http://www.kompas.com/kompas-cetak/0510/06/utama/2106522.htm


 
Dulu Rp 3.000 Dapat Lauk Telur, Sekarang... 
MH SAMSUL HADI


Bagi pekerja kasar di Jakarta, seperti kuli proyek, dampak kenaikan harga bahan 
bakar minyak langsung terasa hingga perut. Pengurangan porsi makanan di warung 
telah mengubah pasokan gizi ke tubuh mereka.

Menyedihkan. Satu kata itulah yang pertama kali diucapkan Dirya (55), kuli 
proyek galian Telkom di Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat, mengenai dampak 
kenaikan harga BBM yang dialaminya, Rabu (5/10).

Ekspresi wajahnya dingin, menunjukkan ketidakberdayaan rakyat kecil menghadapi 
kebijakan pemerintah.

Dulu (sebelum harga BBM naik Red) uang Rp 3.000 dapat lauk telur. Sekarang 
dengan uang segitu cuma sayur doang, lanjut pria asal Cirebon itu. Kalau mau 
telur, harganya jadi Rp 3.500 atau Rp 4.000, ujarnya lebih lanjut.

Seperti orang kebanyakan, urusan perut bagi kuli proyek adalah juga soal 
selera. Artinya, antara satu orang dan yang lain berbeda dalam memenuhinya. 
Hanya ada dua pilihan bagi kuli proyek dalam mengelola pengeluaran untuk makan 
sehari-hari, yakni tetap bertahan pada pengeluaran rutinnya atau mengikuti 
harga warung.

Dua pilihan itu sama-sama mengandung konsekuensi masing-masing. Dirya dan enam 
rekannya di Jalan Daan Mogot itu, misalnya, memilih ikut harga warung agar menu 
hariannya tidak berubah. Akibatnya, sebagian besar upahnya, Rp 30.000 per hari, 
terkuras untuk makan.

Kalau tidak begitu, badan cepat lemes. Kerja kurang semangat, ujar Dirya.

Wawan (30), rekannya, mengaku pernah mencoba irit dengan membeli makanan Rp 
2.500 untuk seporsi. Tapi, tidak dilayani karena, kata penjual, belinya terlalu 
sedikit kata Wawan.

Pilihan mengikuti harga warung agar kebutuhan kalori tidak berubah tentu saja 
membuat pengeluaran mereka untuk makan meningkat drastis. Mereka mengaku Rp 
25.000 habis untuk makan tiga kali sehari plus kopi dan rokoknya. Sarapan Rp 
7.000, makan siang Rp 8.000, dan makan malam Rp 10.000.

Berbeda dengan Wakiman (40) dan Juli (35), kuli proyek penggalian saluran air 
Dinas Pekerjaan Umum (DPU) DKI di Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat. 
Keduanya memilih bertahan pada pengeluaran sebelum kenaikan harga BBM, yaitu Rp 
3.000 sekali makan.

Risikonya, menu makanan jelas berubah, dari biasanya nasi sayur dengan lauk 
telur, kini hanya nasi sayur dengan tempe. Begitu paginya (harga) BBM naik, 
pagi itu pula harga makan di warung dan rokok ikut naik, kata Wakiman.

Pria asal Boyolali itu memerinci, seporsi nasi lauk tempe yang dulunya Rp 2.500 
naik menjadi Rp 3.000 atau Rp 3.500; seporsi nasi lauk telur dari Rp 3.000 
menjadi Rp 3.500; dan seporsi nasi lauk ikan tongkol dari Rp 3.500 menjadi Rp 
4.000.

Banyak minum

Bukan itu saja yang membuat mereka puyeng. Nasi yang tadinya banyak, sepiring 
bisa penuh, sekarang agak berkurang. Dulu satu piring nasi sama seperti dua 
piring. Sekarang satu piring nasi seperti separo dari porsi normal, tutur Juli 
(35).

Padahal bagi umumnya kuli proyek, banyak-sedikitnya nasi sangat vital bagi 
tenaga mereka. Ibaratnya, meski dengan lauk ala kadarnya dan sambal, tidak 
menjadi masalah selama nasi banyak. Karena itu, berkurangnya nasi saat makan di 
warung- warung bagaikan musibah bagi mereka.

Untuk mengatasinya, Juli mengaku ia dan kawan-kawannya memperbanyak minum air 
putih, sebelum maupun sesudah makan. Maksudnya, agar cepat terasa kenyang dan 
memacu semangat kerja mereka, sekalipun sesudah itu lapar kembali. Kalau enggak 
mengirit, nanti Lebaran enggak bisa pulang. Bisa saja makan ayam atau ikan, 
tapi mungkin besoknya tidak bisa makan, tuturnya.

Selama bekerja di proyek itu, ia mengaku mendapat upah Rp 35.000 per hari. 
Pengeluaran makan plus rokoknya Rp 3.700 untuk sekali makan. Dengan makan tiga 
kali sehari, total anggaran untuk pos makan sehari-hari Rp 11.100. Itu belum 
termasuk kalau mau ngopi, beli es, atau sesekali pengin lauk telur atau ayam.

Harus lembur

Pilihan bertahan dengan pengeluaran lama, meski risikonya menu dan gizi 
menurun, juga dilakukan Turipno (21), Kentus (30), dan beberapa pekerja asal 
Lampung lainnya di proyek pemancangan tiang monorel di Jalan Rasuna Said, 
Kuningan, Jakarta Selatan.

Menurut Turipno, dengan upah Rp 27.000 per hari yang bisa diambil 20 hari 
sekali, mereka tidak punya cara lain, kecuali mengetatkan ikat pinggang (dalam 
arti yang sesungguhnya).

Sejak harga BBM dinaikkan pemerintah, Turipno dan rekan- rekannya terpaksa 
membatasi pengeluaran, yaitu Rp 3.000 untuk sekali makan. Mereka siap dengan 
risiko hanya makan nasi dengan lauk tempe. Bukan lauk telur, ikan, atau ayam, 
seperti yang mereka nikmati bulan lalu.

Sekarang kalau mau makan dengan lauk ikan atau ayam, harus menunggu lemburan 
dulu, kata Kentus (30). Kerja lembur bagi mereka adalah menambah jam kerja pada 
malam hari. Upah lembur itu ditetapkan Rp 3.500 per jam. Hanya saja, lembur itu 
tidak selalu ada setiap hari alias tidak bisa ditentukan.

Beban kerja para kuli proyek itu tetap, yakni bekerja pukul 08.00-17.00. Upah 
mereka pun tetap. Namun, harga makanan telah merangkak naik. Mereka bukan 
penerima dana kompensasi dan bukan pula pengguna transportasi yang langsung 
berurusan dengan BBM. Namun, dampak harga BBM yang mereka tanggung langsung 
menimpa perut mereka.


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
1.2 million kids a year are victims of human trafficking. Stop slavery.
http://us.click.yahoo.com/X3SVTD/izNLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




Kirim email ke