*Press Statement* **
*Contact: Kusfiardi, Koordinator Nasional* *Hp: **+62811837389** * *Email to; [EMAIL PROTECTED] *cc: [EMAIL PROTECTED] * Jakarta, 16 April 2006 * * Presiden Bank Dunia Paul Wolfowitz; *menjerumuskan Indonesia kedalam jerat utang* P enilaian Presiden Bank Dunia Paul Wolfowitz yang disampaikan dalam kunjungannya ke Indonesia minggu lalu bahwa Indonesia memenuhi syarat untuk mengajukan pinjaman maksimal senilai 1,4 miliar dollar AS kepada Bank Dunia adalah perangkap bagi kebijakan ekonomi dan sosial Indonesia yang masih dirundung krisis. Penilaian tersebut hanya melegitimasi penawaran utang baru pada pemerintah Indonesia dan bank-bank swasta. Pada kenyataannya pemerintah hanya mampu menyerap pinjaman dibawah tawaran dari Bank Dunia. Pada tahun 2006 ini pemerintah memperkirakan hanya mampu menyerap pinjaman sejumlah 900 juta dollar AS. Rendahnya serapan utang ini karena banyak masalah teknis yang memengaruhinya di lapangan. Masalah yang terjadi di lapangan dalam melaksanakan berbagai proyek yang dibiayai pinjaman Bank Dunia. yang paling mencolok adalah pencairan bantuan Bank Dunia yang lambat. Akibat dari pencairan pinjaman yang lambat itu membuat pemerintah harus menanggung beban biaya komitmen. Tawaran Presiden Bank Dunia Paul Wolfowitz ini mengindikasikan adanya usaha sistematis menjerumuskan Indonesia kedalam jerat utang yang tak berkesudahan. Sampai dengan akhir tahun 2005 lalu saja komitmen utang luar negeri Indonesia sudah mencapai 365.883.070.000 dolar AS. Dari komitmen tersebut yang sudah dicairkan baru sejumlah 162.129.673.000 dolar AS dan kewajiban untuk melunasi utang luar negeri yang masih tersisa berjumlah 61.815.110.000 dolar AS (selengkapnya lihat Tabel Posisi Utang Luar Negeri Indonesia sampai dengan 2005). *Tabel * *Posisi Utang Luar Negeri Indonesia sampai dengan 2005* * * *dalam **Dolar** AS*** *dalam Rp* *Kurs 9.000/Dolar AS* *Komitmen Utang* 365.883.070.000 3.292.947.630.000.000 *Jumlah Utang yang dicairkan* 162.129.673.000 1.459.167.057.000.000 *Jumlah Utang yang belum dicairkan* 203.753.398.000 1.833.780.582.000.000 *Jumlah Utang yang sudah dibayar kembali* 100.314.563.000 902.831.067.000.000 *Jumlah Utang yang belum dibayar kembali (OUTSTANDING)* 61.815.110.000 556.335.990.000.000 Sumber: Depkeu Posisi utang tersebut akan membebani anggaran negara sampai dengan 2009 tidak kurang dari kisaran 7.780.117.000 - 8.123.923.000 dolar AS (*lihat Tabel Proyeksi Pembayaran Utang Luar Negeri Indonesia*). Beban itu akan berdampak langsung pada pemenuhan hak anak-anak usia pendidikan dasar untuk bersekolah dan menyelesaikan sembilan tahun pendidikan dasar. Kemudian juga akan menghambat pemenuhan hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, terutama bagi ibu-ibu yang melahirkan, termasuk anak-anak. Dampak berikutnya adalah meningkatkan proporsi penduduk dibawah garis kemiskinan nasional karena terbatasnya lapangan kerja dan meningkatnya angka pengangguran. *Tabel * *Proyeksi Pembayaran Utang Luar Negeri Indonesia* *Tahun* *TOTAL* *Dalam Dolar AS* *dalam Rp* *Kurs 9.000/Dolar AS*** *2005* 7.893.097.000 71.037.873.000.000 *2006* 7.908.982.000 71.180.838.000.000 *2007* 8.123.923.000 73.115.307.000.000 *2008* 7.925.861.000 71.332.749.000.000 *2009* 7.780.117.000 70.021.053.000.000 Sumber: Depkeu Agar tidak terperangkap dalam jebakan utang, Koalisi Anti Utang (KAU) Indonesia mendesak pemerintah untuk tidak menambah utang baru, termasuk yang ditawarkan oleh Bank Dunia. Pemerintah harus mau mengusahakan kepada Bank Dunia (termasuk kreditor Indonesia lainnya) untuk menghapuskan utang luar negeri Indonesia. Desakan ini didasarkan pada penilaian bahwa utang yang sekarang menjadi beban Indonesia adalah utang yang tidak sah dan bias dikategorikan juga sebagai utang haram. Apalagi selama ini, Bank Dunia dan kreditor lainnya telah memberikan utang dalam jumlah besar pada pemerintah Indonesia. Pada saat yang sama para kreditor ini juga mengetahui bahwa utang tersebut telah diselewengkan oleh oleh kroni, baik kroni dari para penguasa maupun kroni dari kreditor sebagai pemberi utang (lihat juga lampiran siaran pers Jubilee USA Network). Transaksi utang haram tersebut telah meluaskan kemiskinan di Indonesia dan semakin menguatkan argumen bahwa Indonesia layak mendapatkan penghapusan uang 100%. Penghapusan utang ini tidak boleh diikuti dengan berbagai persyaratan yang justru menyengsarakan rakyat Indonesia. ###(*RD*)### *Jubilee USA Network * East Timor and Indonesia Action Network* *FOR IMMEDIATE RELEASE** April 11, 2006 Contact: *Debayani Kar, Jubilee USA, 202-783-0215; 202-246-8143 John M. Miller, ETAN, 718-596-7668; 917-690-4391 *Reaction to World Bank President Paul Wolfowitz's Remarks on Corruption Today** Jubilee USA and East Timor and Indonesia Action Networks Challenge Wolfowitz to Address Roots of Corruption by Canceling Indonesia's Suharto-Era Debt* * ** *WASHINGTON As World Bank President Paul Wolfowitz unveiled his much anticipated framework to fight corruption at the World Bank today in Jakarta, Jubilee USA Network and East Timor and Indonesia *Action* Network today urged a bolder and more comprehensive approach, including efforts to meaningfully address its past corrupt lending to the impoverished country, especially under former dictator Suharto. The East Timor and Indonesia *Action* Network argues that if President Wolfowitz is truly concerned about corruption in Indonesia, the World Bank must acknowledge its role in fostering corruption in the impoverished country through 30 years of lending to the kleptocratic Suharto dictatorship. The Bank's lending to Suharto enabled the military to continue to abuse human rights not only in Indonesia but in the now-independent state of East Timor. "The people of Indonesia suffered greatly under the Suharto dictatorship. They should not be made to suffer again by being forced to pay back his debt," said *John M. Miller, National Coordinator of the East Timor and Indonesia Action Network*. "Any effort to end corruption in Indonesia must tackle its most corrupt institution. The Indonesian military is deeply involved in businesses, illegal and legal, receives protection payoffs from foreign corporations, and remains largely unaccountable to its civilian leadership." *Jubilee USA Network and the Indonesian Anti-Debt Coalition* call on the World Bank and other Northern creditors to cancel Indonesia's odious and illegitimate debt. The combination of persistent and wide-spread poverty in Indonesia and the odious nature of Suharto-era debt provide a compelling argument for the 100% cancellation of Indonesia's debt. Such cancellation must come without harmful economic conditions attached. In US Senate testimony, Northwestern University professor Jeffrey Winters found that at least one-third of World Bank loans to Suharto were stolen by his regime. "Many of the major lenders - the World Bank, International Monetary Fund (IMF), the Asian Development Bank and some G-8 countries - made large loans to the Indonesian government during Suharto's regime knowing that significant amounts would either be used to oppress the people or would be lost to corruption," argues *Kusfiardi, Coordinator of the Anti-Debt Coalition* *(KAU) in Indonesia*. "As a result, a growing number of voices both inside and outside Indonesia are calling for the cancellation of Indonesia's debt not only as a question of charity or meeting human needs, but as a question of justice." In addition to canceling Indonesia odious debt, *Jubilee USA Network* argues that a comprehensive approach to corruption would include the development and implementation of clear standards for responsible lending, assuring transparency/accountability, human rights, and environmental sustainability to avoid the creation of new odious debts in the future. * * * * *Jubilee USA Network is the US arm of the international movement working for debt cancellation for impoverished nations. Jubilee USA is a network of 75 religious denominations and faith-based groups, labor groups, environmental organizations, and community and advocacy groups working for freedom from debt and economic justice for countries in Africa, Asia, and Latin America. See www.jubileeusa.org.* *The East Timor and Indonesia Action Network was founded in November 1991 to support genuine self-determination and human rights for the people of East Timor. ETAN advocates for democracy, justice and human rights for East Timor and Indonesia. ETAN calls for an international tribunal to prosecute crimes against humanity committed in East Timor from 1975 to 1999 and for restrictions on U.S. military assistance to Indonesia until there is genuine reform of its security forces. For additional background, see www.etan.org.* [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/