Berikut kiriman berita dari teman Anda yang beralamat di: [EMAIL PROTECTED]
-------------------------------------
IslamLib.com, Senin, 28 November 2005

Setahun Memasung Kebebasan Beragama

Oleh: M. Guntur Romli


Artikel ini pernah dimuat Jawa Pos, Selasa, 1 November 2005

Setahun sudah, SBY—Kalla memerintah Indonesia. Sejak 20 Oktober kemaren, 
pemerintahan SBY—Kalla mendapat sorotan dari publik Indonesia. Fokus sorotan 
tersebut diarahkan pada kebijakan ekonomi dan politik. Hal yang mengherankan 
bagi saya, masalah kebebasan beragama tidak mendapatkan porsi yang cukup. Isu 
ini tenggelam di tengah hiruk pikuknya kenaikan harga BBM, kritikan tajam 
terhadap tim ekonomi SBY—MJK, isu resuffle kabinet hingga isu persaingan 
SBY—Kalla menghadapi Pemilu 2009. Padahal selama setahun ini, publik Indonesia 
disuguhkan headline media tentang kekerasan dan konflik atas nama agama. 
Puncaknya adalah, dua bom kembali menghajar Pulau Dewata, Bali, 1 Oktober lalu.

Padahal menurut hemat saya, masalah kebebasan agama bisa dijadikan standar 
utama untuk mengkritisi kebijakan publik pemerintahan SBY—Kalla. Selama ini, 
SBY—Kalla mendapat legitimasi politik penuh dari rakyat Indonesia. Pertama kali 
dalam sejarah politik Indonesia, presiden dan wakil presiden dipilih secara 
langsung, bebas, dan demokratis. Namun apa lacur, seperti yang ditulis Fareed 
Zakaria, dalam The Future of Freedom (2004), pemerintahan yang dipilih secara 
demokratis, belum tentu menjamin tegaknya kebebasan sipil. Pemasungan, 
pemberhangusan, dan sikap acuh tak acuh terhadap kebebasan sipil bisa terjadi 
dalam atmosfer demokrasi. Kebebasan dan demokrasi tidak selalu berjalan seiring.

Fakta ironis tersebut terjadi pada pemerintahan SBY—Kalla saat ini. Di tengah 
iklim yang demokratis, bangsa ini disuguhi dengan maraknya pemasungan kebebasan 
beragama. Kita dikejutkan kembali oleh aksi-aksi terorisme, penutupan rumah 
ibadah, penyerangan terhadap jamaah Ahmadiyah, ancaman fisik terhadap individu 
atau lembaga yang memperjuangan kebebasan agama hingga fatwa-fatwa keagamaan 
yang intoleran. Perlu dicatat, pemeritah SBY—MJK tampak tidak berdaya 
menghadapi tekanan-tekanan yang berasal dari kelompok-kelompok teror tersebut 
dan tidak memberi tindakan kongkrit.

Pemerintahan SBY—Kalla bisa berapologi memiliki perhatian besar terhadap 
terorisme. Hal itu dibuktikan dengan keseriusan aparat militer mengejar pelaku 
pengeboman, membongkar sindikasi kelompok terosis, menjatuhi hukuman 
seberat-beratnya, hingga usulan terakhir SBY yang masih kontroversial: 
menghidupkan kembali Koter. Namun, hal itu tidaklah cukup. Tidakan tersebut 
bisa dinilai sebagai kebijakan reaktif dan kuratif; jika terjadi terorisme dan 
kekerasan baru diambil tindakan. Sedangkan tindakan preventif terhadap 
aksi-aksi intoleran dan kekerasan, yang sebenarnya bisa dijadikan langkah 
antisipasi, tidak mendapat perhatian serius.

Kebebasan beragama merupakan amanat konstitusi. Dalam UUD 45 Pasal 29 ayat (2) 
disebutkan, "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk 
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya 
itu." Dalam Pasal 28E tentang Hak Asasi Manusia hasil amendemen UUD 1945 tahun 
2000 disebutkan, (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut 
agamanya... (2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, 
menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

Dalam UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM, Pasal 22 juga ditegaskan, 1) Setiap 
orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya 
dan kepercayaannya itu; 2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk 
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya 
itu.

Dan dalam Pasal 8 juga ditegaskan bahwa negara—dalam hal ini 
pemerintah—memiliki tanggungjawab menjamin prinsip kebebasan tersebut yang 
menjadi hak asasi manusia, "Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan 
hak asasi manusia menjadi tanggung jawab negara, terutama pemerintah". Oleh 
karena itu, pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan HAM merupakan 
pelanggaran terhadap konstitusi itu sendiri. Ketika pemerintah SBY—Kalla tidak 
memiliki perhatian serius untuk menjamin kebebasan beragama tersebut, maka, 
inilah pelanggaran konstitusional yang dilakukan oleh pemerintahan SBY—Kalla 
selama setahun ini.

Bulan November tahun lalu (2004) Pusat  Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) 
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah bersama Freedom Institute dan 
Jaringan Islam Liberal mengadakan survei tentang orientasi sosial-politik 
Islam. Survei dilakukan dari tanggal 1 sampai 3 November 2004 di seluruh tanah 
air, dari Aceh hingga Papua. Hasil survei menunjukkan, cukup banyak masyarakat 
muslim Indonesia yang terlibat dalam aktivis Islamis. Memang hanya sekitar 1 
juta, tapi jumlah itu sudah lebih dari cukup. Ketika ditanya sikap responden 
terhadap tindakan Imam Samudera, Amrozi, Dr. Azhari, Nurdin Top, dibolehkan 
sebagai bentuk pembelaan terhadap Islam, hasilnya: 15.9 % “setuju”, 25.2 % 
“tidak punya sikap/pendapat”, 59 % “tidak setuju”. Sedangkan sikap responden 
dalam kategori: “tahu” dan “setuju” terhadap perjuangan kelompok Islamis: FPI 
(37 %, 18.1 %), MMI (35.9 %, 14,7 %), HTI (12.7 %, 5.2 %), dan JI (41.8 %, 13.4 
%). Hasil survei juga menunjukkan terjadi peningkatan intoleransi terhadap 
pemeluk agama lain. Sikap keberatan terhadap orang Kristen; mengajar di sekolah 
negeri (24.8 %), melakukan kebaktian (40.8 %) dan membangun gereja (49.9 %).

Salah satu kesimpulan yang bisa ditarik dari hasil survei tersebut  adalah: 
meskipun terjadi peningkatan dalam sikap-sikap politik Islamis (Islamist 
political attitudes) tidak selalu melahirkan tindakan-tindakan yang menjadi 
realisasi sikap Islamis tersebut (Islamist political acts). Misalnya jumlah 
besar penolakan terhadap pembangunan gereja merupakan sikap, namun belum tentu 
mereka setuju atau ikut terlibat langsung dalam aksi dan tindakan penutupan 
gereja. Sikap intoleran belum tentu melahirkan tindakan intoleran, seperti 
penyerangan, kekerasan dan lain-lain.

Namun, dalam empat bulan terakhir ini, jarak antara sikap intoleran dan 
tindakan intoleran menjadi nisbi dengan maraknya aksi-aksi penyerangan dan 
kekerasan terhadap kelompok agama lain. Selaput kesucian kerukunan agama mulai 
terobek pada 15 Juli ketika Markas Jamaah Ahmadiyah Al Mubarok di Parung 
diserang oleh sekelompok umat Islam. Setelah itu muncul fatwa MUI yang kembali 
menyesatkan kelompok tersebut melalui 11 butir fatwa 27 Juli kemudian. Fatwa 
itu juga mengharamkan doa bersama lintas agama, paham pluralisme agama, 
liberalisme dan sekularisme. Setelah itu, rantai kekerasan “terorisme lokal” 
sambung-menyambung; penutup gereja-gereja di Jawab Barat, Solo, penyerangan 
terhadap markas Jamaah Ahmadiyah di wilayah-wilayah Indonesia, dan puncaknya 
adalah “terorisme global”: bom Bali kedua pada tanggal 1 Oktober lalu.

Mengapa hal itu bisa terjadi? Pertama, pemerintahan SBY—MJK tampaknya terpojok 
dengan isu kebijakan ekonomi yang tidak populis. Kenaikan BBM dua kali, semakin 
memudarkan pesona publik SBY—Kalla. Untuk hal itu, SBY—Kalla tidak ingin 
menambah pengambilan kebijakan yang tidak populis. Bisa jadi, jaminan terhadap 
kebebasan beragama bukan isu populis, malah bisa kontraproduktif. Kedua, 
pemerintah SBY—Kalla didukung oleh parlemen yang berasal dari gabungan 
partai-partai agama konservatif yang selama ini siap mengamankan kebijakan 
ekonomi SBY. Dalam hal ini, kompensasi kenaikan BBM adalah pemasungan kebebasan 
beragama.

Ketiga, tidak ada sikap tegas departemen, dan lembaga pemerintah yang 
sebenarnya memiliki tanggungjawab langsung. Kapolri tidak memandang aksi 
tersebut sebagai aksi kriminal. Malah Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Edi Darnadi 
membantah telah terjadi penutupan sejumlah gereja di Jawa Barat secara paksa. 
Menurutnya berita tersebut adalah “kabar bohong”. Menteri Agama Maftuh Basyuni 
berkali-kali melontarkan pernyataan yang semakin memojokkan jamaah Ahmadiyah. 
Sikap departemen dan lembaga pemerintah tersebut ikut menyuplai darah segar 
bagi kelompok-kelompok teroris untuk meneruskan aksinya.

Keempat, tidak ada tindakan tegas terhadap kelompok-kelompok atas nama agama 
yang melakukan tindakan kriminal tersebut. Kita dikejutkan munculnya 
kelompok-kelompok baru, seperti AGAP (Aliansi Gerakan Anti Pemurtadan) BAP 
(Barisan Anti Pemurtadan) KUIS (Koalisi Umat Islam Surakarta) yang rajin 
menyerang gereja-gereja. Ada FUI (Forum Umat Islam) yang meminta pemerintah 
menyiapkan undang-undang untuk melarang liberalisme, pluralisme dan 
sekularisme. Hingga Forum Umat Islam Utan Kayu yang bersikeras mengusir 
Jaringan Islam Liberal (JIL) dari Utan Kayu.

Inilah potret kebebasan beragama selama setahun SBY—Kalla memerintah. Jika 
SBY—Kalla tidak ingin disudutkan dengan gerakan terorisme, maka, pemerintahan 
ini harus menjamin kebebasan beragama. Kejadian empat bulan terakhir ini 
membuktikan, sikap dan pandangan yang intoleran telah melahirkan tindakan dan 
aksi kekerasan, sebagai bentuk “terorisme lokal” yang berpotensi menjadi 
“terorisme global”. Wallahu Al’lam.

Versi asli dapat dibaca di:
http://islamlib.com/id/page.php?page=article&id=928



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Make a difference. Find and fund world-changing projects at GlobalGiving.
http://us.click.yahoo.com/vlzMKB/PbOLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Reply via email to