprofesi didunia professional internasional (dimulai dari jerman) selama 35 tahun lebih, saya memiliki keahlian dalam sekian banyak bidang2 Hi-Tech, hingga mudah melayani kemauan pakar Indonesia YANG MANAPUN. Bekas rekan2 saya di ITB angkatan tua pun welcome untuk mengirim e-mail per Japri dengan identitas yang jelas. Jika kebetulan saya kenal dan orangnya memadai, saya bersedia membuka identitas diri saya kepadanya. Roy Sembel: *** Meski belum menyentuh hajat hidup orang banyak, minimal kita tidak kalah start. Perkembangan ke depan nanoteknologi membuat KITA MAMPU MEMPRODUKSI CHIP dengan ukuran lebih kecil, lebih kuat dan lebih efisien. Hal ini akan berdampak positif bagi perkembangan teknologi. Bahkan, kini sedang dikembangkan komputer quantum dengan nanoteknologi. *** KOMENTAR INDOSHEPHERD: Wah,wah! Ini sih benar2 TEKEBUR bukan main!!! Entah NGIBUL entah AKAL BULUS, Roy Sembel berusaha mengaburkan dengan kata2 **PERKEMBANGAN KE DEPAN nanoteknologi membuat KITA **, rupanya agar supaya kalau nanti ditegor orang bisa mudah berkelit. Jelas kata2 ini bermaksud MENIPU masyarakat, demi membenarkan politik KKN si Mochtar Riady dalam menyalah- gunakan/menyelewengkan DANA MILIK RAKYAT INDONESIA. Lha wong membikin chip ukuran mikro saja kagak becus, kok berani2nya mengaku mampu memproduksi chip dengan ukuran nanometer! Kini jelas keliatan Udang Dibalik Batu nya si pakar KKN Mochtar Riady, mengakali uang negara dan RAKYAT Indonesia dengan mengibul, se-olah2 dia sendiri dan anak buahnya sudah memiliki kesanggupan dalam nano teknologi, sedikitnya menjajnjikan sesuatu yang kita tahu sedari sekarang tidak bakal ada hasilnya, sebab semua aktivitasnya beserta dengan anak- buahnya semuanya termasuk dalam apa yang dinamakan PSEUDO-SAINS. Kata2 Roy Sembel ini bersangkutan dengan bukunya MOCHTAR RIADY yang dijadikan modal olehnya untuk memulai kegiatannya dalam bidang nanoteknologi ini. Artikel tersendiri yang memuat berita tentang peluncuran buku Mochtar Riady ini bisa diakses di: http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/m/mochtar- riady/buku/index.shtml Judul artikel ini cukup membingungkan seseorang yang benar2 mengerti apa itu nanoteknologi: Memanfaatkan Nanoteknologi untuk Mendorong Pemulihan Ekonomi. Pertama, apa hubungannya antara nanoteknologi dengan ekonomi? Jika ada, paling tidak, hubungan itu cuma secara tidak langsung, yaitu bahwa PRODUKSI barang2 jenis baru hasil nanoteknologi pada akhirnya akan memajukan ekonomi sang produsen. Kalau orang cuma LATAH ikut2an mencelotehkan kata *nano teknologi* saja, dia tidak akan kebagian barang satu senpun. Ini adalah kondisi dalam negara2 yang maju. Tapi di Indonesia yang maha- canggih IPTEKnya rupanya lain lagi: Cuma ikut2an bicara soal nanoteknologi pun bisa medatangkan duit! Bahkan (jauh) lebih besar dari mereka yang benar2 punya skill dalam nanoteknologi. Darimana datang uangnya? Gampang! Yaitu dari dana hutang LN yang sebenarnya ditujukan buat pendidikan dan perkembangan infra struktur Indonesia. Kejanggalan yang kedua (dan ini yang paling bizarre & amburadul) adalah khasiat nanoteknologi untuk **mendorong PEMULIHAN ekonomi**. Loh, jadi maksudnya, ekonomi rusak mau dipulihkan dengan nanoteknologi? Entah ini dimaksudkan sebagai lelucon, atau AKAL BULUS, tetapi tanpa ada keinginan menghina atau memandang rendah, saya terpaksa tertawa ter-pingkel2 mendengar ucapan yang demikian PANDIR-nya ini. Rupanya si-BADUT Mochtar Riady ini sudah demikian LATAH dan KEBLINGERnya hingga sempat berceloteh dengan kata2 yang demikian ABSURDnya. Jika Mochtar Riady mau membikin suatu metoda baru buat menyelamatkan dan melanjutkan KKN nya sehabis ditimpa musibah Krismon 1998, itu barangkali benar, sekalipun tidak bisa dibenarkan (artinya tidak boleh dibiarkan). Tapi, apa hubungannya dengan Nanotechnology yang sesungguhnya? Nanoteknologi ini dikenal sebagai suatu cabang yang muthakir dari hi-tech, sesudah makro teknologi (teknologi konvensional), kemudian mikro teknologi (teknologi computer chip, transistor, dan integrated circuit, yaitu alat2 yang berukuran micron, satu per seribu milimeter), dan sekarang nanoteknologi, yaitu membuat alat2 (devices) yang sama tapi dalam dimensi nanometer (satu per sejuta milimeter), jadi terdiri dari satu atau beberapa atom saja. Jelas tidak ada saling- hubungannya apapun dengan ekonomi, apalagi dengan ekonomi yang terpuruk ala Indosia (baca: Mochtar Riady). Kembali kepada artikelnya si Roy Sembel yang semula, tema artikel berpindah secara abrupt kepada nano-teknologi yang sebenarnya. Menimbulkan kesan yang PALSU, bahwa bukunya si raja KKN Mochtar Riady ini berhubungan erat dengan nanoteknologi, hal mana rupanya dipakai sebagai pembuka jalan buat akal bulusnya menyelewengkan dan mengangkangi dana pendidikan dan perkembangan industri Indonesia yang direstui oleh IMF. Sebagai suatu perkataan yang belakangan ini sangat di-populer-kan oleh media Indonesia, dengan mudah isapan jempolnya Mochtar Riady tentang nanoteknologi ini bisa diterima oleh massa, sekalipun orangnya tidak memiliki background sedikitpun, hingga tafsirannya sdamaseklai NGAWUR dan AMBURADUL, OMONG-KOSONG dan NGIBUL, persis sama nilainya seperti perusahaan yang memproduksi KACANG ATOM. Sebagai penutup kritik saya atas Roy Sembel, saya kutip disini kata2 penutup dalam artikelnya, yaitu yang berbunyi: *** Ada dua pertanyaan besar yang harus kita tanyakan kepada diri sendiri. Pertama, apakah kita akan menjadi pemain dalam perkembangan nanoteknologi, ataukah hanya sebagai penonton? Pilihan ada di tangan kita. Selama ini Indonesia selalu belajar dari negara maju. Tidakkah ada keinginan suatu saat kita menjadi guru? *** *** Kedua, apakah nanoteknologi ini akan membawa perbaikan standar hidup manusia, atau malah merusaknya? Teknologi ibarat pisau, bisa digunakan untuk kebaikan atau kejahatan. Nanoteknologi bisa menghasilkan produk pertanian yang berguna bagi pengentasan kemiskinan dan kelaparan. Namun, nanoteknologi juga dapat menghasilkan bahan kimia yang mematikan. Pilihan ada di tangan kita.*** Komentar Indoshepherd: Nah kelihatan kan sekarang betapa TEKEBUR-ya penulis yang bernama Roy Sembel ini? Sanggup *belajar* saja sudah patut diragukan (baca tulisan saya yang lalu), kok belum2 sudah mengimpi mau menjadi GURU ??? Bangun Roy, bangun !! Anda mengimpi !!! Buktikan dulu bahwa anda sanggup belajar nanoteknologi. Atau yang lebih gampang, mikro teknologi saja dulu. Baru nanti boleh bicara lebih lanjut. Tetapi anda tidak usah mengimpi mau menjadi GURU. Kedua, **pilihan ada ditangan KITA?*** artinya pilihan ada ditangan Roy Sembel, Mochtar Riady dan/atau orang Indonesia? Sekali lagi ini kata2 yang sungguh TEKEBUR dan tidak pada tempatnya, kecuali dengan maksud MENIPU MASSA dan RAKYAT Indonesia, persis seperti dulu jaman Soeharto dengan proyek mercu-suarnya B.J. Habibie. Nano teknologinya Mochtar Riady dan Roy Sembel manabisa sih berguna buat masyarakat? Lha wong cuma omong-kosong doang, kok. Berguna buat mengisi kantongnya si Mochtar Riady yang sudah mulai menipis, itu memang benar! Tetapi yang dirugikan justru adalah RAKYAT Indonesia, sebab dana pendidikan dan pembangunan infrastrukturnya kena di- SEROBOT oleh buaya darat yang bernama Mochtar Riady. Sebagai pembahasan terakhir, tidak lengkap kiranya jika tidak disertai kritik yang konkrit akan NIHIL-nya usaha Mochtar Riady dengan Center for Nanotechnology-nya Salah satu hasil karya para *pakar* nano teknologi Mochtar Riady adalah tulisan Keba Moto, Z. Abubakar, L. Setiarini, A. Faisal, H. Nurhadi yang berjudul ** Shifting of Hall-Petch Effect in Super and Ultra-hard Nanocomposites ** yang dimuat dimajalah **Physics Journal of the Indonesian Physical Society ** yang bisa diakses di http://www.jurnal.lipi.go.id/situs/pjhfi/ - http://pj.hfi.fisika.net , yang Abstract-nya (singkatan pendahuluan) saya cantumkan sebagai Referensi #3 dibawah ini. Lha kok ternyata *karya* itu cuman TEORITIS? Bisa bikin teori bukan berarti otomatis juga bisa membuat barangnya. Sering2 keduanya masih terpisah oleh jarak ber-juta2 kilometer jauhnya! Lha kalo mau teori2an thok, kan anak SD juga bisa! Lha wong Ruskandar saja ditahun 1960-an bisa bikin TEORI ATOM segala, kok ! O.K. deh, teori juga bisa diakui sebagai kontribusi dunia ilmu & teknologi. Tapi, apakah "teori" itu memenuhi criteria ilmiah? Bukti bahwa suatu karya memenuhi standard ilmiah, karya tsb harus bisa dimuat dimajalah professional yang "peer reviewed". Jika artikel dibawah ini gagal dimuat dimajalah professional yang peer reviewed, artinya karya teoritis ini tidak memenuhi syarat. Lantas, apa bedanya dengan teori atom-nya Ruskandar? Kedua, hard-coating itu TIDAK termasuk nano technology. Hard- coating yang paling unggul adalah CVD diamond (lapisan intan yang diproduksi dengan proses kimia didalam plasma), yang justru menjadi salah-satu bidang riset saya sendiri 10 tahun yang lalu. Saya pribadi telah menulis sebagai main author (penulis utama) atau sole author (penulis tunggal) lebih dari 5 artikel tentang CVD diamond (teoritis + eksperimental) dimajalah2 profesional yang peer- reviewed. Saya bisa tandaskan disini, bahwa hard-coating TIDAK termasuk apa yang disebut nano teknologi. Kalau bicara nano teknologi, maka buckminster fullerence (carbon-60, yaitu molekul carbon yang terdiri dari 60 atau lebih atom carbon yang mengatur diri dipermukaan sebuah bola) adalah salah-satu perintisnya, dimana sayapun punya satu-dua artikel ilmiah. Jadi jangan sok ngibul didepan saya, bahwa hard-coating macam ini termasuk nano teknologi. Pertanyaan yang paling mendasar disini adalah, MANA BARANG-nya? Jika tidak sanggup menunjukkan barangnya yang bisa ditangkap dengan pancaindera, maka syarat utama buat bisa digolongkan sains TIDAK dipenuhi. Sebab sains itu tidak lain adalah ide kita tentang pengalaman atau observasi empiris. Tidak ada Sains berarti juga otomatis tidak ada Teknologi. Dari sini sudah jelas bahwa suatu karya teoritis itu nilainya sangat jauh dibawah karya eksperimental, kecuali jika teori itu menyangkut pengetahuan yang fundamental, seperti Teori Kuantum atau Teori Relativitas. Suatu karya teoritis HARUS berkaitan dengan benda yang sesungguhnya. Jika tidak, orang bisa MENGIBUL SEENAK UDELNYA SENDIRI, tanpa perlu diverifikasi oleh pengamatan pancaindera, yaitu verifikasi eksperimental. Nah jika para pembaca mau mengetahui ulahnya saintis2 gadungan golongannya Mochtar Riady ini mengibul seenak udelnya sendiri, harap kunjungi website http://www.fisikanet.lipi.go.id/utama.cgi?artikel&&21 (Referensi #4), dimana **pakar2 sains** Indonesia bangsanya Roy Sembel, Yohannes Surya dan Keba Moto (penulis utama dari karya teoritis yang dikutip tadi) sempat mendemonstrasikan bakatnya MENGIBUL dan MENGISAP JEMPOL dengan artikel2 yang pseudo-saintifik. Alangkah menyedihkan, kalau yang dibilang *pakar* kok kemampuannya cuma sampai disitu? Tidak mampu menghasilkan artikel yang benar2 ilmiah (artinya bisa masuk majalah profesional yang peer-reviewed) maka mereka akhirnya memilih jalan pendek kearah ketenaran (dan kemakmuran KKN) dengan akal bulus yang amburadul demikian. Memang cara yang dipelopori dan dipopulerkan oleh Mochtar Riady ini terbukti sangat efektif di Indonesia buat mencari duit melalui KKN, sanggup menyerobot dana yang semula dimaksudkan untuk mengembangkan sains dan teknologi yang SEBENARNYA, yaitu yang bisa menghasilkan barang2 yang benar2 bisa berinteraksi dengan pancaindera manusia, hingga benar2 bisa berguna, bukannya Pseudo-Sains yang cuma memproduksi omong-kosong yang tidak ada harganya. Saya sungguh ingin bertanya: Dimanakah gerangan itu rekan2 dari ITB dulu, yang saya tahu ada beberapa yang punya bakat dan kemampuan sebagai saintis yang sejati? Agaknya mereka sudah mati tidak bisa berkutik, sebab dananya habis diserobot dan digeragoti oleh para saitis gadungan ini. Disini terbukti betapa busuknya dampak Pseudo-Sains buat negara seperti Indonesia. Sudah dana riset buat Sains sangat minimum, masih direbut lagi oleh buaya2 darat bangsanya Mochtar Riady cs. dengan akal bulus mereka yang benar2 RUARR BIASA, sampai2 bisa menciptakan sumber keuangan dijaman paska-Krismon, dan sekaligus mengorbankan RAKYAT Indonesia yang disuruh menanggung hutang2nya. Himbauan saya kepada bekas rekan2 saya dulu yang cukup berbakat, serta generasi muda yang kiranya cukup banyak jumlahnya, BOIKOT lah semua aktivitas pseudosains macam Mochtar Riady dan Yohannes Surya, sebab dampaknya seratus persen impoten tetapi menelan biaya besar, hingga tidak akan ada sisanya lagi buat aktivitas sains yang sesungguhnya. Bagi angkatan tua, motivasinya adalah jangan membiarkan dana kalian direbut oleh buaya2 darat itu. Buat angkatan muda, motivasinya adalah haridepan karier mereka. Barangsiapa terlanjur terjun kedalam aktivitas pseudosains demikian, sudah boleh dipastikan tidak bakalan bisa kembali menempuh karier dalam bidang sains yang sesungguhnya, seperti halnya dengan kaum Creationist di Amerika. Dari antara aktivitas Indonesia baru2 ini, Dr. Wospakrik sudah berada diambang pintu dengan karyanya yang tinggal selangkah l;agi jaraknya dari dunia sains yang sesungguhnya. Sayang dia keburu meninggal, hingga tidak sempat membuktikan kemampuannya terlebih lanjut. Dipihak lain, Yohannes Surya kiranya sudah terlanjur salah jalan, kesasar masuk bidang pseudo-sains, hingga tidak ada harapan lagi baginya buat kembali kedunia sains yang sebenarnya. Kariernya boleh dikata sudah mati. Kalaupun dia ingin menulis artikel yang serius dalam bidang fisika (bukannya ekono- fisika), jangan harap bisa diloloskan oleh referee untuk dimuat di- peer-reviewed journals. Saya hanya bisa memperingatkan kepada kaum muda calon2 saintis Indonesia, jangan se-kali2 mengikuti jejak Yohannes Surya, Roy Sembel, Keba Moto, dll., apalagi sampai me-LACUR- kan diri bekerja pada Center for Nanotechnology nya Mochtar Riady. Anda menutup hari depan karier anda sendiri. Kepada Institut2 resmi seperti ITB, LIPI dan UI, saya anjurkan supaya harus cepat2 sadar dan buru2 melepaskan diri dari cengkeraman buaya darat itu, agar dananya tidak di-LALAP habis oleh mereka tanpa ada hasil yang bisa dijangkau pancaindera dan berguna buat rakyat Indonesia. Salam, Indoshepherd DAFTAR REFERENSI: [1] Referensi #1: Small is Beautiful: Memanfaatkan Nanoteknologi untuk Mendorong Pemulihan Ekonomi http://www.wartaekonomi.com/detail.asp?aid=3405&cid=9 Jum'at, 5 November 2004 01:32 WIB - warta ekonomi.com Oleh:Roy Sembel ([EMAIL PROTECTED]), Direktur MM Finance and Investment, Universitas Bina Nusantara Danny Eugene, Dosen MM Universitas Bina Nusantara Ungkapan small is beautiful sudah sering kita dengar. Mengatur perekonomian dengan membagi ke dalam unit-unit kecil ternyata lebih indah dibanding dalam skala global. Pengalaman Indonesia melewati krisis ekonomi tahun 1997 membuktikan asumsi tersebut. Saat banyak perusahaan besar berguguran, karyawan di-PHK dan pengangguran meningkat, ternyata usaha kecil menengah (UKM) menjadi penyelamat ekonomi Indonesia. Maka, tak heran kini sejumlah bank berlomba membentuk divisi yang khusus melayani UKM. Tren small is beautiful juga melanda industri peralatan elektronik, seperti handphone dan komputer. Dulu ukuran handphone sangat besar, sehingga mustahil masuk ke dalam saku. Kini handphone sedemikian mudah digenggam. Mungkin sudah saatnya istilah handphone diganti menjadi palmphone. Juga komputer, saat pertama kali diperkenalkan, ukuran CPU-nya tak lebih kecil dari sebuah ruangan. Namun kini sebuah laptop memiliki kemampuan mengolah data jauh lebih besar dan cepat. Jika 30 tahun lalu satu chip komputer hanya memuat 2.250 transistor, kini sudah 42 juta transistor. Kian kecilnya ukuran komputer atau handphone ini tak lepas dari kemajuan teknologi mikroelektronika. Sudah cukup. Belum. Pada awal 1990-an Dr. Rohrer, pemenang Nobel Fisika tahun 1986, memprediksi bahwa teknologi mikroelektronika ini akan segera diganti oleh teknologi yang lebih maju, yang mampu membuat komponen elektronik dengan ukuran yang 1.000 kali lebih kecil. Namanya nanoteknologi. Komentar IS: Lha setiap orang kan bisa saja mengambil kesimpulan demikian. Namun intinya adalah, bisa atau kagak orang tersebut mempelajari dan menguasai teknologi tersebut? Sejauh pengertian saya, teknologi canggih ini hanya bisa dimengerti dan dikuasai oleh mereka yang sudah lebih dahulu mahir dan menguasai mikro teknologi. Jadi untuk Indonesia, saya yakin jaraknya masih tak tepermanai jauhnya, hingga tidak patut si Roy Sembel maupun Mochtar Riady mengimpi atau ber-angan2, bisa berbuat sesuatu dengan nano teknologi. Teknologi Sepermiliar Meter Nanoteknologi bertujuan melakukan rekayasa, memanipulasi dan mengontrol sebuah objek dengan ukuran nanometer (sepermiliar meter). Rekayasa ini dilakukan oleh "mesin-mesin" seukuran molekul yang diciptakan khusus untuk tujuan tersebut. Ide awal nanoteknologi ini dicetuskan pada 1959 oleh fisikawan pemenang Nobel, Richard Feynman. Dalam ceramahnya yang berjudul There is Plenty Room at The Bottom, ia mengatakan bahwa materi dapat disusun atau diubah dengan cara memanipulasi dan menggabungkan atom- atom pembentuknya. Misalnya, dengan nano-teknologi kita dapat membuat materi, seperti kayu, dengan merangkai sejumlah atom untuk menggantikan kayu alam yang persediaannya kian menurun. Namun baru pada 1980-an nanoteknologi menemukan bentuknya. Adalah K. Eric Drexler, fisikawan dari MIT, yang mematangkan konsep ini dan menamakannya molecular nanotechnology. Menurut Drexler, nanoteknologi adalah teknologi yang sangat berguna bagi semua aspek kehidupan manusia, mulai dari aspek ekonomi, kesehatan hingga lingkungan hidup. Dalam bukunya Engine of Creation (1986), Drexler menjelaskan konsep dasar dari nanoteknologi. Ia menyatakan bahwa sebuah materi terbentuk dari atom-atom yang saling berhubungan, yandisusun seperti menyusun lego. Dengan mengubah lego (atom), akan didapat sebuah bentuk (materi) baru sesuai keinginan. Dalam buku keduanya, Unbounding the Future, Drexler menggambarkan kemudahan yang dapat dinikmati manusia dengan memanfaatkan nanoteknologi. Dalam bidang kesehatan, melalui nanoteknologi dapat diciptakan "mesin nano" yang disuntikan ke dalam tubuh guna memperbaiki jaringan atau organ tubuh yang rusak. Untuk industri logam, dapat diciptakan sebuah materi logam alternatif yang murah, ringan dan efisien, yang dapat menekan biaya produksi kendaraan, mesin dan lainnya. Penerapan Nano-Teknologi Jepang dan AS merupakan dua negara terdepan dalam riset nanoteknologi. Berdasarkan data tahun 2002, pemerintah Jepang mengeluarkan dana riset US$1 miliar, sementara AS US$550 juta, dan Uni Eropa US$450 juta. Jepang memulai risetnya pada 1985. Untuk itu pemerintah Jepang, melalui Federasi Organisasi Ekonomi Jepang, Kaidanren, membentuk Expert Group on Nanotechnology sebagai motor penelitian nanoteknologi. AS mulai serius mengembangkan nanoteknologi di era Bill Clinton, yang tahun 2000 lalu mendirikan National Nanotechnology Initiative. Selain badan pemerintahan, perusahaan swasta juga serius mengadakan riset pengembangan nanoteknologi. IBM, misalnya, melalui IBM Zurich Research Laboratory yang dipimpin oleh Petter Yettiger dan Gerd Binning, sedang mengembangkan instrumen penyimpan data sebesar jarum nano dengan teknik scanning tunneling microscope. Dengan teknologi ini, IBM mampu menyimpan 25 juta halaman buku dalam alat penyimpanan yang ukurannya hanya sebesar perangko (bandingkan dengan hard disk yang ada saat ini). Prototipe alat penyimpan data ini akan dinamakan Millipede. Tak mau kalah, Intel Corporation pun mengembangkan prosesor yang memiliki kemampuan sepuluh kali lipat dibanding Pentium 4, yang rencananya dilepas ke pasar pada 2007. Bagaimana dengan Indonesia? Kita juga tak kalah. Adalah PT Dirgantara Indonesia, bekerja sama dengan Pusat Teknologi Elektronika Dirgantara dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), merancang satelit nano yang dinamakan Indonesia Nano Satelit-1 (Inasat-1). Mochtar Riady dari Grup Lippo dan Prof. Yohanes Surya (pelopor Tim Olimpiade Fisika Indonesia) dan kawan-kasan juga telah mendirikan Center for Nanotechnology. Meski belum menyentuh hajat hidup orang banyak, minimal kita tidak kalah start. Perkembangan ke depan nanoteknologi membuat kita mampu memproduksi chip dengan ukuran lebih kecil, lebih kuat dan lebih efisien. Hal ini akan berdampak positif bagi perkembangan teknologi. Bahkan, kini sedang dikembangkan komputer quantum dengan nanoteknologi. Dalam bidang pertanian, dengan nanoteknologi, hasil rekayasa genetika tanaman akan lebih mudah dikontrol, sehingga tercipta produk pertanian yang unggul dengan harga murah. Dalam bidang pertahanan, pemerintah AS melalui Institute for Soldier Nanotechnologies of MIT tengah mengembangkan pakaian tempur pintar yang tipis dan ringan, yang dapat melindungi pemakainya dari terjangan peluru, senjata kimia serta radiasi. Bukan itu saja, baju pintar ini dapat mendeteksi bagian tubuh yang terluka dan mengobatinya. Kecanggihan terakhir, baju pintar ini dapat berubah warna sesuai kondisi sekitar bak bunglon. Dalam bidang industri, berbagai terobosan dapat dilakukan dengan nanoteknologi untuk menggantikan bahan baku industri yang kian langka. Jepang, misalnya, pada 1997 membuat proyek ultra baja untuk mengembangkan teknologi konservasi baja. Baja super ini dilaporkan memiliki kekuatan dua kali lipat dari baja biasa, sehingga pemakaiannya dapat lebih efisien. Hal ini dapat menjadi solusi bagi krisis baja yang melanda dunia beberapa bulan terakhir akibat melonjak tajamnya permintaan baja dari Cina. Banyak ilmuwan yang percaya bahwa nanoteknologi adalah teknologi masa depan, yang sebentar lagi akan terjadi. Dalam bukunya 10 Lessons From the Future : Tomorrow is A Matter of Choice, Make It Yours , Wolfgang Grulke menyatakan bahwa nanoteknologi akan berkembang sangat pesat, bahkan masyarakat umum sudah dapat merasakan manfaatnya pada 2007. Dengan kemampuan nanoteknologi yang dapat mengubah materi dari elemen paling dasar, yaitu atom, kita akan dapat menghasilkan banyak hal yang dulu hanya ada di angan-angan. Ada dua pertanyaan besar yang harus kita tanyakan kepada diri sendiri. Pertama, apakah kita akan menjadi pemain dalam perkembangan nanoteknologi, ataukah hanya sebagai penonton? Pilihan ada di tangan kita. Selama ini Indonesia selalu belajar dari negara maju. Tidakkah ada keinginan suatu saat kita menjadi guru? Kedua, apakah nanoteknologi ini akan membawa perbaikan standar hidup manusia, atau malah merusaknya? Teknologi ibarat pisau, bisa digunakan untuk kebaikan atau kejahatan. Nanoteknologi bisa menghasilkan produk pertanian yang berguna bagi pengentasan kemiskinan dan kelaparan. Namun, nanoteknologi juga dapat menghasilkan bahan kimia yang mematikan. Pilihan ada di tangan kita. [2] REFERENSI # 2: *** Lembaga Penerbit FEUI Luncurkan Buku Karya Mochtar Riady *** http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/m/mochtar- riady/buku/index.shtml Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI meluncurkan buku kaya Mochtar Riady berjudul "Nanotechnology management Stayle: Bagaimana menyehatkan penyakit ketuaan pada perusahaan dan menyelamatkan perusahaan keluarga", yang digelar dalam suatu acara bedah buku, berlangsung Selasa (07/12/2004) di Golden Ballroom Hotel Hilton Jakarta. Suatu acara peluncuran buku yang istimewa, karena tidak saja dihadiri oleh kalangan akademisi, tetapi juga para professional, pengusaha, birokrat, pejabat dan mantan pejabat negara serta para menteri. Sambutan pada acara berturut-turut disampaikan Dr.Aditiawan Chandra Dekan Fakultas Ekonomi UI, Rektor UI Prof. Dr.Usman Chatib Warsa, SpMK dan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Dr.Alwi Shibab. Sedangkan para pembahas yang membedah buku yaitu Prof.Dr. Azhar Kasim, Prof.Dr. S.B. Joedono, Prof.Dr.Usman Chatib Warsa, SpMK dan Dr. Rhenald Kasali. Dalam buku ini, Mochtar Riady memaparkan prinsip-prinsip dasar dari setiap manajemen, baik di sektor swasta maupun pemerintahan, bagaimana mengatur dan mengendalikan secara harmonis unsur-unsur yang terkecil dalam suatu organisasi, yaitu single person, single action,, single duty dan single merchandise. Konsep ini merupakan dasar dari Nanoscientific Management yang sudah diterapkan pada industri yang paling kompleks, industri ritel dan perbankan dan juga pada manajemen pendidikan tinggi. Konsep manajemen ini berlaku secara universal, tentunya dapat bermanfaat dan dapat ditrerapkan untuk segala bidang manajemen, baik swasta maupun pemerintahan untuk melaksanakan reformasi cara kerja guna meningkatkan produktivitas hasil. Di lingkungan UI, Mochtar Riady pernah menjabat sebagai Ketua Majelis Wali Amanat [3] REFERENSI # 3: Physics Journal of the Indonesian Physical Society http://www.jurnal.lipi.go.id/situs/pjhfi/ - http://pj.hfi.fisika.net Monday, 29 August 2005 Shifting of Hall-Petch Effect in Super and Ultra-hard Nanocomposites Keba Moto, Z. Abubakar, L. Setiarini, A. Faisal, H. Nurhadi Material Technology Group, Departemen Fisika, Universitas Indonesia, Kampus Baru Depok, 16424, Indonesia and THE MOCHTAR RIADY CENTRE FOR NANOTECHNOLOGY AND BIOENGINEERING Karawaci-Banten, Indonesia Abstract Nanocomposites coating such as nc-TiN/a-Si3N4 has been produced as hard coating for cutting tools industries. Novel properties such as high hardness, toughness and thermal stability have set up this coating material to have a wide range of application. However, the origin of these novel properties is still unclear and left as scientific problems. In order to solve these problems, we present a mechanical system modeling of nanocrystalline that can clarify the experimental result in obtaining super- and ultrahard coatings. It is obtained that the influence of amorphous content and nanocrystallite size in the nanocomposite nc-TiN/a-Si3N4 has form a similar effect to the Hall-Petch relation, in a new view point. The model demonstrates that in nc-TiN/a-Si3N4 the Hall-Petch relation occurs in a different way, that is, this relation has two vital parameters (amorphous content and crystallite size) which create a shifting on the Hall-Petch relation in common nanostructure design. Publication : Physics Journal IPS Proceeding Supplement C8 (2004) 0527 Date : 5 June 2004 / 5 June 2004 Full paper : format PDF (155.516 byte) Contact : Keba Moto Additional info : 4 pages, language English [4] REFERENSI # 4: http://www.fisikanet.lipi.go.id/utama.cgi? artikel&&21 402. Wolfgang Ernst Pauli : Lebih Suka ke Kafe daripada Belajar - Yohanes Surya (17 Agustus 2003) 409. Belajar Teori Chaos Lewat Goyang Inul - Kebamoto (10 Mei 2003) 412 . Kiprah Cowok/cewek Indonesia dalam Olimpiade Fisika Dunia - Yohanes Surya (18 April 2003) 416. Martinus JG Veltman : Si "Nilai Pas-pasan" Peraih Nobel - Yohanes Surya (15 November 2002) 417. 419. Gerardus Hooft : Kelak, Orang Bisa Menghilang - Yohanes Surya dan Candra Widanarko (12 Oktober 2002) 417. Murray Gell-Man : The Man with Five Brains - Yohanes Surya (18 Oktober 2002) 418. Santa Fe Institute : "Mengawinkan" Ilmu Non-eksak dan Eksak - Yohanes Surya (18 Oktober 2002) Quo Vadis Pembelajaran Sains? Roy Sembel (Universitas Bina Nusantara) Sepuluh tahun lalu, Yohanes Surya, Agus Ananda, Stephan van den Brink, Joko Saputro, saya, dan beberapa orang Indonesia lain masih menjadi mahasiswa S-3 di Amerika Serikat. Tiga yang disebut pertama di bidang fisika, Joko di bidang ilmu komputer, dan saya di bidang bisnis dan ekonomi. Sebagai mahasiswa idealis, kami merasa potensi siswa Indonesia sebenarnya sangat besar. S Kami sangat bersyukur diberi kesempatan dan membuktikan sendiri bahwa mahasiswa Indonesia tidak kalah dari mahasiswa dari mancanegara. Bila diberi kesempatan dan bekal yang cukup, siswa Indonesia sangat mampu bersaing di kancah internasional. Masalahnya, akses ke arena internasional masih sulit dan pembekalan di dalam negeri masih terbatas. S Kesempatan mengikutsertakan siswa Indonesia dalam kompetisi fisika tingkat internasional (International Physics Olympiade/IphO) langsung ditangkap Yohanes dan Agus. Dengan inisiatif dan lobi mereka, Indonesia diberi perlakuan khusus untuk tidak perlu memulai sebagai peserta pengamat, melainkan langsung sebagai peserta biasa. S Setelah melakukan lobi ke dalam negeri dan seleksi singkat terhadap siswa SMA (belum menjadi SMU) di Indonesia (kebanyakan atas biaya sendiri), terpilihlah lima wakil Indonesia. Kelima siswa itu kemudian dilatih secara khusus oleh Yohanes dan Agus di tengah kesibukan mereka berdua sebagai mahasiswa S-3. Hasilnya luar biasa. Baru ikut pertama kali, Indonesia langsung meraihmedali perunggu. Banyak negara yang telah ikut berkali-kali, namun tak pernah sekali pun meraih medali. S Berbekal idealisme dan hasil awal yang menggugah semangat, terbentuklah Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI, http://www.tofi.or.id). Selama 10 tahun berikutnya, perjuangan TOFI mengalami pasang surut, namun tetap berlanjut. TOFI akhirnya menjadi motor suksesnya siswa Indonesia dalam kompetisi sains, khususnya fisika, di level internasional. Sejak tahun lalu, Indonesia dipercaya menjadi tuan rumah IPhO dan berhasil meraih tiga medali emas, satu perak, dan satu perunggu. Tahun ini, Indonesia menjadi juara umum Olimpiade Fisika Asia (APhO) dengan meraih enam medali emas dan dua penghargaan khusus. Tahun 2003 ini, IPhO baru dimulai awal Agustus mendatang. Resep sukses TOFI diadopsi untuk membentuk Tim Olimpiade Komputer Indonesia (TOKI), yang dipelopori Joko Saputro. TOKI pun meraih medali emas di Olimpiade Komputer Internasional. Pola pembinaan TOFI dan TOKI mulai diterapkan pada tim sains lainnya (kimia, biologi, matematika). Meski belum sesukses TOFI, tim sains lain mulai menampakkan hasil. Tahun ini, misalnya, Tim Olimpiade Kimia Indonesia sukses memperoleh medali perak dan penghargaan lainnya. Sumber : Gatra (28 Juli 2003) ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital. http://us.click.yahoo.com/ons1pC/lbOLAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/