http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_c&id=192154
Kamis, 06 Okt 2005,



Intelektualitas v Spiritualitas 
Oleh Desy Indriani * 


Gaung keimanan yang menyeruak kalbu umat muslim mulai muncul ke permukaan 
seiring datangnya Ramadan. Hampir seluruh instansi, baik milik pemerintah 
maupun swasta bersiap menyambut kemeriahan Ramadan, tidak terkecuali institusi 
pendidikan tinggi. 

Intensitas ibadah yang meningkat jelas menimbulkan sensasi jiwa yang sulit 
dilukiskan melalui kata-kata. Namun, bagi sebagian orang, sensasi ini bagaikan 
angin lewat. Mungkin berkemelut dalam benak kita sebuah pertanyaan, mengapa ini 
bisa terjadi? Seribu satu alasan akan keluar untuk menjadi jawabannya. 

Kita melihat banyak sekali peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini. Sebut saja 
kenaikan harga BBM yang mencekik leher rakyat. Kemudian bom Bali 2 yang 
menimbulkan ancaman ketakutan dan trauma psikis yang mendalam. Semua itu tentu 
saja mengoyak dan mengobarkan api di hati setiap aktivis mahasiswa prorakyat. 

Namun, genderang perang yang mereka gaungkan melawan kebijakan pemerintah 
ataupun teroris, membuat perang melawan hawa nafsu di Ramadan ini menciut. 
Ironisnya, ini terjadi di Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim.

Sikap skeptis para mahasiswa, khususnya kalangan aktivis, untuk memilih mana 
yang lebih penting antara memperjuangkan aspirasi serta idealisme mereka di 
hadapan para pejabat politik dan pemerintahan, atau memperjuangkan ibadah 
mereka di hadapan Tuhan, bisa menimbulkan ketimpangan yang besar antara 
intelektualitas dan spiritualitas. 

Ketimpangan itu tidak akan melebar, atau dapat tertutup rapat, jika 
sinkronisasi antara intelektualitas dan spiritualitas terjaga eksistensinya. 
Seperti gagasan yang dikemukakan salah satu founding fathers Indonesia (Bung 
Karno) dalam konstitusi negara Indonesia bahwa manusia harus memiliki 
keseimbangan antara jiwa dan raga. 

Sila Ketuhanan Yang Mahaesa diletakkan pada urutan pertama bukanlah tanpa 
makna. Ketuhanan menjadi dasar dari segala aspek kehidupan bangsa Indonesia. 

Pemikiran inilah yang benar-benar dibutuhkan generasi penerus bangsa. Sebab 
tanpa adanya hal tersebut, sumber daya manusia yang berkualitas belum tentu 
tercipta.

Dalam ajaran Islam, menuntut ilmu dan beribadah kepada Tuhan merupakan suatu 
kewajiban yang harus dilakukan setiap individu sampai akhir hayat. 

Namun, paradigma kontemporer yang menghinggapi alam pikiran sebagian kita 
justru sebaliknya, mengutamakan intelektualitas daripada spiritualitas. 

Intelektualitas yang menggambarkan kemajuan dalam berpikir, seakan menjadi 
Tuhan yang sangat dipuja oleh hambanya, dan spiritualitas hanyalah ajaran 
turun-temurun warisan orang tua.

Mekanisme pemikiran yang bisa dibilang ngawur ini harus secepatnya dihilangkan 
dari pemikiran kita, yaitu dengan cara menyosialisasikan dasar pemikiran yang 
menyatakan bahwa ilmu tidak bisa lepas dari agama, karena sumber ilmu adalah 
agama. 

Sebagai contoh dalam Alquran surat 10 ayat 101, kita diperintahkan untuk 
memperhatikan apa yang ada di langit dan di bumi. 

Achmad Baiquni dalam bukunya Al-Qur'an: Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, 
menyatakan bahwa ayat tersebut mendorong manusia untuk mengadakan pengamatan 
pada langit dan bumi serta peristiwa-peristiwa yang terjadi di sana. 

Observasi ini tentu harus disertai pengukuran terhadap besaran-besaran yang 
penting (QS, 54:49). Sehingga pengetahuan yang diperoleh tidak hanya 
kualitatif, tapi juga kuantitatif dan datanya dapat diperlakukan secara 
sistematis.

Jika kepentingan intelektual pribadi mengalahkan kebutuhan akan kemurnian 
agama, tak ayal lagi akan terjadi krisis agama. Dampak yang paling signifikan 
atas krisis ini adalah hilangnya jati diri kita sebagai bangsa yang beriman dan 
beragama. 

Hilangnya jati diri ini juga berhubungan dengan lepasnya kendali atas 
nilai-nilai spiritualitas yang menimbulkan tarik-menarik antara doktrin agama 
dan modernisasi yang bersumber dari intelektualitas. 

Contoh nyata adalah perlombaan persenjataan pemusnah masal yang diproduksi 
negara-negara maju. Kenyataan ini menjadi indikasi adanya ancaman yang serius 
bagi manusia dalam memandang sisi moral beragama mereka. 

Mengingat ungkapan Nietzsche bahwa "Tuhan telah mati" bukan berarti menolak 
eksistensi Tuhan sendiri, melainkan hanya stereotip pemikiran yang lebih 
mengedepankan kehidupan duniawi dibanding kehidupan rohani. 

Jadi, selayaknya kekuatan moral spritual tidak boleh tenggelam dalam laju 
modernisasi yang hampir tak terkendali.

Tidaklah salah mengemukakan aspirasi pribadi ataupun kelompok, baik untuk 
memperjuangkan aspirasi rakyat maupun mengontrol kinerja pemerintahan. Tetapi, 
pernahkah tebersit dalam pikiran kita bahwa ibadah merupakan esensi yang 
terpenting dalam hidup? 
*. Desy Indriani, mahasiswi Bahasa Tionghoa Universitas Widya Kartika Surabaya.

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give at-risk students the materials they need to succeed at DonorsChoose.org!
http://us.click.yahoo.com/Ryu7JD/LpQLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke