Sudah pernah baca Kitab literatur jawa "Sotasoma"?, dalam pasal 
mengenai runtuhnya Majapahit, atau Sandyakalaning Majapahit, 
digambarkan dampak lenyapnya agama leluhur, yang menjayakan bangsa 
kita RATUSAN tahun lamanya (tak sedetikpun kita alami dalam 60 tahun 
ini), sejak masuknya semua agama baru ke Nusantara.

Timbul kerajaan kerajaan keciol yang saling hantan, hingga kahirnya 
kita terjebal dalam kungkungan VOC..

Jadi kehancuran kita, sebelum penjajah barat masuk...

Salam sejarah

Danardono





--- In ppiindia@yahoogroups.com, Samsidar Situmorang <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
>
> wah, berarti selama ini berarti agama asli berangsur2 hilang, 
apalagi nenek moyang kita kan dijajah lama oleh Belanda yang membawa 
agama kristen dan Portugis yang membawa ajaran katolik...
>   aduuh, kasihan pemeluk agama yang asli..
> 
> RM Danardono HADINOTO <[EMAIL PROTECTED]> menulis:
>           Setujuuuu, dalam arti, tiap penganut agama yakin, 
agamanya berasal 
> dari Tuhan, dan tidak memproklamasikan kepada semua, semua 
penganut 
> harus mengakui hanya ada satu agama yang berasal dari Tuhan. Ini 
> beda lhoo
> 
> Salam
> 
> Danardono
> 
> --- In ppiindia@yahoogroups.com, "Lina Dahlan" <linadahlan@> 
> wrote:
> >
> > Kesadaran Bhinneka Tunggal Ika memang harus dibangkitkan tapi
> > Anggapan hanya ada satu agama yang berasal dari Tuhan tak usah 
> > dilawan. Biarin saja anggapan2 seperti itu. Toh masing2 didalam 
> hati 
> > penganut suatu agama akan punya keyakinan spt itu. Karena itulah 
> > mengapa mereka beragama A dan B. Kalu dilawan itu artinya 
> diajarkan 
> > untuk bermunafik ria.
> > 
> > Bhinneka Tunggal Ika itu kan juga berarti meskipun beda Agama, 
> beda 
> > suku, tetap satu Indonesia.
> > 
> > Tugas pemerintah dan bangsa adalah memahami dan menghormati 
> > perbedaan-perbedaan tsb. Tidak aneh kan kalo orang Islam 
> beranggapan 
> > agama Islam satu2nya agama dari Tuhan. Orang Kristen bilang 
hanya 
> > melalui Yesus akan sampe ke Bapa. Orang Budha bilang hanya 
percaya 
> > ajaran Sidharta yang akan menuju nirwana. Yang aneh itu kalo ada 
> > orang Kristen bilang ajaran Budha paling bagus...or agama 
satu2nya 
> > dari Tuhan...:-) ato sebaliknya.
> > 
> > "Adil adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya"
> > 
> > wassalam,
> > 
> > 
> > --- In ppiindia@yahoogroups.com, "RM Danardono HADINOTO" 
> > <rm_danardono@> wrote:
> > >
> > > Ya Batara, ini adalah tugas pemerintah dan bangsa Indonesia, 
> untuk 
> > > membangkitkan kembali kesadaran bhineka tunggal ika kita, juga 
> > dalam 
> > > beragama.
> > > 
> > > Terutama dalam upaya beberapa Islamist untuk mendirikan negara 
> > Islam 
> > > alias Khalifah, maka kita harus tegakkan kesadaran ini.
> > > 
> > > Bangsa kita terdiri dari saudara saudara beragam Agama dan 
> Budaya.
> > > 
> > > Bangsa ini harus bangkit melawan anggapan, hanya ada satu 
agama 
> > yang 
> > > berasal dari Tuhan.
> > > 
> > > Semoga Tuhan melindungi bangsa yang bhineka ini.
