Fenomena al-Idhlal wa al-Takfir

Oleh Imam Nakho'i
Dosen Ma'had Aly PP Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo Situbondo

Belakangan ini seringkali kita saksikan sekelompok kaum beragama, atas 
nama agama telah men-sesatkan, bahkan memandang kufur kelompok lain yang 
seagama. Fenomena al-idhlal (penyesatan) dan al-takfir (pengkafiran) ini 
akan terus menggelinding di tengah-tengah masyarakat.

Fenomena ini juga mengingatkan kita pada peristiwa masa lalu dalam 
sejarah Islam yang berujung pada simbah darah akibat perbedaan dalam 
syariah (baca: fikih) dan akidah. Dikisahkan, bahwa penduduk Jilan yang 
mengikuti Mazhab Hanbali akan membunuh siapa pun dari pengikut Mazhab 
Hanafi yang memasuki wilayahnya. Demikian pula pengikut Mazhab Hanafi di 
wilayah Bukhara, Samarkan dan sekitarnya memandang sebuah masjid 
pengikut Mazhab Syafi'i sebagai gereja. Sampai pada akhirnya ditutuplah 
masjid tersebut oleh kelompok Hanafiyah dengan lumpur (al-thin) dan 
tembok keras (al-labin) [al-Ta'yin, hlm 260]. Kisah sama pernah terjadi 
dalam masalah akidah. Misalnya, tatkala kelompok Mu'tazilah 
menghancurkan kelompok Asy'ariyah, Syi'ah versus Sunni dan seterusnya.

Demikianlah sejarah umat terdahulu menyikapi perbedaan dalam masalah 
fiqh dan aqidah. Menyedihkan, bahkan meluluhlantakkan kemanusian serta 
hak-haknya yang sangat dijunjung tinggi oleh al-Quran. Kita sepakat, 
bahwa akidah umat harus dijaga. Al-Quran sebagai wahyu Tuhan harus 
diselamatkan dan dipelihara. Umat manusia harus pula dibimbing ke jalan 
yang benar. Pertayaannya kemudian, akidah seperti apa yang harus menjadi 
keyakinan seluruh umat Islam yang harus diselamatkan? Ajaran agama 
(syariah, fikih) mana yang wajib dipertahankan? Hanyakah ada satu jalan 
menuju kebenaran atau ada banyak jalan menuju kebenaran yang 
diyakininya? Jalan yang mana? Bagaimana pula kita menyikapi kelompok 
yang oleh karena dilengkapi akal oleh Allah kemudian mereka menemukan 
dan memiliki pemahaman yang berbeda?

Dalam hal akidah terdapat dua jenis ajaran yang disebut dengan istilah 
al-ushul dan al-furu'. Dalam disiplin fikih juga dikenal dua katagori 
ajaran, yaitu ajaran yang al-mujma' ‘alaih dan ajaran yang al-mukhtalaf 
fihi. Hemat saya, perbedaan dalam katagori kedua (al-furu', al-mukhtalaf 
fiha, al-ijtihadiyah, dan al-dhanniyah) tidak dapat dijadikan alasan 
untuk memandang orang lain sebagai kelompok yang berada di luar ajaran 
Islam, dalam arti kafir dan sesat. Idhlal dan takfir tidak bisa 
diberikan pada seseorang atas dasar ajaran katagori kedua ini. [Syajarah 
al-Ma'arif wa al-Ahwal wa Shalih al-Aqwal wa al-A'mal, hlm 478].

Dalam sebuah kaidah fikih dikatakan “la yunkaru al-mukhtalafu fihi wa 
innama yunkaru al-muttafaq ‘alaih”/pandangan lain yang masih 
diperselisihkan ulama tidak boleh serta merta diingkari, berbeda dengan 
pandangan yang telah disepakati ulama maka kita boleh mengingkari 
pandangan sebaliknya. [al-Asybah wa al-Nadha'ir, hlm 202].

Sementara itu hampir seluruh ulama sepakat bahwa ajaran yang mukhtalaf 
fihi jauh lebih banyak dari ajaran yang muttafaq ‘alaih. Ini artinya 
wilayah takfir dan idhlal dalam ajaran Islam sangatlah sempit, tidak 
mudah untuk mengkafirkan dan memandang sesat pihak lain.

Lembaga agama atau seorang ulama berhak memandang kelompok keberagamaan 
tertentu atau orang lain telah keluar dari ajaran agama – dengan 
semangat membimbing dan meng-arahkan (al-wa'dlu wa al-irsyad) – jika 
telah menyimpang dari ajaran katagori pertama, yaitu ajaran yang masuk 
dalam kategori al-ushul al-‘ammah, lubbu al-din, al-mujma' ‘alaih, 
ma'lumun min al-din bi al-dharurah atau ajaran yang al-qhath'iyyah. 
[I'anah, I, hlm 23]

Problem kita adalah tidak adanya kesepakatan di kalangan ulama tentang 
ajaran yang masuk dalam katagori mujma' ‘alayhi dan mana yang mukhtalaf 
fihi. Akibatnya tidak ada standard baku atas dasar apa seseorang dapat 
dipandang kafir dan sesat. Abu Zahrah dalam bukunya Tarikh al-Madzahib 
al-Islamiyyah mengatakan, “bahwa perbedaan mazhab baik dalam akidah, 
politik maupun fikih tidak sampai menyentuh inti ajaran agama, 
prinsip-prinsip universal Islam dan kewajiban-kewajiban dasar Islam. 
Sebab mereka masih sepakat dengan keesaan Allah (wahdaniyatullah), 
kerasulan kanjeng Nabi Muhammad, otentisitas al-Quran, kewajiban shalat, 
haji, zakat, puasa, keharaman babi dan khamr serta hukum-hukum fikih 
yang bersifat qhath'i”. Perbedaan di luar masalah tersebut tidak dapat 
serta merta dipandang sebagai kekufuran dan kesesatan.” [a-Zahrah, hlm.11]

Perbedaan di luar masalah tersebut berlaku kaidah, “pendapat kita benar 
tapi mungkin saja salah dan pandangan orang lain salah tapi juga mungkin 
benar” dan kaidah ikhtilafu ummati rahmatun. Inilah toleransi 
keberagamaan yang pernah dicontohkan dengan cantik oleh ulama salaf 
al-shalih.

Dalam al-Quran dengan tegas Allah menyatakan, “walau sya'a l-Lahu 
laja'alakum ummatan wahidatan”/kalaulah Allah mau pastilah ia menjadikan 
kalian menjadi satu ummat saja [al-Nahl: 93]. Firman serupa juga 
terdapat dalam surah al-Syura ayat 8 dan al-Ma'idah ayat 48. Tafsir 
Jalalain menafsirkan semua kata ummatan wahidah dalam ayat-ayat di atas 
dengan “ahla dinin wahid”/pengikut satu agama. Artinya, kalaulah Allah 
berkehendak pastilah manusia ini hanya dijadikan satu pemeluk agama 
saja. Tetapi Allah tidak menghendakinya. Allah menghendaki sebaliknya, 
pluralitas agama. Dan karena pluralitas itu pulalah Allah menciptakan 
manusia (wa lidzalika khalaqahum). Keputusan siapakah yang paling benar 
bukan terletak di tangan manusia di dunia ini melainkan hanya di 
genggaman Allah kelak di akhirat (fa yunabbi'ukum bima kuntum fihi 
takhtalifun).

Tiga kesimpulan penting ayat di atas adalah, pertama, untuk setiap 
generasi, setiap umat, Allah menjadikan satu syari'at berbeda dari 
generasi atau umat yang lain. Kedua, keragaman syari'at dimaksudkan 
untuk memberikan ruang gerak umat manusia menemukan kebaikan-kebaikan 
dalam konteks dan zamannya. Ketiga, umat manusia tidak berhak menghakimi 
perbedaan-perbedaan itu, sebab hanya Allah yang akan memutuskan 
persoalan-persoalan partikular agama yang mereka perselisihkan kelak 
dalam kehidupan yang sesungguhnya.

Tapi apa yang terjadi, kehendak manusia dengan segala kepentingannya 
seringkali melampaui kehendak Allah sendiri. Allah tidak ingin seluruh 
umat manusia menjadi tunggal dengan satu Syariah, tetapi sebagian 
manusia menghendakinya demikian. Mengira hanya ada satu Syariat. 
Bukankah itu melampaui kehendak-Nya? Di sisi lain manusia juga sering 
kali merebut hak-hak prerogatif Tuhan dengan cara menyesatkan dan 
mengkafirkan. Luar biasa!

Memang betul umat Islam berkewajiban untuk saling amar ma'ruf nahi 
munkar, berupaya menghilangkan kemudharatan (kekufuran), kemusyrikan, 
kemunafikan dan sejenisnya. Tetapi dengan cara apa? Al-Qur'an 
menjawabnya, “dengan cara yang bijaksana dan peringatan yang baik 
(dialog)”. Bukan dengan kekerasan, intimidasi, pengrusakan atau bahkan 
penjarahan. Jika kita akan meluruskan kemungkaran (dharar) – sebagai 
bentuk dari realisasi amar ma'ruf nahi munkar – maka tidak boleh dengan 
cara kemungkaran (merusak, menjarah, dst). Jadi penyelesaian masalah 
dengan cara kekerasan, intimidasi, atau penjarahan bukanlah cara-cara 
yang ditawarkan ajaran agung Islam. Bahkan bertentangan dengan inti 
ajaran Islam itu sendiri. Marilah kita membaca teladan-teladan universal 
Rasulullah dalam mengayomi umatnya. Wallahu a'lam bi al-shawab.*

Artikel bisa dibaca di: http://islamemansipatoris.com/artikel.php?id=367



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke