Subject: [wahana-news] Pernyataan sikap atas pembubaran seminar di Bandung oleh kelompok Paramiliter


Klarifikasi atas pemberitaan pembubaran paksa "Pasamoan Perempuan-Perempuan Tangguh" di Wisma Brantas No. 2 Bandung, Sabtu 20 Mei 2006.

Pada hari Sabtu, 20 Mei 2006, sekitar pukul 11 siang di Wisma Brantas telah terjadi pembubaran paksa atas kegiatan Pasamoan Perempuan-Perempuan Tangguh dengan tema, "Menggugah Memori Menggapai Rekonsiliasi Memperkuat NKRI" yang diselenggarakan oleh Komnas Perempuan, Syarikat (Masyarakat Santri untuk Advokasi Rakyat) Indonesia, dan INCReS (Institute for Culture and Religion
Studies).

Pembubaran ini dilakukan oleh ratusan orang yang mengatasnamakan Organisasi Kepemudaan yang terdiri dari: Persatuan Anti Gangguan Regional (PAGAR) dan Organisasi Kepemudaan Patriot Panca Marga. Pembubaran tersebut disertai dengan ancaman-ancaman yang dilakukan secara verbal, perampasan sejumlah peralatan panitia dan perampasan beberapa dokumen acara.

Bersamaan dengan kejadian tersebut Polresta Bandung Tengah membawa empat (4) orang panitia untuk diinterogasi di kantor Polresta dan dipaksa menandatangai BAP.

Menyikapi atas peristiwa tersebut, kami perlu memberikan klarifikasi
sebagaimana berikut:

A.   Kegiatan kami adalah legal dan tidak memerlukan surat izin. Legalitas kami didasarkan pada:

1.     UUD 1945 Pasal 28 (i) tentang Kebebasan berpendapat, berkumpul dan berserikat

2.      UU RI No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menyatakan:

a.   Pasal 24 (1) yang menyatakan setiap orang berhak berkumpul, berapat dan berserikat untuk maksud-maksud damai.

b.  Pasal 30: Setiap orang berhak atas rasa aman dan tentram serta
perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat dan tidak berbuat sesuatu.

c.   Pasal 69 (1): setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain, moral, etika, dan tata tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

3.   UU RI No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, yang menyatakan:

a)   Pasal 5: warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berhak untuk: a. mengeluarkan  pikiran secara bebas. b. memperoleh perlindungan hukum

b)  Pasal 9: bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dengan rapat umum dan atau mimbar bebas

c)   Pasal 10 (1): penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri.

d)  Pasal 13 (1): Setelah menerima surat pemberitahuan yang dimaksud
sebagaimana pada pasal 11, Polri wajib: a. segera memberikan surat tanda terima pemberitahuan dan mempersiapkan pengamanan tempat, lokasi dan rute

e)   Pasal 13(2): dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum POLRI bertanggung jawab memberikan perlindungan keamanan terhadap pelaku dan peserta penyampaian pendapat di muka umum.


B.   Pasamoan yang kami selenggarakan merupakan salah satu wujud partisipasi kami selaku warga negara RI dalam membantu meringankan agenda pemerintah RI yang telah dituangkan didalam UU No. 27 tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).

Sebagaimana jelas tertuang pada pasal 3 yang menyatakan bahwa tujuan pembentukan Komisi adalah:

a.   menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi pada masa lalu di luar pengadilan, guna mewujudkan perdamaian dan persatuan bangsa; dan

b.  mewujudkan rekonsiliasi dan persatuan nasional dalam jiwa saling
pengertian.


Berdasarkan fakta dan koridor hukum yang berlaku, maka dengan ini kami menyatakan bahwa :

1.      Pembubaran paksa kegiatan yang kami selenggarakan dengan cara-cara intimidasi oleh beberapa Ormas dan OKP, bisa mencederai proses rekonsiliasi itu sendiri.

2.      Kami menyayangkan tindakan polisi karena bertindak di luar koridor hukum dengan tidak menjamin dan melindungi kebebasan berkumpul sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang.

3.      Kami juga menyayangkan tindakan polisi yang mengintrogasi 4 (empat) orang panitia tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur di dalam KUHAP.

4.      Kami mengecam tindakan kelompok OKP sebagaimana disebut di atas yang telah secara sepihak melakukan pembubaran paksa sebagai pelanggaran terhadap KUHP tentang menganggu ketertiban.

  Bahwa sesuai dengan kewajiban dasar polisi adalah menjamin dan melindungi warga negara Indonesia, Kami dari Komnas Perempuan, Syarikat Indonesia, dan INCReS merekomendasikan :

   1.. Polisi tidak melakukan pembiaran terhadap tindakan-tindakan yang mengancam keselamatan orang lain.
   2.. Polisi segera memeriksa dan menyelidiki kelompok-kelompok penyerang mengenai: motif dan tujuan tindakan pembubaran paksa tersebut.
   3.. Sejatinya, semua pihak terlibat dalam proses perdamaian yang
mengedepankan dialog dan semangat rekonsiliasi daripada tindakan kekerasan.

Demikian klarifikasi dan rekomendasi ini kami susun. Kami berharap apa yang kami lakukan ini tidak disalahpahami sebagai genderang perang, melainkan lebih bijak ditempatkan dalam konteks proses cara kita menyelesaikan kesalahpahaman yang terjadi secara damai dan tanpa kekerasan dalam bentuk apapun. Terima kasih.


Bandung, 22 Mei 2006
Yang berdatangan di bawah ini:

  Ita F. Nadya         -   (Komnas Perempuan)
  M. Imam Azis      -    (Syarikat Indonesia)
  Hasim Adnan       -    (INCReS)


***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]




YAHOO! GROUPS LINKS




Reply via email to