bismi-lLah wa-lhamdu li-lLah wa-shshalatu wa-ssalamu 'ala rasuli-lLah
wa 'ala alihi wa ashhabihi wa ma-wwalah,
amma ba'd, assalamu 'alaikum wa rahmatu-lLahi wa barakatuH
bagi2 kiriamn nech, silah!

Bingkisan Kasih untuk si Buah Hati

Setiap anak yang dilahirkan adalah atas dasar Islam dan inilah yang
dimaksud dengan fithrah dalam firman Allah Ta’ala berikut ini,

“Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama yang hanif (tauhid). Fithrah
(ciptaan) Allah, yang Allah telah fithrahkan (ciptakan) manusia atas
dasar fithrah tersebut. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. Itulah
agama yang lurus akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS.
Ar Rum : 30)

Berkata Imam al Bukhari, “Al Fithrah yakni Islam” (Kitab Fathul Baari’
no. 4775). Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan bahwa pendapat yang paling
masyhur tentang arti fithrah adalah al Islam. Dan berkata pula Imam
Ibnu Qayyim, “Bahwa kaum salaf tidak memahami lafazh fithrah kecuali al
Islam” (Kitab Fathul Baari no. 1385)

Demikian pula dengan sabda Nabi ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam berkaitan
dengan masalah fithrah ini. Dari Abu Hurairah ra., Nabi ShallallaHu
‘alaiHi wa sallam bersabda,

“Kullu mauludin yuuladu ‘alal fithrah, fa-abawaaHu yuHawwidaaniHi aw
yunashshiraaniHi aw yumajjisaaniHi” yang artinya “Setiap anak
dilahirkan atas dasar fithrah (al Islam), kemudian kedua orangtuanyalah
yang menjadikannya Yahudi atau Nashara atau Majusi” (HR. al Bukhari no.
1358, Muslim 8/52-54 dan lainnya)

Maka dari itu ketika sang buah hati lahir ke dunia dari rahim ibu yang
muslimah maka hendaknyalah kaum muslimin memberikan suatu bingkisan
yang istimewa untuknya yaitu bingkisan yang indah yang sesuai dengan
sunnah Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam agar keberkahan yang
banyak tercurah kepadanya.

Adapun sunnah – sunnah yang mulia berkaitan dengan kedatangan sang buah
hati adalah sebagai berikut :

Pertama : Memberikan nama kepada anak pada hari pertama atau hari
ketujuh.

Dari Anas bin Malik ra., Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam
bersabda,

“Telah dilahirkan untukku semalam seorang anak laki – laki, maka aku
namakan dia dengan nama bapakku yaitu Ibrahim” (HR. Muslim 7/76)

Imam Nawawi mengatakan bahwa di dalam hadits tersebut diperbolehkan
memberi nama kepada anak pada hari kelahirannya dan juga diperbolehkan
memberi nama dengan nama para Nabi (Kitab Syarah Muslim)

Dari Samurah bin Jundub ra., Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam
bersabda,

“Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, disembelih (kambing) untuknya
pada hari ketujuh dan dicukur rambut(nya) dan diberi nama” (HR. Abu
Dawud no. 2838, at Tirmidzi no. 1522, An Nasai no. 4231, Ibnu Majah no.
3165 dan lainnya, dishahihkan oleh Syaikh al Albani dalam Irwaa-ul
Ghalil no. 1165)

Sedangkan nama yang paling dicintai Allah Ta’ala adalah Abdullah dan
Abdurrahman, sebagaimana sabda Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa
sallam,

“Sesungguhnya nama – nama kamu yang paling dicintai Allah ialah
Abdullah dan Abdurrahman” (HR. Muslim 6/169)

Kedua : Memberikan kabar gembira kepada kaum muslimin

Karena kabar gembira itu dapat menggembirakan dan menyenangkan seorang
hamba, maka seorang muslim disunnahkan segera menyampaikan dan
memberitahukan kabar gembira kepada saudaranya, sehingga ia menjadi
senang karenanya (Lihat Tuhfah al Wadud oleh Ibnul Qayyim al Jauziyyah)

Allah Ta’ala berfirman,

“Maka Kami pun memberi kabar gembira kepadanya dengan lahirnya seorang
anak yang penyabar” (QS. Ash Shaffat : 101)

“Dan mereka memberikan kabar gembira kepadanya dengan lahirnya seorang
anak yang alim (Ishaq)” (QS. Adz Dzariyat : 28)

“Hai Zakariya, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan
(beroleh) seorang anak yang bernama Yahya” (QS. Maryam : 7)

Ketiga : Mentahniknya ketika lahir atau sehari sesudahnya.

Tahnik adalah menguyah sesuatu kemudian meletakan/memasukkan ke mulut
bayi lalu menggosok – gosokkan ke langit – langit (mulut)nya (Fathul
Baari Kitabul ‘Aqiqah). Menurut Imam an Nawawi tahnik ini termasuk
sunnah Nabi ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam dengan kesepakatan ulama
(Syarah Muslim Kitabul Adab).

Dalilnya adalah dari Abu Musa ra., ia berkata,

“Telah dilahirkan untukku seorang anak laki – laki. Lalu aku membawanya
kepada Nabi ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam, kemudian beliau menamakannya
Ibrahim, lalu beliau mentahniknya dengan sebuah kurma dan mendoakan
keberkahan untuknya, lalu menyerahkannya kepadaku (kembali)” (HR. al
Bukhari no. 5467 dan Muslim 6/175)

Keempat : Mendoakannya setelah ditahnik

Yaitu mendoakan keberkahan untuknya ketika anak itu lahir dan waktunya
sesudah tahnik sebagaimana hadits sahabat Abu Musa ra sebelumnya.
Adapun lafazh doanya adalah,

“BaarakallaHu fiHi” yang artinya “Semoga Berkah Allah kepadanya” atau
“AllaHumma baarik fiih” yang artinya “Ya Allah berkahilah ia” (Kitab
Fathul Baari’ no. 3909 oleh Al Hafizh Ibnu Hajar)

Yang dimaksud dengan barakah adalah tetapnya kebaikan dan banyaknya
kebaikan (Qaulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid oleh Syaikh Utsaimin).

Kelima : Mengadakan ‘Aqiqah pada hari ketujuh.

‘Aqiqah menurut bahasa artinya sembelihan atau pemotongan. Ini arti
yang dipilih oleh Imam Ahmad bin Hambal sehingga beliau mengatakan,
“Aqiqah itu artinya tidak lain melainkan sembelihan itu sendiri”
(Tuhfatul Maudud VI/5)

Sedangkan menurut istilah arti ‘aqiqah ialah, “Menyembelih kambing
untuk anak pada hari ketujuh dari hari kelahirannya”.

Hadits – hadits yang berbicara tentang disyariatkannya aqiqah terkumpul
dari fi’il (perbuatan) dan qaul (perkataan) Nabi ShallallaHu ‘alaiHi wa
sallam. Dari fi’il beliau telah mutawatir beritanya bahwa beliau
meng’aqiqahkan kedua cucu beliau yaitu Hasan dan Husain. Salah satunya
adalah dari jalan Abdullah bin Abbas ra., ia berkata,

“Sesungguhnya Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam telah
meng’aqiqahkan untuk Hasan dan Husain (masing – masing) dengan dua ekor
kambing kibasy” (HR. an Nasai no. 4219, dishahihkan oleh Syaikh al
Albani dalam Irwaa-ul Ghalil no. 1164)

Adapun jumlah kambing yang disembelih untuk anak laki – laki adalah 2
ekor dan untuk anak perempuan adalah satu ekor. Dari Aisyah ra., ia
berkata,

“Sesungguhnya Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam telah
memerintahkan kepada mereka agar kami ber’aqiqah untuk anak laki – laki
dua ekor kambing yang sama dan untuk anak perempuan seekor kambing”
(HR. at Tirmidzi no. 1513, at Tirmidzi mengatakan, “Hadits ini hasan –
shahih”, Syaikh al Albani mengatakan dalam al Irwaa no. 1166 bahwa
sanad hadits ini shahih)

Berkenaan dengan hukum ‘aqiqah para ulama berbeda pendapat, namun
pendapat jumhur (kebanyakan) ulama adalah seperti pendapatnya Imam
Malik yang mengatakan dalam al Muwaththa, “Dan ‘aqiqah itu tidaklah
wajib, tetapi dianjurkan sebagai sunnah untuk diamalkan” (Lihat juga
Syarhus Sunnah IX/276 oleh al Baghawi dan lainnya).

Sementara itu yang dimaksud dengan hari ketujuh adalah dimana hari
kelahiran itu dihitung sebagai satu hari dan ditambah dengan enam hari
berikutnya, misalnya sang buah hati lahir pada hari Ahad (ini dihitung
satu hari) maka penyembelihan dilakukan pada hari Sabtu dan seterusnya
(Lihat perkataan Imam an Nawawi dalam Majmu’ Syarah Muhadzdzab 8/431)

Dan daging aqiqah sebagiannya dapat dimakan dan sebagian dibagikan
kepada tetangga, fakir dan miskin serta diperbolehkan pula mengundang
orang untuk memakan daging ‘aqiqah (Lihat Tuhfah al Wadud oleh Ibnu
Qayyim al Jauziyyah).

Keenam : Mencukur rambut kepala bayi pada hari ketujuh.

Sunnah mu’akkadah mencukur rambut kepala bayi pada hari ketujuh hingga
habis berdasarkan hadits Samurah bin Jundub ra. yang telah disebutkan
di atas. Dan dilarang mencukur rambut secara qaza’ yaitu mencukur habis
sebagian rambut kepala bayi dan membiarkan sebagian yang lain. Dari
Ibnu Umar ra., ia berkata,

“Rasulullah melarang potongan rambut qaza’” (HR. al Bukhari no. 5920
dan Muslim no. 2120)

Demikianlah bingkisan kasih untuk si buah hati berdasarkan sunnah
Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam. Semoga tulisan yang sederhana
ini bisa menjadi kado bagi kaum muslimin yang sedang menanti putra –
putrinya lahir ke dunia. Salam sayang saya buat si kecil. BarakallaHu
fiHi.

Maraji’ :
Buah Hati yang Dinanti, Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdar, Darul Qalam,
Jakarta, Cetakan Keempat, 1425 H/2005 M.
Ringkasan Tuhfatul Wadud bi Ahkamil Maulud, Peringkas : Abu Shuhaib al
Karami, Pustaka Arafah, Solo, Cetakan Pertama, Maret 2006.


Catatan Penting :

Dha’ifnya Hadits Mengadzankan Bayi yang Baru Lahir

Dari ‘Ubaidullah bin Abi Rafi’ dari bapaknya (yakni Abu Rafi’), ia
berkata, “Aku pernah melihat Rasulullah adzan di telinga Hasan bin Ali
ketika dilahirkan Fatimah” (HR. Abu Dawud no. 5105, Tirmidzi no. 1514
dan Baihaqi 9/305, semuanya dari jalan Sufyan Ats Tsauri dari ‘Ashim
bin ‘Ubaidillah dari bapaknya)

Sanad hadits ini dha’if karena ‘Ashim bin Ubaidillah bin ‘Ashim adalah
seorang rawi yang lemah dari sisi hafalan. Dia telah dilemahkan oleh
jama’ah ahli hadits seperti : Ahmad bin Hambal, Sufyan bin Uyainah, Abu
Hatim, An Nasai, Ibnu Ma’in dan lainnya sebagaimana diterangkan oleh Al
Hafizh pada Kitab Tahdzib 5/46-49.

Telah ada 2 syahid bagi hadits di atas, yaitu dari hadits Husain bin
Ali ra. dan Abdullah bin Abbas ra. Tetapi kedua hadits tersebut maudhu’
(palsu), yang sama sekali tidak dapat dipakai sebagai penguat bagi
hadits mengadzankan bayi dari hadits ‘Ashim bin Ubaidillah.

Karena pada hadits Husain bin Ali ra. terdapat rawi yang bernama
Jubarah dan Yahya bin ‘Alaa’ Al Bajaliy. Al Bukhari berkata tentang
Jubarah, “Haditsnya mudhtharib” (Mizaanul I’tidal juz 2 hal. 387 oleh
Imam Adz Dzahabi), sementara itu Imam Ahmad berkomentar terhadap Yahya
bin ‘Alaa’ Al Bajaliy, ”Seorang pendusta, pemalsu hadits” (Mizaanul
I’tidal juz 4 hal. 397)

Untuk pembahasan lebih mendalam silahkan merujuk ke Kitab Silsilah
Dha’ifah no. 321 dan no. 6121 karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al
Albani.

Maraji’
Disarikan dari Tulisan Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat pada Majalah
As Sunnah, Yayasan Lajnah Al Istiqamah, Solo, Edisi 05/IX/1426 H/2005
M, hal. 19.
Al Masaa-il Jilid 5, Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat, Darus Sunnah,
Jakarta, Cetakan Pertama, November 2005.





Allah Ta'ala berfirman, "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa
syirik, dan Dia mengampuni dosa selain (syirik) itu bagi siapa yang
dikehendaki-Nya.  Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh ia
telah berbuat dosa yang besar" (QS. An Nisaa' : 48)

Dari Abu Dzar ra., Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
"Jibril berkata kepadaku, 'Barangsiapa diantara umatmu yang meninggal
dunia dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun,
maka pasti dia masuk surga'" (HR. Bukhari) [Hadits ini terdapat pada
Kitab Shahih Bukhari]

"Fa maadza ba'da-lhaqq, illa-dl_dlalaal"Leo ImanovAbdu-lLahAllahsSlave


           
___________________________________________________________
To help you stay safe and secure online, we've developed the all new Yahoo! Security Centre. http://uk.security.yahoo.com




***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]




SPONSORED LINKS
Cultural diversity Indonesian languages Indonesian language learn
Indonesian language course


YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke