** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **REPUBLIKA
Jumat, 06 Januari 2006



Ekonomi Politik Impor Beras 
Andi Irawan 

Doktor Ekonomi IPB dan Deklarator Perhimpunan Petani Nelayan Sejahtera Indonesia

Jika bicara impor beras dalam perspektif ekonomi politik, maka titik tekan 
diskusi kebijakan impor beras bukan semata soal tidak memadainya kemampuan 
suplai beras domestik untuk memenuhi kebutuhan beras masyarakat. Titik tekan 
diskusi lebih pada bagaimana proses ekonomi-politik yang kemudian menimbulkan 
keputusan impor tersebut.

Ketika kita bicara impor beras sebagai proses ekonomi politik, maka kita tidak 
bisa lepas dari tesis utama tentang bagaimana lahirnya suatu kebijakan ekonomi 
publik: ''bahwa alokasi sumber daya dan sumber dana melalui kebijakan publik 
tidak lepas dari tarik-menarik interest semua kelompok yang berkepentingan.''

Dengan kata lain, yang menentukan perlu tidaknya impor beras lebih pada adanya 
tarik menarik antarsejumlah vested interest yang bermain. Kalau seandainya 
dalam pengambilan kebijakan itu vested interest yang berpihak kepada petani 
lebih kuat, maka kebijakan impor beras akan dinyatakan tidak layak. Tapi jika 
vested interest non-petani yang lebih kuat, maka kebijakan itu akan dinyatakan 
layak.

Dan memang harus diakui bahwa vested interest yang berpihak kepada petani ini 
sangat lemah. Hal inilah yang menyebabkan kepentingan mereka sangat mudah 
terabaikan. Dalam konteks kebijakan impor beras, hal itu diindikasikan pada 
fakta adanya kejanggalan-kejanggalan dalam argumentasi tentang perlunya 
kebijakan tersebut. 

Kejanggalan
Kejanggalan yang masih tergolong anyar dalam ingatan kita, misalnya, dalam 
kasus terbitnya izin impor beras sebanyak 70.050 ton per 1 November 2005. 
Kejanggalan terlihat dari tenggang waktu antara keluarnya surat izin dan 
masuknya beras impor ke Indonesia yang hanya berselang dua pekan setelah izin 
itu keluar. 

Menurut komisi VI DPR, jika memang izin dikeluarkan pada 1 November, waktu yang 
dibutuhkan untuk proses pengiriman minimal satu bulan. Sebab, dalam kontrak 
perjanjian, apalagi melalui mekanisme government to government (G to G), 
pengiriman beras impor butuh letter of credit (L/C), klausul awal, 
penandatanganan kontrak, survei kondisi beras, dan persyaratan lainnya. 
Kenyataannya, beras impor sudah masuk ke Indonesia melalui delapan pelabuhan 
hanya berselang dua pekan setelah izin keluar. Artinya, kalau tidak ada 
kesepakatan sebelumnya, tidak mungkin dalam waktu relatif singkat beras impor 
tersebut sudah masuk ke Indonesia. 

Fenomena lemahnya vested interest pengambilan kebijakan yang berpihak kepada 
petani ini sebenarnya bukan fenomena baru. Fenomena ini dapat kita lihat dalam 
tiga ciri khas karakteristik kebijakan publik di bidang ekonomi Indonesia sejak 
era Orde Baru sampai era reformasi yakni. Ciri khas pertama, bias Kota. 
Kebijakan ekonomi pemerintah umumnya akan lebih menguntungkan masyarakat kota. 
Dari perspektif ekonomi politik, hal ini terjadi karena sebagian besar 
masyarakat yang punya posisi tawar politik ada di kota. Mereka-mereka ini akan 
sangat vokal dan resisten terhadap imbas kebijakan publik yang merugikan mereka 
secara langsung dibanding dengan para petani yang indentik dengan pedesaan.

Tidak mengherankan kalau kemudian pemerintah lebih suka menekan harga beras 
domestik agar inflasi bisa dikendalikan dengan risiko merugikan petani. Sebab 
net benefit secara sosial dari kebijakan yang menyebabkan inflasi, terkendali 
lebih tinggi dibanding net benefit yang diterima pemerintah dari kebijakan yang 
menyebabkan harga beras tetap menguntungkan petani. Ciri khas kedua, bias 
industri. Orientasi kebijakan ekonomi kita masih bias industri mainstream.

Dengan mempertahankan harga beras murah untuk menekan inflasi, maka akan lebih 
melonggarkan kalangan industriwan dalam melakukan penyesuaian upah buruh 
industri. Di samping memang, kalau kita melihat dalam perspektif makro ekonomi 
politik, penurunan pangsa sektor pertanian yang telah terjadi dalam tiga dasa 
warsa terakhir --yang diiringi dengan peningkatan pangsa sektor industri dan 
jasa-- bisa diartikan bahwa biaya politik ''mengabaikan'' sektor pertanian 
relatif lebih murah dibandingkan mengabaikan sektor non-pertanian.

Ciri khas ketiga, bias pemilik modal dan pengusaha besar. Hal ini tidak 
mengherankan, karena para pengusaha dan pemilik modal relatif punya jaringan 
sosial-politik luas yang mampu mengakomodasi kepentingan mereka. Di samping 
tentu saja, mereka mempunyai asosiasi-asosiasi dan organisasi yang dikelola 
dengan baik. Organisasi-organisasi yang bukan saja mampu menegosiasikan 
kepentingan dan melobi para pengambil kebijakan, tapi mampu menjadi media untuk 
'mentransfer' para pengusaha menjadi aktor kunci pengambilan kebijakan publik. 
Dengan demikian, sangat tidak mengherankan jika kebijakan publik yang 
dilahirkan akan pro terhadap mereka.

Dalam konteks impor beras, fenomena ini dapat dilihat dari kasus keinginan 
pemerintah untuk membuka kran impor saat pertemuan antara Dewan Ketahanan 
Pangan, Departemen Perdagangan, dan Bulog yang dipimpin langsung oleh Wakil 
Presiden, Jusuf Kalla, 9 September tahun lalu. Pemerintah ingin mengeluarkan 
izin impor beras, padahal saat itu menurut Departemen Pertanian dan Badan Pusat 
Statistik, kondisi suplai domestik mencukupi kebutuhan nasional. Disinyalir, 
izin impor itu tidak lepas dari gencarnya lobi pihak Thailand agar kita membuka 
kran impor beras. 

Posisi tawar
Lalu, bagaimana petani yang jumlahnya sangat besar itu memiliki posisi tawar 
sebesar kuantitasnya, dalam pengambilan kebijakan publik di masa depan? Tidak 
bisa tidak, solusinya adalah pada proses transformasi sosial masyarakat petani 
dari entitas yang apolitis dan massa mengambang menjadi entitas yang berdaya 
secara politik. 

Entitas petani yang berdaya secara politik itu ditandai aktualisasi kepentingan 
mereka dalam proses ekonomi-politik. Seperti kemampuan melakukan lobi ke 
kalangan eksekutif dan legislatif, membangun hubungan dengan media, bahkan 
melakukan aksi-aksi parlemen jalanan yang massif, seperti dicontohkan para 
petani di Uni Eropa atau di Korea. Tentu proses transformasi tersebut butuh 
akselator, motivator, dan mentor. Di sinilah kemudian arti penting peran dari 
LSM-LSM dan asosiasi pertanian serta para aktivis tani.


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Clean water saves lives.  Help make water safe for our children.
http://us.click.yahoo.com/CHhStB/VREMAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Reply via email to