Opini
Jum’at, 18 November 2005
http://www.korantempo.com/korantempo/2005/11/18/Opini/krn,20051118,57.id.html

Jihad Melawan Terorisme

Setiap agama harus disiangi dari rumput dan gulma kekerasan sehingga 
menjadi lahan subur bagi perdamaian dan kerukunan umat manusia.

Mohamad Guntur Romli
AKTIVIS JARINGAN ISLAM LIBERAL JAKARTA

Ketika mendengar kabar kematian Dr Azahari, Amrozi, salah seorang 
terpidana mati bom Bali I, merasa iri dan bersedih hati. Menurut dia, 
sohibnya dari negeri jiran itu terlebih dulu mendapat anugerah 
kesyahidan. Sedangkan dia, meskipun telah mendapat vonis mati, belum jua 
dieksekusi. Baginya, eksekusi jalan menuju kesyahidan, menuju surga 
melalui “jalan tol”, tanpa repot dengan kemacetan dan pemeriksaan 
bertele- tele, lalu menempati surga termegah dan dilayani 
bidadari-bidadari cantik.

Demikian juga dengan Imam Samudra. Alih-alih menyesali perbuatannya, dia 
malah menganggap aksinya sebagai jihad fisabilillah dan mengajak umat 
Islam mengikutinya. Pengakuan tersebut tertuang dalam bukunya, Aku 
Melawan Teroris!, terbitan Jazera, Solo, 2004. Benarkah aksi teror itu 
bernilai jihad? Saya akan mengutip buku karya Ustad Luqman bin Muhammad 
Ba’abduh berjudul Bantahan terhadap Buku “Aku Melawan Teroris!” terbitan 
Pustaka Qaulan Sadida, Oktober 2005.

Menurut buku ini, Imam Samudra dengan berbagai macam kedustaan, 
kepalsuan, dan syubhat-syubhat berusaha membalikkan opini, dari tuduhan 
teroris terhadapnya menjadi pahlawan dan pejuang. Dari seseorang yang 
kejam dan tidak punya perasaan, yang telah membunuh sekian nyawa manusia 
tak berdosa, menjadi pahlawan pembela duka nestapa kaum mustadh’afin. 
Dari pembunuh keji menjadi pembela bayi-bayi tanpa kepala di Afganistan 
dan Palestina. Dari aksi teror yang keji dan kejam menjadi aksi heroik 
dalam rangka membela Islam dan umat Islam.

Mengapa ideologi tersebut tertanam kuat dalam sanubari Imam Samudra dan 
kawan-kawan? Masih menurut buku itu, mereka meyakini akidah Khawarij 
(salah satu aliran teologi dalam Islam) yang ditiupkan oleh tokoh 
semacam Sayyid Quthb dan dilanjutkan oleh Dr Safar al-Hawali, Salman 
al-Audah, Usamah bin Ladin, Ayman al-Dzawahiri, dan lain-lain. 
Tokoh-tokoh itu dianggap sebagai ulama mumpuni, yang berhasil melakukan 
indoktrinasi dan mencuci otak mereka sehingga menyulap aksi terorisme 
menjadi jihad!

Sungguh tidak masuk akal jika Azahari Husin, yang meraih gelar doktor 
dalam kajian statistik dari perguruan tinggi sekuler University of 
Reading di negara paling sekuler, Inggris, tiba-tiba berkeras menegakkan 
agama Allah dengan “berjihad” di mana-mana tanpa doktrin dari seorang 
ulama. Tidak mungkin para perakit bom dan eksekutor yang sebenarnya 
berprofesi sebagai tukang memperbaiki telepon seluler atau alat 
elektronik memiliki kesadaran untuk mati di jalan Allah tanpa 
jampi-jampi magis teologis dari ulama.

Dalam ranah ini, terorisme memiliki dua sisi yang tidak bisa dipisahkan: 
aksi dan ideologi. Drama teror ini menampilkan dua tokoh, yaitu 
eksekutor aksi teror dan aktor intelektual yang membangun basis ideologi 
teror. Nah, ideologi teror tersebut ditanam oleh aktoraktor intelektual 
yang sangat mahir memainkan ayat-ayat Tuhan untuk menggiring 
pemuda-pemuda tak berdosa sebagai pelaku terorisme. Ulama ibarat pisau 
yang bisa berfungsi ganda: positif dan negatif.

Di sejumlah negara, ketika teror marak, pemerintah setempat 
menyerukanagar ulama-ulama agama berperan memerangi terorisme. Di Arab 
Saudi, ulama-ulama telah mengharamkan “bom bunuh diri”. Di Yordania, 
khatib-khatib Jumat diserukan agar mengutuk terorisme dan menyiarkan 
Islam yang damai. Demikian juga di Mesir, Pakistan, dan di Indonesia.

Latar penyebab seruan terhadap ulama itu—untuk memerangi terorisme— 
adalah adanya dugaan tak sedikit ulama yang mendukung terorisme. Seorang 
teroris dipastikan memiliki guru serta balai pendidikan yang membentuk 
jiwa dan pikiran serta menunjukkan jalan terorisme itu. Maka seorang 
ulama memiliki peran vital terhadap terorisme. Peran itu dimulai dari 
bagaimana mereka meracik dan menyuguhkan agama kepada umat. Jika mereka 
menyuguhkan agama sebagai ajaran kebencian dan kekerasan, agama akan 
menjadi kekuatan terorisme mahadahsyat.

Agar tetap menarik dan laku, agama dikemas dan dipromosikan melalui 
pengajian, khotbah, pengaderan, dan imingiming janji-janji: mati syahid, 
menikmati kehidupan surgawi, dan menikahi bidadari. Namun, jika ulama 
konsisten mengemas dan menyuguhkan agama sebagai ajaran perdamaian, 
kerukunan, dan antikekerasan, terorisme dan aksi kekerasan tersebut akan 
dianggap berlawanan dengan ajaran agama itu. Diakui atau tidak, sebagai 
doktrin, setiap agama memiliki benih intoleran dan kekerasan. Misalnya 
ada ayat-ayat perang dalam Al-Quran.

Namun, seorang ulama tidak cukup hanya “membacakan”. Dia harus memiliki 
keberanian untuk melakukan “pembacaan” dan “pengkajian”. Setiap agama 
harus disiangi dari rumput dan gulma kekerasan sehingga menjadi lahan 
subur bagi perdamaian dan kerukunan umat manusia. Jihad tidak bisa 
didefinisikan sebagai sekadar berperang. Pemahaman tersebut merupakan 
“pengerdilan” terhadap ajaran jihad yang agung. Menurut seorang ulama 
karismatis Suriah, Dr Muhammad Sa’id Ramadlan al-Buthi, dalam bukunya 
Al-Jihad fi al-Islam, jika jihad diidentikkan sebagai perang, ajaran 
jihad akan kehilangan makna yang sebenarnya dan segala macam variasinya.

Al-Quran sendiri tidak secara definitif memaknai jihad sebagai perang. 
Al-Quran menggunakan istilah al-qital sebagai padanan perang, sementara 
jihad tetap memiliki multimakna dan multibentuk. Dalam surat Al-Furqan 
ayat 52 yang turun di Mekkah disebutkan, karena itu, janganlah turut 
orang yang kafir dan berjihadlah melawan mereka dengan jihad yang besar. 
Para ahli tafsir berbeda pendapat mengenai jihad besar (jihad kabir) 
ini. Menurut Ibn Abbas, konotasi jihad dalam ayat itu jihad dengan 
“Al-Quran”, lalu menurut Ibn Zayd jihad dengan “Islam”, sementara ada 
juga yang berpendapat jihad dengan pedang alias perang.

Namun, Al-Qurthubi dalam tafsirnya Al-jami’ li Ahkam al-Quran (1995: 56) 
menolak keras pendapat terakhir, yaitu jihad dengan pedang. Alasannya, 
ayat ini turun di Mekkah jauh sebelum turun perintah perang. Sedangkan 
makna “jihad yang besar” menurut Al-Zamakhsyari dalam Tafsir al- 
Kasysyaf (1995: 278) mencakup segala bentuk perjuangan (jami’an likulli 
mujahadah). Seorang ulama fikih klasik, Syatha’ al-Dimyati, dalam kitab 
kuningnya, I’anah al-Thalibin mendefinisikan jihad sebagai aksi menolak 
mara bahaya dan kekacauan serta dilakukan untuk kemakmuran dan 
kesejahteraan sandang dan pangan (daf’u dlararin ma’shumin min muslimin 
ja’i’in aw ‘arin wa nahwihima).

Jika mau konsisten, perang malah diperbolehkan oleh Al-Quran untuk 
melawan fitnah (QS Al- Baqarah: 193). Fitnah di sini menurut mayoritas 
ulama tafsir bermakna segala kekacauan akibat pengusiran, perampasan, 
dan pembunuhan. Fitnah adalah terorisme. Jihad melawan terorisme berarti 
jihad melawan kekacauan yang berakar pada “fitnah” tadi. Sedangkan ulama 
adalah artikulator dan penafsir (lidah agama), tapi bukan berarti 
seperti si Pahit Lidah yang kerjanya cuma mengumbar kebencian dan 
kutukan. Tuntutan terbesar bagi ulama untuk ikut memberantas terorisme 
tidak hanya agar mereka menjalankan agamanya secara benar, tapi juga 
agar menjaga agamanya supaya tidak “dibajak” menjadi amunisi untuk membunuh.

koran



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital.
http://us.click.yahoo.com/cRr2eB/lbOLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Reply via email to