> > > 
> > > Salam
> > > 
> > > danardono
> > > 
> > > 
> > > 
> > > 
> > > 
> > > 
> > > 
> > > 
> > > --- In ppiindia@yahoogroups.com, Batara Hutagalung 
<batara44rh@> 
> > > wrote:
> > > >
> > > > Agama Konghuchu diakui kembali sebagai "agama resmi" 
> Indonesia. 
> > > Bagaimana dengan agama-agama asli Nusantara?
> > > > 
> > > > Pada perayaan Tahun baru Imlek Nasional ke 2557, 4 Februari 
> > > 2006, Presiden Yudhoyono memberikan sambutan dan mengatakan 
> antara 
> > > lain (transkripsi sambutan Presiden RI, lihat di: 
> > > 
> http://www.presidensby.info/index.php/pidato/2006/02/04/191.html): 
> > > > " …Hadirin yang saya muliakan,
> > > > Kesempatan yang baik pada sore hari ini, saya ingin 
menegaskan 
> > > kembali penyataan saya dalam perayaan Imlek dari tahun yang 
> lalu, 
> > > mengenai status agama Konghuchu. Seperti yang saya katakan 
tahun 
> > > yang lalu, pemerintah mengacu kepada Penetapan Presiden Nomor 
1 
> > > tahun 1965, yang telah diundangkan oleh Undang-Undang Nomor 5 
> > tahun 
> > > 1969. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa agama Islam, 
Kristen, 
> > > Katolik, Hindu, Budha dan Konghuchu adalah agama-agama yang 
> > dipeluk 
> > > oleh penduduk di Indonesia.
> > > > Di negeri kita, kita tidak menganut istilah, saya ulangi 
lagi, 
> > > kita tidak menganut istilah agama yang diakui atau yang tidak 
> > diakui 
> > > oleh negara. Prinsip yang dianut oleh Undang-Undang Dasar kita 
> > > adalah, negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk 
> > memeluk 
> > > agamanya masing-masing, dan untuk beribadat menurut agamanya 
dan 
> > > kepercayaannya itu. Negara tidak akan pernah mencampuri ajaran 
> > > sesuatu agama karena masalah itu berada di luar jangkauan 
tugas 
> > dan 
> > > kewenangan negara. Tugas negara adalah memberikan 
perlindungan, 
> > > pelayanan dan membantu pembangunan dan pemeliharaan sarana 
> > > peribadatan serta mendorong pemeluk agama yang bersangkutan 
agar 
> > > menjadi pemeluk agama yang baik ...
> > > > Menteri Agama pada tanggal 24 januari 2006 yang lalu telah 
> > > menegaskan, bahwa berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 1 tahun 
> > 1965, 
> > > yang kemudian dinyatakan oleh Undang-Undang Nomor 5 tahun 
1969, 
> > maka 
> > > Departemen Agama melayani umat Konghuchu sebagai umat penganut 
> > agama 
> > > Konghuchu. Selanjutnya ditegaskan bahwa berkaitan dengan 
> ketentuan 
> > > Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang 
> > menyatakan 
> > > bahwa perkawinan adalah sah, jika dilakukan menurut hukum 
masing-
> > > masing agamanya dan menganggap itu maka Departemen Agama 
> > > memperlakukan para penganut agama Konghuchu yang dipimpin oleh 
> > > Pendeta Konghuchu adalah sah menurut Undang-Undang Perkawinan. 
> > > > Pencatatan perkawinan bagi para penganut agama Konghuchu 
> > dilakukan 
> > > sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu dilakukan oleh 
> Kantor 
> > > Catatan Sipil. Karena itu, saya minta kepada kantor-kantor 
> Catatan 
> > > Sipil di seluruh tanah air untuk tidak ragu-ragu mencatatkan 
> > > perkawinan bagi pemeluk agama Konghuchu, sama halnya dengan 
> > > pencatatan pemeluk agama Kristen, Katolik, Budha, Hindu. Bagi 
> > > pemeluk agama Islam sebagaimana kita ketahui bersama 
pencatatan 
> > itu 
> > > dilakukan oleh Kantor Urusan Agama tingkat kecamatan.
> > > > Sejalan dengan ketentuan pasal 12a Undang-Undang Nomor 20 
> tahun 
> > > 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, ke depan Departemen 
> Agama 
> > > juga akan memfasilitasi penyediaan guru-guru agama Konghuchu 
> untuk 
> > > mengajarkan materi pelajaran agama itu kepada murid-murid 
> sekolah 
> > > yang menganutnya. Dengan kebijakan baru ini, saya berharap 
tidak 
> > ada 
> > > lagi perasaan di kalangan masyarakat Tionghoa yang menganut 
> agama 
> > > Konghuchu, bahwa mereka meperoleh perlakuan yang 
> diskriminatif..." 
> > > > Demikian tutur Presiden Yudhoyono.
> > > > 
> > > > Berbagai media memberitakan mengenai penegasan diakuinya 
> > kembali 
> > > agama Konghucu sebagai agama resmi di Indonesia, dan berbagai 
> > > instansi pemerintahan juga telah melaksanakan kebijakan baru 
> ini. 
> > > > Kita semua ikut berbahagia, karena kini penganut agama 
> > Konghuchu 
> > > telah dipulihkan kembali hak-haknya sebagaimana tertuang dalam 
> > > Penetapan Presiden No 1 Tahun 1965 yang diundang-undangkan 
> melalui 
> > > Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969, yang menetapkan agama Islam, 
> > > Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghuchu merupakan agama 
> > resmi 
> > > penduduk di Indonesia. Selain kembali diakui sebagai agama 
resmi 
> > > yang setara dengan 5 agama lain (Islam, Kristen Katolik, 
Kristen 
> > > Protestan, Hindu dan Buddha), juga memperoleh kembali hak 
agama 
> > > Konghuchu untuk dicantumkan di dalam KTP dan hak menikah 
secara 
> > > agama Konghuchu di Kantor Catatan Sipil. Presiden juga 
> > menjanjikan, 
> > > bahwa anak-anak yang beragama Konghuchu akan mendapat 
pendidikan 
> > > agama di sekolah-sekolah sesuai dengan agamanya.
> > > > Sebagaimana kita ketahui, agama Konghuchu dikenal sebagai 
> > agama 
> > > dari etnis Tionghoa, dan seperti agama-agama "resmi" lainnya, 
> > > merupakan agama "pendatang" di bumi Nusantara, karena sebelum 
> > agama-
> > > agama ini datang, di Nusantara telah berkembang agama-agama 
asli 
> > > Nusantara. 
> > > > Di masa Orde Baru, seluruh aktivitas peribadatan Konghuchu 
> > > dilarang dengan Instruksi Presiden (Inpres) No. 14/ 1967 
tentang 
> > > Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina. Presiden 
Abdurrahman 
> > > Wahid kemudian mencabut Inpres Suharto itu dengan Keputusan 
> > Presiden 
> > > (Keppres) No. 6/ 2000, dan kini etnis Tionghoa bahkan dapat 
> > > merayakan kembali Imlek secara bebas dan terbuka.
> > > > Hal ini sangat menggembirakan kita, karena kini para 
> > > penyelenggara negara di Republik Indonesia perlahan-lahan 
sudah 
> > > menunjukkan minatnya untuk mulai melaksanakan Pancasila dan 
UUD, 
> > > sehubungan dengan masalah kebebasan beragama. 
> > > > Kini ratusan ribu penganut agama Tao juga sedang menupayakan 
> > > pengakuannya.
> > > > Namun di samping kegembiraan ini, ada ganjalan besar dan 
> > > kegundahan sehubungan dengan masih adanya diskriminasi yang 
> > dialami 
> > > oleh banyak agama asli dan aliran kepercayaan di bumi 
Nusantara.
> > > > Apakah benar di negeri ini ada kebebasan beragama seperti 
> yang 
> > > diucapkan oleh Presiden? Kenyataan di masyarakat tidaklah 
> > demikian. 
> > > Dua jam sebelum sambutan Presiden dalam perayaan Imlek 
tersebut, 
> > > pemukiman penganut Ahmadiyah di Lombok Barat dirusak dan 
dibakar 
> > > massa. Enam rumah hangus, 17 bangunan lainnya rusak berat. Tak 
> ada 
> > > tindakan dari aparat negara untuk melindungi warganegaranya, 
> yang 
> > > berbeda keyakinannya dengan masyarakat di lingkungannya.
> > > > Besoknya, pada 5 Februari 2006, massa mendemo tempat ibadah 
> > > agama Sikh, Gudwara, di Kecamatan Karang Tengah, Tangerang. 
> Depag 
> > > Tangerang bahkan memutuskan, bahwa komunitas Gudwara harus 
> keluar 
> > > dari Tangerang paling lambat 8 Agustus 2006. 
> > > > Mungkin banyak di kalangan masyarakat Indonesia sudah tidak 
> lagi 
> > > mengetahui –atau tidak mau tahu- bahwa sebelum agama-
> > agama "resmi", 
> > > Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu dan Buddha, 
> > > kemudian kini Konghuchu, masuk ke Nusantara, di setiap daerah 
> > telah 
> > > ada agama-agama atau kepercayaan asli, seperti agama Sunda 
> Wiwitan 
> > > yang kini tersisa pada etnis Baduy di Kanekes (Banten); agama 
> > Sunda 
> > > Wiwitan aliran Madrais, juga dikenal sebagai agama Cigugur 
(dan 
> > ada 
> > > beberapa penamaan lain) di Kuningan, Jawa Barat; agama Buhun 
di 
> > Jawa 
> > > Barat; Kejawen di Jawa Tengah dan Jawa Timur; agama Parmalim, 
> > agama 
> > > asli Batak; agama Kaharingan di Kalimantan; kepercayaan Tonaas 
> > > Walian di Minahasa, Sulawesi Utara; Tolottang di Sulawesi 
> > Selatan; 
> > > Wetu Telu di Lombok; Naurus di Pulau Seram di Propinsi Maluku, 
> dll.
> > > > Bagi agama-agama "resmi", agama-agama asli Nusantara 
> tersebut 
> > > didegradasi sebagai ajaran animisme, penyembah berhala /batu 
> atau 
> > > hanya sebagai aliran kepercayaan. Penilaian seperti ini 
terjadi 
> > > karena sempitnya definisi mengenai apa itu agama, dan karena 
> > > definisi ini dibuat oleh orang-orang dari agama-agama "resmi" 
> > > tersebut.
> > > > Hingga kini, tak satu pun agama-agama dan kepercayaan asli 
> > > Nusantara yang diakui di Republik Indonesia sebagai agama 
dengan 
> > hak-
> > > hak untuk dicantumkan di KTP, Akta Kelahiran, pencatatan 
> > perkawinan 
> > > di Kantor Catatan Sipil dsb., walaupun tokoh-tokoh agama-agama 
> > > tersebut telah memperjuangkannya, seperti yang telah dilakukan 
> > oleh 
> > > pemuka agama Parmalim, agama asli etnis Batak.
> > > > Ketua Parmalim Toba-Samosir (Tobasa), Sumatera Utara, Raja 
> > > Marnakkok Naipospos pada 21 Maret 2005 mengatakan, pengikut 
> > Parmalim 
> > > di Tobasa mencapai 1.500 keluarga atau sekitar 6.000 
> jiwa. "Untuk 
> > > mendapatkan akta, biasanya harus menyogok petugas atau 
> > mencantumkan 
> > > salah satu dari lima agama yang diakui," katanya kepada harian 
> > > Kompas. Dalam kaitan itu para tokoh Parmalim, telah menemui 
DPRD 
> > > Toba-Samosir agar pengikut mereka bisa memperoleh akta catatan 
> > > sipil. 
> > > > Hal yang sama dialami oleh penganut agama-agama asli 
> Nusantara 
> > > lain, seperti agama Sunda Wiwitan, yang juga tidak berhasil 
> > > memperoleh pengakuan pernikahan menurut agamanya di kantor 
> catatan 
> > > sipil, sebagaimana sedang diperjuangkan oleh tokoh agama Sunda 
> > > Wiwitan, Pangeran Djatikusumah. 
> > > > Di KTP, apabila seseorang tidak mau digolongkan ke agama-
> > > agama "resmi", maka di kolom agama ditulis: (-), dan 
pernikahan 
> > tak 
> > > dapat dilakukan di kantor catatan sipil. Jadi apabila 
seseorang 
> > > ingin menikah dengan "resmi", maka dia harus berdusta dan 
> > > mendaftarkan diri sebagai penganut salah satu agama "resmi." 
> > > > Dengan kata lain, kalau seorang warga mau mendapat 
> > > status "resmi", maka dia harus munafik, yaitu pura-pura 
menganut 
> > > satu agama "resmi", kalau tidak mau mempunyai agama (-).
> > > > Perlakuan yang sangat diskriminatif ini juga merupakan 
> > > peninggalan kolonial Belanda. 
> > > > Pemerintah kolonial Belanda hanya mengakui tiga agama dunia, 
> > > yaitu Kristen, Islam dan Hindu. Kebijakan ini sangat 
> menguntungkan 
> > > Islam karena semua pernikahan orang-orang yang bukan Hindu, 
atau 
> > > bukan Kristen dicatatkan sebagai Islam. Demikianlah ketentuan 
> > dalam 
> > > peraturan no 198 tahun 1895. Akibatnya mayoritas rakyat 
penganut 
> > > agama asli secara administrasi berada di bawah, demikian 
tulisan 
> > > Petrus Josephus Zoetmulder, seorang pakar sastra Jawa dan 
> > budayawan, 
> > > pada tahun 1935 sebagaimana dikutip oleh Subagya. Namun 
> > > walaupun "diuntungkan" dengan cara pencatatan seperti ini, di 
> mana 
> > > jutaan orang yang bukan Islam dikategorikan sebagai Islam, 
> menurut 
> > > hasil sensus tahun 1930, dari penduduk Indonesia yang 
berjumlah 
> > 60,7 
> > > juta, yang tercatat beragama Islam hanya 29,5 juta atau 48,7%, 
> > > sedangkan penganut agama asli masih berjumlah 28,6 juta atau 
> > 47,2%. 
> > > (lihat Rachmat Subagya, "Agama-Agama Asli Indonesia", Penerbit 
> > Sinar 
> > > Harapan dan Cipta Loka Caraka, Jakarta, 1981, hlm. 240-241).
> > > > Di "zaman kemerdekaan" Indonesia, di mana bangsa Indonesia 
> > bebas 
> > > dari belenggu penjajahan Belanda, kemerdekaan agama-agama asli 
> > > Nusantara semakin diberangus.
> > > > Hal ini tidak berubah di era "reformasi" setelah rezim Orde 
> > Baru 
> > > tumbang. Diskriminasi seperti ini jelas melanggar UUD '45, dan 
> > dapat 
> > > dikategorikan sebagai kejahatan yang disponsori negara (state-
> > > sponsored evil).
> > > > Ketika agama-agama dunia –Hindu dan Buddha- masuk ke 
> Nusantara, 
> > > banyak raja-raja di kerajaan-kerajaan di Nusantara menganut 
> > > salahsatu dari agama-agama tersebut, namun kedua agama baru 
> dapat 
> > > hidup berdampingan dengan agama-agama asli Nusantara, dan 
telah 
> > > terjadi sinkretisme, yaitu pembauran nilai-nilai spiritual 
dari 
> > satu 
> > > agama yang diterima oleh agama lain, bahkan pada waktu 
penobatan 
> > > seorang raja, kerap dilakukan ritual kedua agama dan juga 
dengan 
> > > unsur-unsur ritual setempat.
> > > > Di zaman Majapahit juga hidup Mpu Tantular, yang menulis 
> > Kakawin 
> > > Purusaddhasanta, yang menceriterakan kisah Raja Sutasoma, 
> sehingga 
> > > sering juga disebut Kakawin Sutasoma. Bait kelima metrum ke 
139 
> > > berbunyi :
> > > > "….. Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa
> > > > bhineki rakwa ring apan keparwwasnosen mangkaang
> > > > Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal
> > > > Bhineka tunggal ika tan hana dharma mangrwa ….."
> > > > 
> > > > Artinya kurang lebih: "…Disebutkan, bahwa Buddha dan Wiswa 
> > > (Shiva) adalah dua unsur yang tak dapat dipisahkan, Jina 
(ajaran 
> > > Buddha) dan kebenaran Shiva adalah satu, dapat dipisah 
(beraneka 
> > > ragam) namun satu, tidak ada Dharma (kebenaran) yang mendua…"
> > > > Mpu Tantular menggambarkan keharmonisan kehidupan beragama 
> di 
> > > zaman Majapahit.
> > > > Harmoni ini berubah di masa penjajahan Belanda, dan terlebih 
> > > lagi di "zaman kemerdekaan" Indonesia.
> > > > Seandainya di zaman Majapahit, ketika agama Islam baru mulai 
> > > dikembangkan di Jawa, para penguasa Majapahit mengeluarkan 
> > berbagai 
> > > peraturan seperti di zaman Republik Indonesia, yaitu mengenai 
> > > batasan dan pembatasan untuk berdakwah, menyebarluaskan ajaran 
> > agama 
> > > dan pendirian rumah ibadah, pasti agama Islam tidak dapat 
masuk, 
> > > apalagi berkembang di wilayah kekuasaan kerajaan Majapahit 
yang 
> > > sangat luas waktu atau di wilayah kerajaan-kerajaan 
Hindu/Buddha 
> > > lainnya.
> > > > Berbeda dengan agama-agama yang masuk belakangan ke 
> Nusantara, 
> > > agama-agama asli Nusantara yang tumbuh dan berkembang di 
> kelompok-
> > > kelompok etnis di Nusantara, tidak memiliki misi penyebaran 
> > > agama/ajaran.
> > > > Perkembangan agama-agama baru-pun tidak semuanya berjalan 
> > dengan 
> > > damai, seperti yang terjadi di Tanah Batak. Batak Selatan 
> > diislamkan 
> > > dengan kekuatan senjata dan paksaan (lihat buku tulisan 
> Mangaradja 
> > > O. Parlindungan, "Pongkinagolngolan Sinambela gelar Tuanku 
Rao", 
> > > Terror Agama Islam Mazhab Hambali di Tanah Batak 1816 – 1833, 
> > > Penerbit Tandjung Pengharapan, Jakarta, 1964). Kemudian ketika 
> > Raja 
> > > Batak Sisingamangaraja XII tewas dalam pertempuran melawan 
> Belanda 
> > > pada 17 Juni 1907, seluruh keluarganya dipaksa memeluk agama 
> > kristen 
> > > oleh penjajah Belanda. Hal ini yang menerangkan, mengapa 
> keturunan 
> > > Singamangaraja yang berada di Batak Selatan beragama Islam, 
dan 
> > yang 
> > > di utara beragama kristen. 
> > > > Setelah bangsa Indonesia merdeka, keberadaan agama-agama 
> asli 
> > > Nusantara tersebut semakin terdesak dengan adanya berbagai 
> > > peraturan, baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah 
daerah. 
> > > Bahkan untuk menjalankan ibadah dan ritual keagamaanpun 
terancam 
> > > oleh sikap masyarakat lingkungannya yang sangat tidak toleran.
> > > > Kekerasan dan intoleransi terhadap penganut agama asli 
> > Nusantara 
> > > di "zaman kemerdekaan" sudah terjadi mulai tahun 50-an. Pada 
> tahun 
> > > 1954, di Kampung Paku Tandang, Ciparay, Bandung, tempat ibadah 
> > > Pasewakan milik penganut agama Buhun dibakar oleh masyarakat. 
22 
> > > orang penganut agama Buhun tewas dibunuh atau terbakar bersama 
> > rumah 
> > > ibadahnya. 
> > > > Pada tahun 1972 Jaksa Agung melaporkan bahwa pada 15 
> November 
> > > 1971 sebanyak 167 aliran kebatinan telah dilarang. Pada April 
> 1972 
> > > masih terdaftar pada Sekretariat Kerjasama Kepercayaan 
sebanyak 
> > 664 
> > > aliran kebatinan pada tingkat pusat maupun cabang yang wilayah 
> > > sebarannya meliputi Jawa, Sumatra dan Indonesia Timur (Subagya 
> > > 1981:251).
> > > > Ucapan Presiden Yudhoyono pada 4 Februari 2006: "…Di negeri 
> > > kita, kita tidak menganut istilah, saya ulangi lagi, kita 
tidak 
> > > menganut istilah agama yang diakui atau yang tidak diakui oleh 
> > > negara. Prinsip yang dianut oleh Undang-Undang Dasar kita 
> adalah, 
> > > negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk 
> > > agamanya masing-masing, dan untuk beribadat menurut agamanya 
dan 
> > > kepercayaannya itu. Negara tidak akan pernah mencampuri ajaran 
> > > sesuatu agama karena masalah itu berada di luar jangkauan 
tugas 
> > dan 
> > > kewenangan negara. Tugas negara adalah memberikan 
perlindungan, 
> > > pelayanan dan membantu pembangunan dan pemeliharaan sarana 
> > > peribadatan serta mendorong pemeluk agama yang bersangkutan 
agar 
> > > menjadi pemeluk agama yang baik ...", 
> > > > nampaknya hanya sekadar ucapan kosong, atau mungkin tidak 
> > > melihat kenyataan di dalam kehidupan masyarakat. Apakah 
Presiden 
> > > tidak mendapat masukan dari para pembantu dan penasihatnya, 
> bahwa 
> > > ada hal yang paradoks dalam sambutannya? Yaitu justru Undang-
> > Undang 
> > > Nomor 5 Tahun 1969 yang disebut oleh Presiden, yang menetapkan 
> > agama 
> > > Islam, Kristen Ptotestan, Kristen Katolik, Hindu, Buddha, dan 
> > > Konghucu merupakan agama resmi penduduk di Indonesia, 
membantah 
> > > ucapan Presiden, bahwa " … Di negeri kita, kita tidak 
menganut 
> > > istilah, saya ulangi lagi, kita tidak menganut istilah agama 
> yang 
> > > diakui atau yang tidak diakui oleh negara ..." 
> > > > Apakah "ghost writer" Presiden kurang cermat dalam menulis? 
> > Atau 
> > > ada unsur kesengajaan?
> > > > Kini agama-agama asli Nusantara tidak mempunyai hak hidup di 
> > > tanah leluhurnya sendiri, dan dikategorikan sebagai ajaran 
> > animisme, 
> > > kebatinan, kepercayaan dsb., tidak sebagai agama. 
> > > > Seharusnya negara hanya menjamin hak-hak warganegaranya 
> sesuai 
> > > dengan UUD, dan tidak mencampuri hal-hal lain yang sangat 
> > > individual. Untuk menghindari segala bentuk diskriminasi, 
agama 
> > > seharusnya tidak perlu dicantumkan di berbagai keterangan 
> pribadi 
> > > seperti KTP, Kartu Keluarga, surat lamaran pekerjaan dsb.
> > > > Idealnya, Departemen Agama dibubarkan.
> > > > Aoabila negara tidak dapat –atau tidak mau- menjamin hak-
hak 
> > > warganegaranya, maka mereka dapat menggunakan Pasal 28E (2) 
UUD, 
> > > yang berbunyi: "Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat 
> > > menurut agamanya, … memilih kewarganegaraan…", dan kemudian 
> > > menggunakan Pasal 28 G (2), yang berbunyi: " …Setiap orang 
> berhak 
> > > untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan 
> > derajat 
> > > martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari 
negara 
> > > lain ..."
> > > > Saya ingin menutup tulisan ini dengan lyrik lagu alm. John 
> > > Lennon, Imagine, yang sangat terkesan bagi saya.
> > > > 
> > > > Imagine
> > > > 
> > > > Imagine there's no heaven,
> > > > It's easy if you try,
> > > > No hell below us,
> > > > Above us only sky,
> > > > Imagine all the people
> > > > living for today...
> > > > 
> > > > Imagine there's no countries,
> > > > It isnt hard to do,
> > > > Nothing to kill or die for,
> > > > No religion too,
> > > > Imagine all the people
> > > > living life in peace...
> > > > 
> > > > Imagine no possesions,
> > > > I wonder if you can,
> > > > No need for greed or hunger,
> > > > A brotherhood of man,
> > > > Imagine all the people
> > > > Sharing all the world...
> > > > 
> > > > You may say Im a dreamer,
> > > > but Im not the only one,
> > > > I hope some day you'll join us,
> > > > And the world will live as one.
> > > > 
> > > > Wassalam,
> > > > Shalom,
> > > > Salam Sejahtera,
> > > > Om, Santi, Santi, Santi, Om,
> > > > Namo Buddhaya, Buddha Memberkati.
> > > > 
> > > > Batara R. Hutagalung
> > > > 
> > > > ===========================================
> > > > Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
> > > > (setelah amandemen keempat)
> > > > 
> > > > BAB X A
> > > > HAK ASASI MANUSIA
> > > > Pasal 28E
> > > > (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat 
> menurut 
> > > agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih 
pekerjaan, 
> > > memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah 
> negara 
> > > dan meninggalkannya serta berhak kembali.
> > > > (2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini 
> > kepercayaan, 
> > > menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nuraninya.
> > > > 
> > > > Pasal 28G
> > > > (1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, 
> > > keluarga. Kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah 
> > > kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan 
dari 
> > > ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu 
yang 
> > > merupakan hak asasi.
> > > > (2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau 
> > > perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak 
> > > memperoleh suaka politik dari negara lain.
> > > > 
> > > > Pasal 28I
> > > > (1) Hak hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan 
> > > pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak 
> diperbudak, 
> > > hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak 
untuk 
> > > tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak 
> > asasi 
> > > manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
> > > > (2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang 
> bersifat 
> > > diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan 
> > perlindungan 
> > > terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
> > > > (3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional 
> > dihormati 
> > > selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
> > > > (4) Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak 
> > asasi 
> > > manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
> > > > (5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia 
> > sesuai 
> > > dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan 
> hak 
> > > asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan 
> > > perundang-undangan.
> > > > 
> > > > Pasal 28J
> > > > (1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia 
> orang 
> > > lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan 
> bernegara.
> > > > (2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang 
> > > wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-
> > undang 
> > > dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta 
> > > penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk 
> memenuhi 
> > > tuntutan yang adil dan sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-
> > nilai 
> > > agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat 
> > > demokratis.
> > > > 
> > > > BAB XI
> > > > AGAMA
> > > > 
> > > > Pasal 29
> > > > (1) Negara bedasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
> > > > (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk 
> > > memelukagamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut 
> agamanya 
> > > dan kepercayaannya itu.
> > > > 
> > > > 
> > > > 
> > > > 
> > > > 
> > > > 
> > > > 
> > > > 
> > > > 
> > > > ---------------------------------
> > > > Want to be your own boss? Learn how on Yahoo! Small 
Business. 
> > > > 
> > > > ---------------------------------
> > > > Yahoo! Groups gets better. Check out the new email design. 
> Plus 
> > > there's much more to come. 
> > > > 
> > > > [Non-text portions of this message have been removed]
> > > >
> > >
> >
> 
> 
> 
>          
> 
>  __________________________________________________
> Apakah Anda Yahoo!?
> Lelah menerima spam?  Surat Yahoo! memiliki perlindungan terbaik 
terhadap spam  
> http://id.mail.yahoo.com 
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>






------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Something is new at Yahoo! Groups.  Check out the enhanced email design.
http://us.click.yahoo.com/SISQkA/gOaOAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Reply via email to