Sehubungan dengan adanya rekan2 di milis yang
menyatakan bahwa harga minyak yang diacu sebaiknya
harga minyak di pom bensin di AS yang berbeda2 antar
negara bagian di mana harga tertinggi di Hawaii: US$
3,24/gallon (Rp 8559/liter) dan terendah di Oklahoma:
US$ 2,02/gallon (Rp 5336/liter)
http://www.gaspricewatch.com/new/

Saya lampirkan beberapa artikel bahwa harga minyak
internasional yang dijadikan rujukan adalah yang di
New York Mercantile Exchange (www.nymex.com).

Ada pun pemerintah Indonesia tak perlu membeli dari
situ, tapi bisa langsung membeli dari negara eksportir
minyak seperti Malaysia dan Saudi dengan harga yang
lebih murah.

Kamis, 02/12/2004 17:02 WIB
Penurunan harga minyak tak hambat penguatan yen 
oleh : Djony Edward 

TOKYO (Reuters): Greenback pada perdagangan sore ini
terus terkoreksi terhadap mata uang global, termasuk
terhadap yen terdepresiasi 0,52% menjadi 102,38 yen
kendati harga minyak dunia semakin merosot tajam. 

Data Reuters pukul 16:55 BBWI menunjukkan greenback
juga terkoreksi terhadap mata uang tunggal Eropa 0,46%
menjadi US$1,3344 per euro, dan melemah 0,99% terhadap
poundsterling Inggris menjadi US$1, 9373 per pound. 

Diberitakan siang ini harga minyak dunia berdasarkan
patokan harga New York Mercantile Exchange (NYMEX)
turun lagi ke posisi US$45,65 per barel, merupakan
hari penurunan harga minyak paling tinggi sepanjang
hari ini yakni mencapai 7,42%. 

Sementara harga minyak brent naik tipis ke level
US$42,31 per barel, penurunan ini sebagai dampak sudah
terpenuhinya sebagian kebutuhan stok minyak AS. 

Sementara wacana pergantian Gubernur Bank Sentral AS
yang masih berlangsung pagi ini belum memberikan
dampak positif terhadap greenback. 

Karena itu diprediksikan Federal Open Market Committee
(FOMC) pada 14 Desember 2004 ini dijadualkan akan
kembali menaikkan suku bunga Fed Fund. 
 
http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=477&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&pared_id=333793&patop_id=W40

Kenaikan Harga BBM dan Dampaknya terhadap Dunia Usaha
    0 Tanggapan    

 
Senin, 25 Oktober 2004 09:51 WIB - warta ekonomi.com





Oleh: Arsegianto

Untuk  pengiriman Juni, New York Mercantile Exchange 
mencatat harga  minyak WTI rata-rata US$41,38,
sementara minyak  Brent  di London  diperdagangkan 
pada US$38,8 per barel.  Tingginya  harga minyak dunia
akhir-akhir ini bukan saja karena OPEC masih menahan
produksi  dan  meningkatnya permintaan  dari 
negara-negara  yang sedang memulihkan ekonominya,
tetapi juga dipicu oleh speculative demand  yang 
mencerminkan  persepsi  masyarakat  dunia  terhadap
politik, seperti situasi Irak yang tak menentu.

Bagi Indonesia, tingginya harga minyak justru membuat
pemerintah  kalang  kabut dalam mempertahankan 
kebijakan  subsidi  BBM. Pasalnya, jumlah minyak
bagian pemerintah yang 600.000 barel  per hari itu
jauh di bawah konsumsi BBM domestik yang saat ini 
lebih dari 1 juta barel per hari. Perubahan asumsi
harga minyak di APBN 2004  dari US$22 menjadi US$34
per barel menyebabkan subsidi  BBM naik dari Rp14,5
triliun menjadi Rp60 triliun. 

Dampak terhadap Dunia Usaha
Industri migas hulu jelas diuntungkan dengan harga
minyak yang tinggi.  Investasi akan tumbuh dengan
sendirinya karena  rate  of return  sektor  ini
meningkat pesat. Beberapa  tahun  belakangan, alasan
keamanan, otonomi daerah, dan persaingan investasi 
global menyebabkan  investasi di sektor hulu migas
menurun.  Ini  terasa dengan menurunnya produksi
minyak Indonesia yang enam tahun  lalu masih 1,5 juta
barel per hari, kini tinggal 1,1 juta barel. 

Dewasa  ini, dengan naiknya harga minyak, investasi di
 sektor hulu  migas mulai bangkit. Jumlah kontrak
operasi  wilayah  kerja baru  yang  ditandatangani 
meningkat pesat, sehingga  kini  agak sulit  untuk 
menyewa rig pengeboran karena banyak  dipakai  atau
sudah  telanjur  dipesan. Adanya time lag  antara 
investasi  dan produksi  menyebabkan  volume produksi
saat ini  masih  di  bawah harapan. 

Hal lain yang harus diwaspadai adalah tergesa-gesanya
kontraktor  migas  (dan pemerintah) untuk meningkatkan
 produksi  selagi harga  sangat  bagus,  dan 
cenderung  mengabaikan  kaidah-kaidah teknik  yang
benar, sehingga menyebabkan kerusakan  formasi  yang
ujung-ujungnya justru akan menurunkan produksi dan
recovery dalam jangka panjang.

Beberapa  waktu  lalu Menperindag  Rini  Soewandi 
mengatakan, kenaikan  harga minyak dunia akan
meningkatkan  ekspor  komoditas Indonesia.  Ini  jika
harga BBM dijaga  melalui  subsidi,  sesuai dengan 
janji pemerintah untuk membekukan harga BBM selama 
2004. Usulan untuk menjaga harga BBM tetap rendah pada
APBN 2005  telah disuarakan oleh Kepala Badan Analisa
Fiskal, Departemen Keuangan, Anggito Abimanyu. Dari
sisi ini, kebijakan pemerintah  mengkarantina harga
BBM memang berdampak positif bagi dunia usaha.

Di  sisi  lain, upaya menekan harga BBM akan 
menyebabkan  pos subsidi  membengkak, yang berarti
mengurangi  peluang  pemerintah untuk membelanjakannya
ke sektor lain yang lebih produktif. Walau peran 
swasta sekarang jauh lebih besar dibandingkan semasa 
Orde Baru, tetap saja peran pemerintah melalui
APBN-nya masih  dominan sebagai pemacu kegiatan
ekonomi. 

Disparitas  harga minyak tanah antara sektor rumah
tangga  dan industri  menyebabkan ibu-ibu rumah tangga
kesulitan  mendapatkan minyak  tanah. Minyak jatah
mereka dialihkan ke  industri  secara ilegal. Harga
BBM dalam negeri yang terlalu rendah dibanding luar
negeri  juga memberikan insentif untuk penyelundupan. 
Untuk  itu pemerintah  perlu mengeluarkan biaya ekstra
guna  mengurangi  penyimpangan-penyimpangan,  dengan
hasil yang tidak begitu  efektif pula. Jadi, dari sisi
ini, kenaikan harga minyak dunia  berdampak negatif
terhadap kegiatan usaha di dalam negeri.

Harga  minyak  dunia merupakan exogenous factor  bagi 
ekonomi Indonesia.  Naik turunnya di luar kendali
pemerintah.  Pemerintah hanya  price taker. Tingginya
harga minyak dunia jelas akan  mempengaruhi  dunia 
usaha apabila pemerintah melepaskan  harga  BBM sesuai
pasar, sebagaimana amanat UU No. 22/2001. Tampaknya
pemerintah  belum  berani melaksanakan UU tersebut dan
 masih  memakai instrumen  subsidi untuk tujuan yang
lebih politis. Jadi,  dengan kebijakan subsidi,
kenaikan harga minyak dunia sekaligus  berdampak 
positif  dan negatif bagi dunia usaha,  yang  pada 
ujungnya tergantung  pada seberapa kuat pengaruh 
masing-masing.  Analisis parsial  akan memberikan
gambaran berbeda dengan  analisis  dari sisi lain.

Dampak tingginya harga minyak terhadap dunia usaha 
tergantung pada  kebijakan pemerintah dalam
menggunakan  instrumen  subsidi. Dampaknya,  baik
positif maupun negatif, bisa  bersifat  langsung atau
tidak langsung. Dampak baik dalam jangka pendek belum 
tentu positif untuk jangka panjang, atau sebaliknya.
Dan perlu  diingat bahwa ekonomi bersifat
multiobjectives. Pertumbuhan,  pemerataan, penyediaan 
lapangan kerja, stabilitas, dan lingkungan  merupakan
tujuan yang sering saling bertentangan (conflicting 
objectives). Analisis  common-senses  ala Rini
Soewandi  terlalu  parsial  dan sederhana, sementara
analisis model ekonometrik tak mampu  membedakan
dampak jangka pendek dan jangka panjang. Pendekatan
simulasi System Dynamics yang dikembangkan Jay
Forrester (1950) mungkin lebih tepat untuk
mengeksplorasi dampak jangka pendek dan  jangka
panjang dari kebijakan subsidi BBM terhadap dunia
usaha di  Indonesia.  Saya  belum tahu apakah kajian
ini telah  dilakukan  oleh institusi tertentu. 

Namun  jelas,  kebijakan  subsidi BBM tak  baik  untuk
 jangka panjang.  Banyak  yang  harus  dikorbankan 
untuk  mempertahankan program  subsidi  BBM; bukan
hanya dana,  tetapi  juga  runtuhnya moral akibat
munculnya peluang penyelundupan, pengoplosan,  serta
pemborosan  pemakaian  energi dan  pencemaran 
lingkungan.  Perlu dipertanyakan,  sampai  berapa lama
pemerintah  mampu  mensubsidi jika harga minyak yang
tinggi terjadi berkepanjangan?

Jika Harga Minyak Tinggi Berkepanjangan
Minyak merupakan sumber daya yang tidak terbarui.
Harga minyak dunia  melonjak  signifikan  pada oil 
shock  pertama  (Indonesia menyebutnya oil boom) tahun
1973 kala embargo negara-negara  Arab terhadap  AS 
dan sekutunya. Oil shock kedua  terjadi  1979  pada
waktu kekuasaan Shah Iran beralih ke Imam Khomeini.
Harga  minyak sejak itu naik-turun, tetapi tetap
bertengger jauh di atas  harga sebelum embargo yang
tak sampai US$2 per barel. 

Isu menipisnya cadangan minyak dunia muncul timbul 
tenggelam. Sejauh  ini orang memandang kenaikan harga
minyak sebagai  siklus bisnis, dan tak ada yang
mengaitkannya dengan penurunan  cadangan dunia. 
Memang  cadangan minyak Arab Saudi dan  Irak  saja 
masih dapat  menopang  kebutuhan dunia selama  seratus
 tahun.  Apalagi kalau  ditambah  pengembangan
teknologi yang  mampu  meningkatkan efisiensi
pengambilan minyak. Akan tetapi, kebutuhan energi 
juga meningkat pesat. National Geography edisi Juni
menulis, pada 2025 konsumsi  minyak Cina akan mencapai
10 juta barel per hari,  yang sebagian besar diperoleh
dari luar. Cina menjadi konsumen  minyak terbesar
kedua di dunia setelah AS.

Bagaimana di Indonesia? Cadangan minyaknya sejak
puluhan tahun yang  lalu  hampir  tak berubah, yaitu
sekitar  9  miliar  barel, termasuk 5 miliar barel
cadangan terbukti. Artinya, penemuan  dan produksi
hampir seimbang. Justru yang naik adalah 
permintaannya, sehingga  Indonesia yang dulu dikenal
sebagai  negara  pengekspor minyak kini menjadi net
importer. Kemampuan pemerintah  menyediakan  subsidi 
makin  turun; pendapatan ekspor  minyak  yang  dulu
menjadi  andalan  penerimaan devisa, kini  habis 
untuk  menopang sektor migas sendiri. Penurunan
produksi minyak menjadi  polemik. Pemerintah 
menyatakan,  situasi ekonomilah  penyebab  menurunnya
investasi  sehingga produksi minyak menurun. Tak ada
yang  menyebutkan  cadangan  nasional menurun karena
masih  banyak  cekungan yang  belum dieksplorasi,
penerapan teknologi EOR  (enhanced  oil recovery), dan
sebagainya.

Terlepas dari apakah cadangan masih banyak atau kian 
menipis, yang  masih terlewatkan adalah usaha-usaha
dini pemerintah  untuk menghindarkan  situasi  yang
tak diinginkan,  seperti  menurunnya cadangan  minyak,
serta tingginya harga minyak yang  berkepanjangan.
Strategi telah tersedia, yaitu diversifikasi,
intensifikasi, dan  indeksasi  energi, tetapi masih 
berupa  konsep.  Pemerintah perlu mulai melakukan
implementasinya secara  bersungguh-sungguh, mumpung
situasinya belum benar-benar gawat. 

Penulis adalah staf pengajar Departemen Teknik
Perminyakan ITB. 
http://www.wartaekonomi.com/detail.asp?aid=3339&cid=9
 


Ingin belajar Islam? Mari bergabung milis Media Dakwah
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]


                
__________________________________ 
Yahoo! FareChase: Search multiple travel sites in one click.
http://farechase.yahoo.com


------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital.
http://us.click.yahoo.com/ons1pC/lbOLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke