Yang masih mencintai Indonesia dengan pluralisme 
keagamaan dan etnik sudah pasti musuh SI sebagai hukum 
negara.
mau dikemanakan perjuangan para founding fathers kita yg 
sudah sakit2an melawan Jepang dan Belanda?
memang siapa yg mengusir Jepang tahun 1945? bukan 
Indonesia, tapi Fat Man dan Little Boy alias Bom hidrogen 
ciptaan Yahudi US yaitu Robert Oppenheimer, Marie Curie, dan 
Albert Einstein!
siapa yg mengusir Belanda? 350 tahun bercokol di tanah negeri 
ini dengan cara memecah belah antara si Islam dengan si 
Islam! antara si Jawa dengan si Jawa! antara si Ambon dengan 
si Ambon....(kok bisa?)
Belanda hengkang karena Jepang masuk ke Indonesia...yang 
memang secara spirit dan persenjataan Jepang diatas angin!

lalu sejak itu baru berdirilah NKRI, yang beberapa tahun 
kedepannya masih dirogoh2 oleh gerilyawan Islam separatist 
DI/TII dkk...lalu komunis...lalu Orba...lalu sekarang kembali ke 
gerilyawan separatis SI?
NOWAY MAN!!!

tanah Indonesia adalah milik bangsa Indonesia, bukan Kristen, 
bukan Islam, bukan Hindu, bukan Budha, bukan Taois, bukan 
Komunis, bukan Sosialis, bukan Suhartois, tapi semua orang 
yang merasa sebagai bangsa Indonesia!!!! sebagai bangsa yg 
ingin mengejar ketertinggalannya dari bangsa2 lain sebagai 
bangsa yg WELL CIVILIZED!!!! sebagai bangsa yang ingin keluar 
dari kemiskinan dan kebodohan berkepanjangan!!

no religion becomes the best solution for this country!!!
but a human INTELLIGENCE!!!





--- In ppiindia@yahoogroups.com, "RM Danardono HADINOTO" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> *** Dari milis tetangga dikirim oleh Sadewa:
> 
> ---> untuk mbak Aris dan kawan kawan sepemikiran: 
> 
> "Bahkan partai-partai besar yang didominasi oleh orang Islam, 
tidak 
> mendukung konsep negara Islam. Karena itu yang 
mendompleng 
> prinsip "mayoritas-minoritas" untuk menggoalkan cita-citanya, 
> sebenarnya tidak berangkat dari realitas konkrit. Mereka 
berangkat 
> dari realitas statistik dan mengandalkan "Islam KTP". Di sini 
jelas, 
> yang menolak penegakan Syariat Islam terutama justru dari 
umat Islam 
> sendiri. Di sisi lain umat nonIslam di negeri ini kecil sekali 
> jumlahnya. Andaikata mereka bersatu (Hindu, Buddha, 
Konghucu, 
> Nasrani) menolak pemberlakuan Syariat Islam, suaranya tetap 
tak 
> berarti...."
> 
> 
> 
> 
> Kolom Mayapada 07-07-2006
>  
> NASIONALIS INDONESIA BERSATULAH
>  
> 
> Belakangan ini, ancaman perpecahan di antara sesama 
bangsa Indonesia 
> semakin nyata. Hal ini terlihat ketika pemerintah dengan tegas 
> menyatakan agar empat konsensus dasar tetap 
dipertahankan 
> sebagai "harga mati", yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI dan 
ikrar 
> Bhinneka Tunggal Ika, sementara itu di lain pihak muncul 
> tuntutan "harga mati" pula berupa pemberlakuan Syariat Islam 
secara 
> nasional dan tetap dipertahankannya perda-perda yang 
bermuatan 
> Syariat Islam. Bahkan ada seruan agar mulai presiden hingga 
kepala 
> desa mendukung pemberlakuan Syariat Islam di seluruh 
Indonesia. Umat 
> Islam yang tidak mendukungnya masuk kategori murtad.
>  
> Fenomena ini tidak boleh dipandang enteng. Ini sudah 
merupakan 
> tantangan yang provokatif dan insinuatif. Sama saja dengan 
usaha 
> untuk mendirikan negara di dalam negara. Apalagi, yang 
bersemangat 
> mensosialisasikan Syariat Islam ini pula yang pernah 
menegaskan 
> bahwa "lebih baik tidak ada Indonesia daripada ada Indonesia 
tetapi 
> tidak berdasarkan Syariat Islam". Bukankah fenomena ini 
sama artinya 
> dengan usaha-usaha untuk menggantikan dasar negara 
(Pancasila), 
> undang-undang negara (UUD 1945) dan semboyan persatuan 
nasional 
> (Bhinneka Tunggal Ika)?
>  
> Fenomena ini juga jelas menunjukkan usaha-usaha 
> untuk "menyeragamkan" bangsa Indonesia yang 
berbeda-beda agama, 
> suku, etnis dan kultur di bawah satu payung kebesaran 
bernama 
> Syariat Islam. Alasannya, hukum ini bukan buatan manusia 
seperti 
> halnya Pancasila atau Piagam PBB, tetapi merupakan 
"rakhmatan lil 
> alamin", hukum Allah sebagai rahmat untuk seluruh umat 
manusia di 
> alam ini. Karena untuk seluruh umat manusia, jadi harus 
diberlakukan 
> juga untuk seluruh umat di bumi, tak peduli apa agamanya, 
apa 
> kebangsaannya. Sebab agama yang benar di muka bumi ini 
hanya satu, 
> yakni Islam. Di luar itu kafir.
>  
> Mari kita tak usah memikirkan bagaimana gerangan Syariat 
Islam 
> diberlakukan di Amerika, Kanada atau Norwegia. Kita kembali 
ke 
> Indonesia yang diklaim mayoritas penduduknya beragama 
Islam. Apakah 
> kalau penduduknya mayoritas beragama Islam, maka yang 
mayoritas itu 
> dipastikan setuju dengan pemberlakuan Syariat Islam 
sebagai dasar 
> dan hukum negara? Sedangkan pemberlakuan Syariat Islam 
"bagi pemeluk-
> pemeluknya" yang tercantum di Piagam Djakarta saja akhirnya 
harus 
> dihapus. Dalam Pemilu 1955, yang keluar sebagai pemenang 
bukan 
> partai Islam melainkan partai nasionalis (PNI). Memang kalau 
Masjumi 
> dan NU digabung (bersatu) suaranya lebih besar dari PNI. 
Tetapi 
> bukankah kedua partai yang berasaskan Islam itu tidak 
bersatu?
>  
> Ketika ada pilihan, negara berdasarkan Islam atau Pancasila,  
kedua 
> partai yang mendukung dasar Islam ini pun tidak berhasil 
menang, 
> karena yang mendukung Indonesia berdasarkan Pancasila 
bukan hanya 
> PNI, melainkan juga partai-partai nasionalis lainnya. 
Pelaksanaan 
> pemilu selama Orde Baru tidak dapat kita jadikan tolok ukur 
karena 
> sudah direkayasa agar Golkar selalu menang. Tetapi 
bagaimana dengan 
> pemilu di era reformasi? Pemilu 1999 dan 2004 juga 
memperlihatkan 
> partai-partai berasas Islam tidak dapat tampil dominan baik 
dalam 
> perolehan suara maupun kursi di parlemen. Dalam pemilu 
1999 pemenang 
> pertama PDI-P, dan dalam pemilu 2004 pemenang pertama 
Golkar. 
> Andaikata mayoritas bangsa Indonesia mendukung partai 
Islam (karena 
> mayoritasnya beragama Islam), maka sejak republik ini 
merdeka 
> Indonesia sudah berasaskan Syariat Islam, sudah menjadi 
negara 
> Islam, karena patai Islam akan menang terus. Bukankah 
kenyataannya 
> tidak demikian?
>  
> Sesudah Syariat Islam dalam kemasan Piagam Djakarta 
mengalami 
> kegagalan, dan kemudian disusul lewat perda-perda, lalu UU 
APP, kini 
> Syariat Islam diperjuangkan tanpa kemasan lagi, melainkan 
langsung 
> dan secara terbuka. Kampanye agar mendukung Syariat Islam 
bukan lagi 
> hanya ditujukan kepada Walikota Solo, tetapi juga Presiden RI 
dengan 
> segenap kabinetnya sampai ke tingkat kepala desa.  Mereka 
yang 
> mendukungnya untuk menjadi dasar negara dan hukum 
negara, akan 
> merapatkan barisan memberikan suaranya pada partai Islam 
manapun 
> yang juga mendukung penegakan Syariat Islam dalam 
kehidupan 
> berbangsa dan bernegara.
>  
> Inilah fenomena yang menunjukkan perpecahan bangsa 
sudah di ambang 
> pintu. Ada sekelompok orang sedang membangun rumah di 
dalam rumah. 
> Mayoritas penduduk Indonesia memang beragama Islam, 
tetapi tidak 
> otomatis yang mayoritas itu pendukung Syariat Islam sebagai 
dasar 
> negara. Bahkan partai-partai besar yang didominasi oleh 
orang Islam, 
> tidak mendukung konsep negara Islam. Karena itu yang 
mendompleng 
> prinsip "mayoritas-minoritas" untuk menggoalkan cita-citanya, 
> sebenarnya tidak berangkat dari realitas konkrit. Mereka 
berangkat 
> dari realitas statistik dan mengandalkan "Islam KTP". Di sini 
jelas, 
> yang menolak penegakan Syariat Islam terutama justru dari 
umat Islam 
> sendiri. Di sisi lain umat nonIslam di negeri ini kecil sekali 
> jumlahnya. Andaikata mereka bersatu (Hindu, Buddha, 
Konghucu, 
> Nasrani) menolak pemberlakuan Syariat Islam, suaranya tetap 
tak 
> berarti.
>  
> Jelas sudah, yang menolak pemberlakuan Syariat Islam 
sebagai dasar 
> dan hukum negara bukanlah pemeluk agama nonIslam, 
melainkan 
> nasionalis Indonesia. Mereka mayoritas beragama Islam. 
Dalam konteks 
> membangun negara, persatuan bangsa,  mereka tidak 
mengembangkan 
> aspirasi kelompok, melainkan aspirasi kebangsaan. Mereka 
inilah yang 
> harus bersatu merapatkan barisan untuk menghadapi 
aspirasi 
> sektarian, aspirasi kelompok yang menginginkan Indonesia 
menjadi 
> negara teokrasi. 
>  
> Untuk itu nasionalis seluruh Indonesia (yang mayoritas 
beragama 
> Islam), bersatulah di bawah tripanji  kebangsaan kita: 
Pancasila, 
> UUD 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika, demi tetap tegaknya 
Negara 
> Kesatuan Republik Indonesia!
>






------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Something is new at Yahoo! Groups.  Check out the enhanced email design.
http://us.click.yahoo.com/SISQkA/gOaOAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Reply via email to