soal jil atau isfun mustinya bisa diomongin di dunia maya. di sini hanya ada kata-kata, tak ada gerombolan fasis yg berjubah keagamaan, jadi janganlah bersikap skeptis terhadap pemikiran yg mencari kebenaran berdasarkan akal sehat dan fakta nyata.
tapi saya juga tau, bahwa semua orang maunya nyari selamat dunia akherat. logilah, saya juga gitu koq. cuma saya gak mau nyari selamat lalu ngorbanin orang lain... kita kan ingin hidup berdampingan secara damai dengan segalam macam kepercayaan, bukan gontok-gontokan sepanjang jaman gara-gara soal kepercayaan. iya kan?! siapa sih yg mau perang kalau perutnya lapar? urusan perut harus dinomorsatukan, brantas kemiskinan! brantas korupsi! ciptakan pemerataan sandang-pangan-papan! para netters yg memuja perdamaian pasti setuju, bahwa persoalan sandang-pangan-papan adalah persoalan nasional yang sangat PENTING! sudah hampir 8 tahun lamanya raja orba tumbang, eh sekarang muncul neo orba yg lagi asyik mengadu domba, agar supaya perhatian kita teralihkan ke arah persoalan moral dan segala macam ekses kemunafikan. ah ya, namanya juga USAHA, berusaha agar kita jangan kebablasan jadi bangsa yg berkarakter fasis dan rasis. pisss! (tanda 2 jari) salam, heri latief ps: udah pernah denger nama JIN = Jaringan Islam Nasionalis. --- In [EMAIL PROTECTED], "freelance_corp" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Ah Bung Heri, Ulil Mah bisanya cuman gitu doang. pernah lho saya ngomentari anak JIL, yang ada di kampus seh, bukan ulil, mereka bikin acara buka puasa. Ya udah ku komentarin aja ada, JIL kok bikin acara buka puasa, "nggak keren". Mbok bikin acara, "natalan bersama aja", kan katanya agama semua sama. Intinya, ngadepin JIL gak usah serius serius amat. Ato kalo misalnya mengatakan Quran sama dengan teks biasa (ini ketika mau menafsirkan dengan metode hemeneutika, Coba dech, tantang mereka untuk mengijak-injak alquran, berani gak, gak berani kan... eh BTW, jangan ngomongin kayak beginian dech di milis ini, ntar di tendang ama moderatornya he he he ^_^ Intinya lagi, mereka pendukung kapilatis juga, mirip freedom institute lah, ujung-ujungnya cuman urusan perut salam htt://penakayu.blogspot.com --- In [EMAIL PROTECTED], heri latief <herilatief@> wrote: > > ulil aja yg ilmu agamanya udah tinggi, basa arabnya keren, bisa cas- cis-cus basa englisnya itu bisa bilang ada "kasus-kasus aneh bin ajaib" di tanah airnya (ulil lagi nyantri di boston), lalu ada pertanyaan: "apa para pemuja syariah islam itu gak punya nenek, ibu, sodara perempuan, tante, bude, dstnya?" > > siapa yg ingin memaksakan sesuatu yg gak cocok buat semua orang, bakalan menuai konflik yg berkepanjangan, yg gak jelas gunanya utk apa. sedangkan persoalan nasional yg penting adalah memberantas kemiskinan, memberantas korupsi, menegakkan keadilan sosial bagi seluruh ra'yat indonesia. > > saya heran, kenapa kita ini miskin akan debat yg sehat, yg ada diskusi "bergolok", intimidasi (pengeroyokan), pameran erosi ideologi, pasang badan buat kepentingan kapitalis (asing), dan semua ilmu menjilat pantat penguasa. > > mustinya saya gak heran, lha udah separo umur ninggalin ibu pertiwi, dan reformasi itu sudah lama basi! si reformis baunya sekarang amis! (darah). > > saya ini cuma ra'yat biasa, yg kebetulan bisa mengakses internet. dari amsterdam saya menulis komentar atas segala informasi situasi di kampuang awak. > > sekali lagi, ulil aja yg udah "nyampe" masih bisa bingung ngadepin kenyataan "kasus-kasus aneh bin ajaib". > > apalagi saya? > > iya kan? > > jadi jangan sok belagu berlagak fanatiklah, pikirin perut dulu, setelah urusan perut beres baru mikirin yg dibawah perut. ok? > > salam, heri latief > amsterdam > > ReJa <reporter_jalanan@> wrote: > Komentar Ulil tentang "kasus-kasus unik" di Tanah Air > > Ulil Abshar-Abdalla, tokoh muda yang sedang mendalami ilmu agama > di Universitas Boston, AS, ikut merasa sedih dengan kian maraknya > "kasus-kasus aneh bin ajaib" di Tanah Air, termasuk Perda Tangerang > dan RUU Porno. Sengaja saya rangkum opini-opininya yang terserak di > milis JIL. Berikut komentarnya: > > Saya menyertai Anda dalam kesedihan ini. Jika benar laporan dari Tangerang (Banten) itu, ini memang sangat menyedihkan. Sekali lagi, jika benar laporan itu, maka ini adalah gambaran dari apa yang pernah disebut oleh seorang pemikir Mesir, Fahmi Huwaidi, sebagai "al- tadayyun al-mankus", keberagamaan yang kebalik, yang sungsang. Dalam pengertian: keberagamaan yang dimulai dari ketaatan lahiriah, sementara mengabaikan esensi. > > Tetapi, marilah kita tetap berharap, masyarakat sadar akan kondisi > "sungsang" seperti, lalu kembali menegakkan keberagamaan yang sesuai dengan tujuan pokok agama itu sendiri: yaitu memuliakan martabat manusia. > > Dulu, saya pernah mewawancarai salah seorang intelektual Muhammadiyah, Dr. Moeslim Abdurrahman di Radio 68h. Dia, saat itu, menyatakan bahwa jika syariat Islam (dalam interpretasi yang selama ini lazim dikenalkan oleh para pendukungnya) dilaksanakan, maka korban pertama adalah perempuan. > > Wawancara itu kemudian dimuat di Jawa Pos, dan menimbulkan banyak protes. Tetapi, kalau kita mau jujur, itulah yang terjadi dalam hampir seluruh sejarah modern Islam. Di mana-mana, ketika isu syariat Islam dikampanyekan lalu (sebagian) dilaksanakan, perempuanlah yang pertama kali menjadi sasaran, dan dengan sendirinya juga menjadi korban. Ini terjadi di Timur Tengah, Afrika Utara, Malaysia. Contoh terburuk adalah Afghanistan pada saat rezim Taliban berkuasa. > > Tetapi, umat Islam yang "ngebet" dengan syariat ini tidak mau melihat fakta. Mereka yakin dengan membabi-buta, bahwa syariat akan membawa manfaat dan kesejahteraan bagi umat Islam jika dilaksanakan. Yang dicontoh selalu pengalaman pada zaman Nabi, Khulafaur Rasyidin, dan praktek-praktek sepanjang dinasti Islam > setelah itu. Mereka tidak mau melihat bahwa apa yang baik pada zaman dulu belum tentu baik di zaman sekarang. Mereka selalu marah- marah jika ada pihak yang menganjurkan agar syariat Islam ditafsirkan > kembali supaya relevan dengan keadaan sekarang. Mereka menuduh para penafsir ulang syariat itu sebagai kafir, antek Yahudi, Amerika, murtad, dst. Mereka, pendeknya, telah dibutakan oleh "doktrin" dan lupa melihat kenyataan seperti di Tangerang itu. > > Menurut saya, kejadian di Tangerang itu hanyalah "lagu ulangan" dari kejadian serupa di mana-mana. Masalahnya, umat Islam mau belaar atau tidak, mau melihat fakta atau tidak. Tanpa ditafsirkan kembali, maka makin banyak item dalam syariat Islam dilaksanakan, makin banyak masalah yang kita tuai, dan makin banyak korban yang berjatuhan. > > Apakah umat Islam yang ngebet dengan syariat butuh seratus "Tangerang" lagi untuk sadar bahwa syariat Islam dalam pengertian "konvensional" selama ini hanya akan menjerumuskan umat ke dalam jurang yang lebih dalam lagi? > > Gerakan untuk setia pada cita-cita NKRI, saya rasa, perlu digelorakan kembali. Masyarakat harus diingatkan kembali, Indonesia bukanlah negara agama, bukan negara Islam, tetapi negara yang menaungi banyak kelompok dan golongan. > > Saya kira, Anda bersama teman-teman lain, bisa memikirkan "action plan" untuk hal ini. > > Saya tak mau hidup di padang pasir yang kering dan monoton! > > > Ulil Abshar-Abdalla > Department of Religion > Boston University > > > > http://www.geocities.com/herilatief/ > [EMAIL PROTECTED] > Informasi tentang KUDETA 65/Coup d'etat '65 > Klik: http://www.progind.net/ > http://geocities.com/lembaga_sastrapembebasan/ *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/