Nih komen saya pribadi, sebenernya Gus Dur sebagai orang besar pasti sangat paham akan karakter kelompok - kelompok masyarakat Islam (di Indonesia), jadi perbedaan pandangan sih syah2 saja. Tapi "kelakar" yang sangat menyentuh hati sebagian besar masyarakat Islam di Indonesia (mungkin dunia) tentu tidak bijaksana ( mengingat tidak semua masyarakat Islam di Indonesia mempunyai kebijaksanaan, jiwa besar seperti Nabi SAW yang sanggup dan mengerti untuk menerima "kelakar" tersebut, dan Gus Dur pasti tau itu). Jadi kelakar yang dilemparkan tersebut tidaklah bijaksana kecuali menimbulkan kontroversi yang akan menambah keributan negeri ini. Sebenarnya banyak cara untuk memberikan perbedaan pendapat tanpa menimbulkan keributan..... Caranya cari sendiri ya jangan tanya saya.

RM Danardono HADINOTO <[EMAIL PROTECTED]> wrote:    Belajar dari kasus pengusiran Gus Dur 
    
  Kasus pengusiran KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) oleh sekelompok
orang dalam acara forum dialog antarumat beragama di Purwakarta,
beberapa waktu lalu, ternyata berbuntut panjang. Sejumlah tokoh
mengecam peristiwa itu. Sementara pendukung Gus Dur di berbagai
daerah pun berunjuk rasa dan mengecam kejadian tersebut. Mengapa
kasus itu menjadi demikian serius? Tentu karena orang yang diusir
itu adalah Gus Dur, mantan presiden, mantan Ketua Umum PBNU, dan
tokoh pemikir Islam yang memiliki banyak pengikut.

Namun, Gus Dur tentu bukanlah satu-satunya faktor pemicu utama. Ada
hal lain yang lebih serius lagi, di samping 'kelakarnya' tentang Al-
Qur'an yang dianggapnya sebagai kitab suci paling porno. Yakni, soal
pertarungan pemahaman keagamaan yang belakangan ini relatif marak.
Terutama terkait dengan pro-kontra terhadap RUU Antipornografi dan
Pornoaksi di mana Gus Dur berseberangan dengan MUI dan ormas Islam
seperti FPI, MMI, HTI yang mendukung RUU tersebut.

Persoalannya, mengapa kita seperti tak memahami dan cenderung
memusuhi yang tak sependapat dengan cara kekerasan? Bukankah Islam
mengajarkan bahwa perbedaan pendapat merupakan sebuah rahmat?

Religious extremism

Kasus pengusiran Gus Dur kian membuktikan bahwa di negeri ini agama
masih muncul sebagai obyek kekuasaan dan politisasi, faktor
disintegratif, alat provokasi kerusuhan, dan pemicu kekerasan. Ini
artinya, masih ada something wrong pada paradigma keberagamaan kita
selama ini.

Tidak sedikit elite dan masyarakat awam bersikap ekstrim dan eksesif
dalam beragama. Menurut Yusuf Qardhawi (1981), ada beberapa
indikator religious extremism. Pertama, fanatisisme dan intoleransi,
sebagai akibat prasangka, kekakuan, dan kepicikan pandangan. Ini
lalu menggiring mereka memaksa orang lain, baik dalam bentuk
terorisme intelektual seperti fitnah dan tuduhan penganut bid'ah
(mengada-ada), kafir, fasik, murtad, yang lebih terrifying daripada
terorisme fisik.

Kedua, berlebih-lebihan atau melampaui batas. Misalnya, ada saja
kelompok agama yang cenderung mengambil garis keras yang hobi
berdemonstrasi dengan makian, hasutan, bahkan ancaman bom. Para
penganjur agama kelompok ini mendoktrinasi suasana batin orang awam
dengan cara memanipulisasi solidaritas kelompok.

Ketiga, membebani orang lain tanpa mempertimbangkan situasi dan
kondisi. Keempat, keras dalam memperlakukan diri sendiri dan orang
lain sehingga, misalnya, asas praduga tak bersalah tidak pernah
dihiraukan.

Semua ciri ekstremisme agama yang tiranik dan tidak egaliter ini
jelas membahayakan hak-hak orang lain. Ekstremisme juga melahirkan
bahaya dan ketidakamanan, serta mencabut rasa aman dan perlindungan.

Karena itu, harus ada paradigm shift dari sikap beragama yang
inhumane kepada yang humane. Paradigma humanis ini adalah paradigma
nilai, sikap, norma, dan praktik keberagamaan yang mendukung
kehidupan damai dan nir kekerasan, menghargai perbedaan dan
pluralisme, menjunjung tinggi kebebasan berpendapat dan berekspresi,
serta memajukan harmoni antarbudaya.

Ujian pluralitas

Satu hal lain yang patut dicatat dari kasus pengusiran Gus Dur
adalah ujian pluralitas. Kita sangat menyayangkan bila perbedaan
pemahaman antara Gus Dur yang pluralis dan moderat dengan FPI, MMI,
HTI, dan FUI, yang dikenal konservatif-fundamentalis, itu akhirnya
bermetamorfosis menjadi tindak menafikan perbedaan, bahkan sudah
menjurus pada tindak kekerasan. Seharusnya, semua pihak bisa
menyikapi perbedaan itu dengan penuh kesopanan dan kesantunan.

Harus diingat, bahwa pluralitas dan atau pluralisme adalah sebuah
keniscayaan atau sunatullah yang tidak bisa ditolak dan dilawan.
Apalagi dalam negara yang terdiri dari multietnis, multiras, dan
multiagama seperti bangsa Indonesia.

Karena itu, di tengah kehidupan yang plural, seseorang atau
sekelompok orang harus menyadari bahwa kebenaran yang mereka pegang
adalah kebenaran relatif. Bisa saja kebenaran yang diyakini dan
dipegang itu ditarik dari ajaran agama. Namun, yakinkah bahwa proses
penarikan dari ajaran agama yang merupakan hasil penafsiran itu
merupakan kebenaran yang sesungguhnya ?

Padahal, ketika memahami dan mengamalkan agama, pada hakikatnya
masing-masing orang atau kelompok melakukan pendekatan yang dibatasi
oleh ruang dan waktu. Artinya, ada kemungkinan orang lain dan
kelompok lain yang berada di ruang dan waktu yang berbeda juga
memiliki penafsiran keagamaan yang berbeda.

Bahwa ajaran agama memang satu, itu benar adanya. Namun,
keterbatasan ruang dan waktu akan memungkinkan satu dan lainnya
memiliki penafsiran yang berbeda. Menyebut sekadar contoh, Imam
Syafi'i memiliki dua penafsiran yang berbeda soal fiqh (hukum
Islam). Yakni qaul qadim (penafsiran lama) dan qaul jaded
(penafsiran baru). Ini terjadi, karena Imam Syafi'i kebetulan pernah
tinggal di dua wilayah dan habitat yang berbeda setting sosio-
kulturnya, yaitu Mesir dan Irak.

Nah, seorang ulama besar Imam Syafi'i saja, ketika berada di ruang
dan waktu yang berbeda, bisa menghasilkan dua penafsiran yang beda.
Bagaimana bila hal itu melibatkan banyak orang? Ada Gus Dur, NU,
Muhammadiyah, FPI, MMI, FUI, HTI, dan MUI. Tentu variannya akan
lebih banyak lagi. Sebab, yang memengaruhi bukan semata-mata ruang
dan waktu. Tapi, sudah menyangkut perbedaan karakter, tingkat
kecerdasan, tingkat kepekaan, tingkat toleransi, dan model
pendekatan.

Kini saatnya seluruh komponen bangsa ini untuk lebih mengedepankan
aspek saling menghargai perbedaan pendapat. Sangatlah tidak patut
bila memperjuangkan kebenaran ditempuh dengan cara-cara yang tidak
benar.

Nabi Muhammad SAW berhasil membawa misi ke-Islaman di bumi ini jelas
karena beliau memiliki hati yang lembut, sejuk, dan senantiasa
menebarkan kedamaian, bukan teror dan kekerasan. Nabi selalu
mengajarkan agama melalui proses yang mempertimbangkan ruang dan
waktu. Contoh mulia dari orang mulia inilah yang harus diteladani
oleh siapa pun yang mengklaim dirinya Muslim, di mana pun dan kapan
pun.

Lebih dari itu, hendaknya para pemeluk agama jangan lagi mau
diperalat sekadar sebagai 'kuda lumping' yang disuruh mengamuk,
seruduk kanan-kiri, yang berujung pada jatuhnya martabat agama dan
pemeluk agama di satu sisi, dan tumbuhnya benih konflik di sisi
lain. Kalau umat beragama selalu ribut, lantas kapan agama akan
tampil sebagai pembawa rahmat dan penyebar damai?

Betapa malang nasib bangsa kita kalau umat sesama agama saja tidak
rukun. Semua itu tidak produktif melainkan justru kontraproduktif.

Oleh Maksun
Dosen Fakultas Syari'ah IAIN Walisongo Semarang




  
  




    

  ***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 

             

        SPONSORED LINKS  
                                                    Cultural diversity                                       Indonesian languages                                       Indonesian language learn                                                                     Indonesian language course                                                 
     
---------------------------------
   YAHOO! GROUPS LINKS

   
    Visit your group "ppiindia" on the web.
   
    To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]
   
    Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.

   
---------------------------------


    

Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com

[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]




SPONSORED LINKS
Cultural diversity Indonesian languages Indonesian language learn
Indonesian language course


YAHOO! GROUPS LINKS




Reply via email to