Law of the Jungle? You bet! Sebenarnya pihak2 luar jangan ikut campur lho, 
apalagi kalau menghadapi negara besar kayak Indonesia. Bisa2 nanti di 
klasipikasi sebagai mencampuri urusan intern negara besar Indonesia.
   
  Jadi Paus apa sebenarnya diam saja. Bisa nanti negara Vatican di samakan sama 
Australia, ikut2 mencampuri urusan negara besar Indonesia. Biarlah rakyat 
negara besar ini ngurus urusannya sendiri.
   
  Hopeless? We are living in the jungle, survival of he fittest? You bet! 
Simple as that! Mosok ada 16 saksi koq ngak ikut di-mintai keterangan? Inilah 
namanya law of the Jungle! Siapa Tarzan-nya ya?
   Harry Adinegara
  

  

SUARA PEMBARUAN DAILY 

Tibo dan Kekeliruan Vonis Mati
Oleh 
Tjipta Lesmana


Fabianus Tibo - serta dua kawannya, Dominggus da Silva dan Marianus Riwu saat 
ini sedang menunggu "saat-saat terakhir" kehidupan mereka, setelah Presiden 
Susilo Bambang Yudhoyo menolak permohonan grasi yang mereka ajukan. Pengadilan 
tingkat terakhir, yaitu Mahkamah Agung, telah memperkuat vonis mati yang 
dijatuhkan pengadilan I dan II, karena mereka dinyatakan terbukti melakukan 
kejahatan 
dalam kerusuhan rasial di Poso tahun 2000 yang menewaskan ratusan orang. 

Namun, setelah grasi ditolak Presiden, muncul aksi-aksi massal di berbagai 
kota, mendesak Presiden membebaskan Tibo cs. Bahkan Paus Bennedictus pun 
menghimbau Presiden Indonesia untuk memberikan pardon kepada Tibo cs, para 
terpidana mati dianggap hanya korban rekayasa pihak-pihak tertentu. 

Orang-orang dibalik kerusuhan Poso itu, para aktor intelektual, justru dinilai 
tidak tersentuh hukum. Di mana rasa keadilan itu? Seorang pensiunan Hakim Agung 
kita pernah "menguliahkan" penulis bahwa keadilan memang persoalan yang enak 
dibicarakan, tapi tidak mudah diwujudkan. 

Masalahnya, keadilan mempunyai "wajah" yang berbeda-beda. Ia membagi keadilan 
dalam 5 kategori: keadilan menurut hakim, jaksa, pengacara, korban, dan 
masyarakat. Belum lagi jika bicara tentang keadilan menurut Tuhan. Seorang 
koruptor yang merugikan Negara Rp 50 miliar, misalnya, divonis penjara setahun, 
sementara pencuri ayam diganjar 14 bulan. Adilkah? Gugat masyarakat. 

Tapi, hakim berargumentasi bahwa putusan yang mereka jatuhkan terhadap koruptor 
itu sudah pas, karena sesuai ketentuan hukum yang tertulis dalam peraturan 
perundang-undangan. Mensitir pernyataan seorang Hakim Agung Amerika, kawan saya 
itu berucap, the duty of a judge is to uphold law, not to administer justice. 
Hakim bertugas menegakkan hukum, bukan melaksanakan keadilan. Hakim tidak mau 
tahu apakah bukti yang diajukan di pengadilan palsu atau hasil rekayasa, atau 
kesaksian seseorang palsu atau tidak. 

Jika barang bukti atau kesaksian seseorang diyakini betul (misalnya ada 
shabu-shabu di dalam tas seorang perempuan), jadilah ia landasan untuk putusan 
hukum. Tapi, sejarah mencatat, betapa sering pengadilan menjatuhkan hukuman, 
termasuk hukuman mati yang dikemudian hari diakui keliru. Kadang terpidana 
sudah dieksekusi, tapi tidak jarang ia selamat dari el maut pada saat-saat 
terakhir menjelang pelaksanaan eksekusi mati terdebut. 


Kesaksian Palsu 

Joseph Green Brown dijatuhkan pidana mati oleh pengadilan Florida pada 1974, 
karena "terbukti" melakukan pembunuhan. Dalam menjatuhkan vonis, pengadilan 
terutama mengandalkan kesaksian yang diberikan oleh Ronald Floyd, 
co-conspirator yang mengaku mendengar langsung pengakuan Brown bahwa ia yang 
membunuh koban. Tapi, di kemudian hari Floyd mengaku bahwa kesaksiannya palsu. 

Ia sengaja memberikan keterangan palsu untuk menjebloskan kawannya, sekaligus 
membebaskan dirinya dari jeratan hukum. Kesaksian baru Floyd diberikan hanya 13 
jam sebelum Brown menjalani eksekusi. Peradilan kasus Brown berlangsung 13 
tahun lebih. Baru pada 1987 Brown dinyatakan tidak bersalah dan di- bebaskan. 

Kasus lain, Larry Hicks, seorang penduduk Negara Bagian Indiana, pada 1978 
dijatuhkan hukuman mati, juga karena kasus pembunuhan sadis. Dua minggu sebelum 
eksekusi Hicks dilaksanakan, seorang pengacara volunteer yang rupanya menaruh 
minat besar terhadap kasus ini meminta pengadilan untuk menunda eksekusi, 
karena ia mengklaim menemukan novum. 

Yayasan Playboy memberikan 
dukungan dana untuk penyelidikan kembali kasus Hicks. Dalam proses retrial, 
terungkaplah alibi Hicks yang cukup sempurna, sekaligus bukti bahwa keterangan 
saksi kunci dalam pengadilan sebelumnya ternyata palsu. 

Larry Hicks dibebaskan pada 1980. Apakah "fakta hukum" seputar kejahatan yang 
dilakukan Tibo dkk sungguh sudah meyakinkan dan tak terbantahkan? Tibo dkk kini 
membuka suara bahwa mereka hanya korban rekayasa. Kepada pihak kepolisian, 
baru-baru ini mereka mengungkapkan 16 nama pelaku lapangan. Dalam persidangan 
2001, Tibo mengaku sebenarnya sudah siap membuka identitas ke-16 orang itu, 
tapi dilarang oleh kuasa hukumnya. Kenapa? 

Apakah penasehat hukum mendapat ancaman serius dari kelompok tertentu? 
Sebaliknya, jika "fakta hukum" tentang kejahatan Tibo dkk memang tak 
terbantahkan, hukum harus dijalankan. Semua pihak harus mengakui bahwa hukuman 
mati masih tercantum dalam KUHP. 

Maka, hakim tidak salah jika menerapkan hukuman itu, karena hakim hanya 
bertugas "menjalankan ketentuan perundangan-undangan". Itu berarti eksekusi 
mati Tbo dkk. Tinggal persoalan waktu. 

Memang capital punishment hingga kini tetap menjadi kontroversi. Semakin banyak 
negara yang sudah menghapus hukuman maut ini. Para penentang vonis mati melihat 
hukuman mati adalah perbuatan yang sangat tidak manusiawi. Hanya Tuhan 
yang berhak mencabut nyawa manusia. Lagipula, hukuman mati terbukti tidak mampu 
menimbulkan rasa jera pada kriminal. Hukuman mati malah bisa menimbulkan rasa 
dendam dari pihak terhukum. 

Di kubu lain, motto "pro vita hominis nisi hominis vita reddatur" (nyawa harus 
dibayar dengan nyawa) yang diucapkan Kaisar Julius Ceasar 2000 tahun yang lalu 
masih memikat banyak ahli hukum di seantero dunia hingga kini. 

Amerika termasuk salah satu negara besar yang setiap tahun - sampai sekarang - 
masih terus mengeksekusi warganya yang terbukti melakukan kejahatan sadis, 
walaupun banyak sekali vonis mati yang kemudian diakui keliru! Menurut catatan 
resmi, dari 1973 sampai 1998, rata-rata 2,96 kasus acquitted (yang terkait 
dengan vonis mati) di Amerika. Total kasus acquitted sampai Februari 2006 
berjumlah123. Cukup besar. 

Nah, fakta di atas, fakta tentang banyaknya kasus kekeliruan hakim Amerika 
mengganjar hukuman mati kepada terdakwa seyogianya menggugah pihak-pihak 
terkait dalam kasus Tibo dkk untuk mempertimbangkan secara sungguh-sungguh 
imbauan dan desakan banyak kalangan untuk suatu retrial yang lebih terbuka, dan 
lebih fair. 

Jangan lupa, nuansa politis kasus-kasus Poso dari awal sampai hari ini amat 
kental. Kalau sudah bicara "politis", segala kemungkinan bisa saja terjadi, 
termasuk kemungkinan subordinasi hukum atas kepentingan politik! 


Penulis adalah Pengajar Universitas Pelita Harapan 


                
---------------------------------
On Yahoo!7
  Messenger: Make free PC-to-PC calls to your friends overseas. 

[Non-text portions of this message have been removed]





***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke