http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/062006/21/0902.htm


Di Antara Sampah itu Ada Mak Enoy!
Oleh MEMET H. HAMDAN 


  Bandung dan Bekasi (dua kota di Jawa Barat) terkotor di Indonesia. Sementara 
Wakil Gubernur Jawa Barat dengan ekspresif menyatakan kekecewaan, Pak Dada 
Rosada yang Wali Kota Bandung mengaku tidak kecewa, bahkan tampaknya sangat 
"sumamprah" terhadap penilaian yang merupakan hak sang penilai.



Sejalan dengan itu pula, pada hari Selasa tanggal 13 Juni 2006, sekelompok -- 
lebih kurang 60- orang (yang merasa diri peduli kebersihan kota dan cinta 
kepada kota bandung) -- yang diprakarsai The Bandung Heritage Society dengan 
Frances Affandi-nya, berkumpul di Bale Pasundan Hotel Panghegar untuk 
berbincang bagaimana "kita" bisa ikut menyelesaikan masalah sampah yang 
jumlahnya kurang lebih 650.000 m3 dan sudah melebihi kemampuan pengolahan dari 
Dinas Kebersihan (baca : Pemerintah!) Kota Bandung.

Prof. Otto Sumarwoto yang pakar lingkungan dalam pertemuan tersebut sangat 
sugestif menilai sampah adalah sebagai resources, dengan semangat yang menggebu 
menyampaikan alternatif untuk mengubah sampah organik (yang setelah dipilah 
dari sampah an-organik) untuk dijadikan kompos yang bermanfaat untuk pertanian. 
Pondok Karinda (Karang Tengah Indah) di Jakarta Selatan yang pemiliknya adalah 
Pak Djamaludin (mantan Menteri Kehutanan RI) diintroduksikan sebagai upaya yang 
baik bagaimana mengubah sampah tersebut menjadi kompos, dengan pengolahan yang 
sederhana dan sebatas lingkungan rumah tangga dalam lingkungan rukun tetangga. 

Pak Otto sangat konsisten untuk konsep bahwa sampah jangan dibakar, karena 
selain akan menghasilkan dioksin yang tidak bagus dihirup manusia, juga akan 
membuat sampah menjadi limbah buangan, bukan sumber daya olahan. Konsekuen 
dengan pendapatnya, Prof. Otto sangat mengkritisi pembakaran sampah di tempat 
sampah Kantor Gubernur di Gedung Sate. Pak Otto menggarisbawahi, bahwa untuk 
situasi Kota Bandung yang berada pada sebuah cekungan, penanggulangan sampah 
dengan cara dibakar adalah sangat tidak baik apalagi menguntungkan.

Sejalan dengan Prof Otto, Prof. Sobirin yang juga menggeluti ihwal lingkungan, 
menawarkan alternatif solusi yang identik dengan apa yang dilakukan di Karinda, 
dengan penerapan teknis yang lebih sederhana, bahkan untuk pengolahan di 
tingkat rumah tangga bisa dengan menggunakan alat bantu karung plastik dan 
ember bekas. Pak Sobirin memberikan proses adaptifnya dengan memperlihatkan 
tanaman padi yang ditanam pada pot dan menggunakan kompos produksinya sendiri 
untuk pemupukannya. Pada skala yang lebih besar, Pak Sobirin mengintroduksi 
bahwa penggunaan kompos untuk areal sawahnya yang 1 hektare, produksi pada saat 
panen bisa mencapai 9,5 ton gabah. 

Pada pertemuan ini juga hadir beberapa orang aktivis LSM dan beberapa figur 
wanita, seperti Ibu Rukasih, Ibu Aang Kunaefi, Ibu Popong, Ibu Suhud Warnaen, 
Ibu Ana Anggraeni, dan Ibu Yani Aman, yang dengan tekun mengikuti pertemuan ini 
sampai selesai pukul 22.30 WIB. Pertemuan ini, sekali lagi, dimaksudkan sebagai 
ekspresi kepedulian warga -paling tidak peserta yang hadir- terhadap 
kebersihan, kenyamanan dan keamanan Kota Bandung, yang oleh Kang Herman 
Rukmanadi disampaikan sebagai pra-syarat daya tarik untuk kedatangan wisatawan 
ke suatu destinasi wisata. Ibu Rukasih Dardjat yang kebetulan juga adalah dari 
LIPI, kembali mengingatkan bahwa LIPI bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi 
Jawa Barat pada tahun 1993 telah menguji coba pembuatan insinerator untuk 
pengelolaan sampah, bahkan pada saat itu menjadi percontohan untuk 21 provinsi 
lainnya di Indonesia. 

Mendukung gagasan tanggung jawab individual dalam pengelolaan dan pengolahan 
sampah, Ibu Yani yang kebetulan pengusaha, menyampaikan agar gagasan cara 
penanggulangan sampah yang diintroduksi oleh Pak Otto dan Pak Sobirin bisa 
segera disebarluaskan kepada masyarakat untuk replikasi di lapangan. Mendukung 
demikian banyak pemikiran, Ibu Hj. Aang Kunaefi, ketika diminta berbicara, 
tidak dapat menyembunyikan kemarahannya kepada petugas (Dinas Pertamanan atau 
Kebersihan?) Kota Bandung, ketika tanaman melati di depan rumahnya di Jln. 
Karang Tinggal dicabuti petugas tersebut, meskipun digantikan dengan tanaman 
pelindung yang besar. Yang cukup penting pencerahan dari Ibu Aang adalah, bahwa 
penanganan sampah harus dimulai dari diri dan rumah sendiri. 

Mendukung untuk pengelolaan sampah, Prof. Rachman Maas mengintroduksi bahwa 
pembuatan kompos dari tinja manusia pun, seperti yang dilakukan di RRC tidak 
masalah, selama urine atau tinja yang jadi kompos itu untuk digunakan sebagai 
pupuk. Lebih jauh Pak Rachman Maas memberikan pencerahan spiritual, bahwa yang 
harus dicari oleh manusia (terutama Muslim) adalah bukan hanya kepuasan dan 
keamanan di dunia, tapi juga keselamatan di akhirat. Dengan menempatkan 
kebersihan sebagai pangkal keimanan, Pak Rachman Maas sangat menggarisbawahi 
bahwa pengelolaan sampah harus dimulai dari/secara individual, didukung dengan 
kadar keimanan kepada sang Khalik. Ibu Ana Anggraeni, bahkan mengingatkan peran 
seorang anak murid taman kanak-kanak untuk tidak membuang sampah sembarangan.

Bandung sudah divonis sebagai salah satu kota terkotor di republik ini, bahkan 
Pak Yusuf Kalla yang Wakil Presiden mengajak kita untuk tertawa. Ir. Achmad 
Setjadipradja yang pakar teknik penyehatan mengingatkan bahwa sampah yang pada 
"episode" ketiga ini menumpuk sebanyak 650.000 m3, apabila dibariskan di jalan 
raya akan menumpuk dari Cibeureum di batas barat Kota Bandung sampai ke 
Ujungberung di batas timur setinggi 7 meter. Luar biasa!!

Produksi sampah sampah di Kota bandung yang diintroduksi pada pertemuan ini, 
adalah sebanyak 8.500 m3 per hari, dan 5.000 m3 di antaranya adalah produksi 
dari rumah tangga, sisanya berasal dari pasar tradisional, mal, perkantoran, 
jalanan, dan fasilitas publik lainnya. Penulis melihat bahwa apabila 5.000 m3 
atau paling tidak 50% sampah di Kota Bandung bisa diselesaikan di tingkat rumah 
tangga dan rukun tetangga, tugas Dinas Kebersihan Pemkot Bandung dengan 75 buah 
(yang jalan hanya 55 buah) armada truknya, akan lebih ringan.

Mendukung kepada aplikasi tanggung jawab masyarakat secara individual dalam 
pengelolaan dan pengolahan sampah ini, proses teknis yang perlu ditempuh adalah 
bagaimana sampah itu bisa dipilah antara sampah organik dan anorganik. 
Bagaimana sampah yang basah dipisahkan dari yang kering, makanan sisa 
dipisahkan dari plastik dan kertas. Sementara sampah organik dan sisa makanan 
bisa diolah menjadi kompos dengan proses mikroorganisme yang sangat sederhana, 
kata Pak Sobirin dan Pak Otto, plastik, kaleng dan kertas bisa didaur ulang, 
bahkan bisa mendatangkan rezeki bagi pemulung.

Adalah Mak Enoy yang tinggal di Jln. Dago Pojok. Kegiatan rutinnya setiap hari 
setelah sembahyang subuh, dia membawa sapu lidinya dan menyapu jalan lingkungan 
dan beberapa halaman rumah tetangganya dengan kesadarannya sendiri, tanpa 
memikirkan upah atau balas jasa lainnya. Dia juga melakukan pemilahan sampah 
basah dan ranting-ranting daun dari kertas, kaleng atau plastik, dan kaleng. 
Plastik, dan kertas bekas itu ia siapkan di tempat yang tetap untuk pada 
waktunya akan diambil pemulung. Kami, peserta pertemuan, secara spontan 
memberikan aplaus kepada Mak Enoy. Ternyata, di zaman masyarakat pedesaan yang 
menolak di wilayahnya dijadikan TPS atau TPA kecuali dengan "pembayaran", 
bahkan di kota Bandung masih ada sosok Mak Enoy yang tanpa pamrih ingin hidup 
dalam lingkungan yang bersih, nyaman dan aman. Hidup Mak Enoy. 

Mari kita cari 1.000 - 10.000, bahkan ratusan ribu Mak Enoy lainnya. Mari kita 
hidup dalam kota yang bersih, aman dan nyaman. Tidak mudah memang, tapi 
sebagaimana tausiah dari Rachman Maas diatas, terutama kepada muslimin, dalam 
hidup ini yang harus dicari bukan hanya sekadar kepuasan dan keamanan di dunia, 
tapi juga keselamatan di akhirat.

Itulah sekadar ungkapan kepedulian dari kami yang pada tanggal 13 Juni 2006 
yang lalu berkumpul di Bale Pasundan Hotel Panghegar dari pukul 6.30 s.d. 22.30 
WIB, dan menamakan pertemuan kami sebagai Gerakan Mak Enoy! Terima kasih Pak 
Hilwan Saleh dengan Hotel Panghegar-nya yang telah menyediakan santap malam 
dengan enak. Sebelum lupa, satu tip buat Pak Wali Kota bila gerakan Mak Enoy 
bisa dilaksanakan, tentunya bertahap dan perlu waktu, tolong Pak Dada agar 
retribusi sampah dihapuskan.*** 

Penulis, warga Kota Bandung.


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Something is new at Yahoo! Groups.  Check out the enhanced email design.
http://us.click.yahoo.com/R0DZdC/gOaOAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke