DJ Oko - Duka Jogja Duka Indonesia
Thank you for add
<http://www.friendster.com/login.php?aff_id=15175964&link_id=2&count=cli
ck> [EMAIL PROTECTED] On friendster
Direct Line 021.88.32.068 After Hour 021.93.102.213
 
Kompas Jabar poe ieu:

Forum
Wasiat "Antikorupsi" Para Leluhur Sunda

Mungkin para karuhun (leluhur) Sunda sudah mampu bersikap futuristik.
Memandang jauh ke depan, bahwa kelak anak-cucu mereka akan menghadapi
perubahan-perubahan besar, gonjang-ganjing alam dan zaman. Sehingga,
mereka telah menyiapkan antisipasi berupa petatah petitih yang penuh
siloka (seloka, simbol).

Tak sedikit di antara siloka itu mengandung dorongan "antikorupsi". Di
antaranya, ucapan-ucapan yang sering dilontarkan para indung beurang
atau
paraji (dukun beranak) ketika mengurus kelahiran bayi:

Ulah sacokot-cokotna, lamun lain cokoteunana.

Ulah sadenge-dengena, lamun lain dengeunana.

Ulah satenjo-tenjona, lamun lain tenjoeunana.

Ulah salengkah-lengkahna kana lain tincakeunana.

Ulah uruy ku pamulu batur.

Ulah kabita ku pangala jalma.

Batur mah tukang kabitur.

Jalma mah gampang katara.

Sing ajeg sing panceg dina tangtungan diri sorangan.

Ngaub kana hukum agama jeung darigama.

(Jangan mengambil, jika bukan haknya.

Jangan sembarang mendengar, jika bukan untuk didengar.

Jangan sembarang melihat, jika bukan untuk dilihat.

Jangan sembarang melangkah, pada bukan tempat pijakan.

Jangan tergoda oleh penghasilan orang lain.

Orang lain mudah diketahui.

Manusia mudah terlihat.

Teguhlah pada pendirian diri sendiri.

Berlindung kepada hukum agama dan darigama.) Jampe pamake (mantera)
tersebut dibaca sambil nenjrag (menggebrak dengan kaki) lantai rumah
yang
umumnya masih menggunakan palupuh (lantai terbuat dari bambu). Konon,
agar
bayi tidak renjagan (mudah terkejut) jika menghadapi segala sesuatu yang
baru, aneh, dan menarik. Tidak mengidap culture shock. Juga tidak aji
mumpung.

Setelah bayi semakin hari semakin membesar, berkembang fisik dan
psikisnya, siloka yang mengandung harapan-harapan penuh kebaikan dan
kebajikan tak pernah henti dilontarkan. Tidak lagi oleh paraji melainkan
oleh orang tua (ibu, ayah, nenek, kakek, dan karib kerabat). Harapan
masa
depan itu terangkai dalam kalimat singkat padat namun penuh makna:
cageur,
bageur, bener, pinter (sehat, berkelakuan baik, berbuat benar, dan
pandai).

Jangan melanggar hukum

Ucapan-ucapan mengandung harapan agar anak keturunan memiliki karakter
kuat, bersih, jujur, dan jauh dari perbuatan melanggar hukum, serta
ditunjang oleh kebiasaan sederhana masyarakat (pedesaan) Sunda yang
serba
seadanya: makan, minum, berpakaian, asal terpenuhi sarat-sarat mendasar
saja.

Makan asal tidak lapar, minum asal tidak haus, berpakaian asal tidak
telanjang. Sikap demikian merupakan kristalisasi dari perilaku zuhud
(sederhana) dan wara (apik) yang berkembang di kalangan kaum sufi.
Apakah
masyarakat Sunda-yang kemudian identik dengan Islam-mendapat pengaruh
paham sufi harus diteliti lebih jauh. Yang jelas, jauh sebelum Islam
masuk
ke Nusantara-termasuk ke Tatar Sunda-abad ke-14, masyarakat Sunda yang
mayoritas berada di pedesaan memiliki pola hidup sederhana.

Hal itu terlihat dari kondisi lingkungan sehari-hari. Sebuah rumah
keluarga Sunda tradisional dilengkapi sebidang sawah dan kebun, serta
sepetak kolam. Sawah menjadi sumber makanan pokok, padi. Jika hasilnya
melimpah ruah (karena sawahnya luas), padi disimpan di leuit (rangkiang)
setelah melalui proses pemeliharaan pascapanen yang cermat, mulai dari
mengeringkan hingga mangkek (mengikat) menjadi eundan atau pocong (satu
ikat). Tiap dua eundan digabungkan dalam satu ikatan yang dinamakan
geugeus atau gedeng.

Kegiatan mangkek biasanya dilakukan malam hari di gubuk tengah sawah.
Beberapa tukang mangkek sengaja diundang, disuguhi makan- minum
secukupnya, diterangi cahaya obor, dimeriahkan alunan beluk (alunan
suara
tinggi melengking) dari para tukang mangkek itu sendiri. Di sebuah
hamparan sawah biasanya terdapat empat-lima kelompok tukang mangkek
saling
beradu kemampuan beluk.

Padi yang sudah selesai dipangkek keesokan harinya diangkut ke tempat
penyimpanan. Di beberapa tempat, seperti di selatan Kabupaten Sukabumi,
pengangkutan padi kadang-kadang diramaikan oleh upacara adat Rengkong.
Semacam "ritual" khas diiringi bunyi rancatan (alat pemikul padi) yang
berirama. Di Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang, ritual itu
diiringi tabuhan tarawangsa (semacam rebab, berdawai tunggal).

Tidak ada padi yang dijual dadakan seperti sekarang. Sebab, padi yang
ditanam masih dari jenis ranggeuyan (bertangkai). Beda dengan jenis padi
gabah yang tidak memerlukan perawatan berliku. Ini menunjukkan betapa
orang Sunda tempo dulu sangat hemat, benar-benar menghargai hasil
keringat
sendiri sebagai sumber ketahanan pangan.

Padi yang disimpan di rangkiang memang sering tersisa hingga musim panen
baru datang lagi, kecuali kalau terjadi paceklik panjang. Namun, jauh
berbeda dengan sekarang, begitu selesai panen, para petani sudah tak
lagi
punya padi. Sebab, utang-utang bekas kebutuhan hidup sudah menunggu,
mulai
dari utang biaya menggarap, pupuk, hingga kredit alat-alat elektronik.

Antikorupsi

Masyarakat pedesaan Sunda masa lalu menerapkan prinsip "ulah
sacokot-cokotna lamun lain cokoteunana" secara elastis, praktis, dan
lestari dalam segenap aspek kehidupan sehari-hari. Mereka jarang menjual
padi karena padi dianggap bukan barang jualan, melainkan cadangan
kebutuhan pangan. Mereka teguhkan dalam penjabaran "ulah sajual-jualna
lamun lain jualeunana" (jangan sembarang menjual, jika bukan untuk
dijual).

Yang boleh bebas dijual adalah hasil kebun yang disebut palawija. Padi
huma (gogo) kacang, jagung, labu, kecipir, dan buah- buahan ada yang
disisihkan untuk dijual atau ditukarkan dengan kebutuhan sandang, tapi
itu
pun dengan prinsip "sesa seubeuh". Artinya, sudah kenyang memakan, baru
sisanya dijual.

Hasil kolam termasuk boleh dijual. Ikan beserta isi kolam lainnya dapat
langsung diuangkan. Dari hasil kebun atau ladang itulah orang Sunda
pedesaan masa lampau memenuhi kebutuhan ekonomi sehari-hari. Mereka
adalah
produsen yang memiliki posisi tawar amat tinggi di hadapan para pedagang
berbagai jenis barang nonpertanian.

Perubahan zaman yang serba cepat-yang mengubah sistem pertanian
tradisional dengan sistem intensifikasi akibat gagasan "Revolusi Hijau"
(bersama "Revolusi Biru" di bidang perikanan)-membuat penduduk pedesaan
sangat tergantung kepada uang, menjadi konsumen yang tunduk patuh kepada
para produsen benda-benda konsumtif.

Mereka tidak mampu membuat lagi benih sendiri karena benih harus dibeli
dan tak terpisahkan dari kebutuhan pupuk, obat-obatan, serta sarana lain
yang berkaitan dengan intensitas garapan. Belum lagi menghadapi
fluktuasi
harga jual gabah yang berada di bawah kendali para tengkulak yang tak
segan-segan melakukan praktik ijon. Mungkin perubahan inilah yang
membuat
paradigma "ulah sacokot- cokotna" luntur. Masyarakat petani yang menjadi
tiang utama sistem sosial masyarakat Sunda keseluruhan sudah tinggal
"daki" (istilah: patani kari daki). Ini membuat sikap zuhud dan wara
ikut
tergerus, hanyut oleh sikap konsumtif yang menonjolkan kerakusan (tamak)
dan pamer kekayaan materi (riya) sehingga "ulah sacokot-cokotna" tidak
berguna lagi, tergantikan sifat "aji mumpung" yang melahirkan sikap
"menghalalkan segala cara".

Apalagi, peran paraji sudah sirna. Palupuh tempat ngagebrag bayi agar
tidak memiliki sifat culture shock sudah tak ada lagi. Semua rumah di
pedesaan rata-rata sudah berdinding beton dan berlantai keramik, terlalu
keras untuk ditenjrag.

Tak heran jika kemudian ada teureuh Sunda yang korupsi (karena
"sacokot-cokotna") dituntut hukuman mati.

H USEP ROMLI HM Seniman dan Budayawan, Tinggal di Pedesaan Cibiuk, Garut

mj

http://geocities. <http://geocities.com/mangjamal> com/mangjamal
 


[Non-text portions of this message have been removed]





------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
You can search right from your browser? It's easy and it's free.  See how.
http://us.click.yahoo.com/_7bhrC/NGxNAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke